ANTARA AKAL DAN WAHYU
ISLAM MEMPOSISIKAN SEJAJAR WAHYU AKAL
ALLAH WAHYU AKAL HIDAYAH MANUSIA
Wahyu dan akal tidak mungkin bertentangan. LANDASAN FILOSOFIS Wahyu dan akal tidak mungkin bertentangan. Wahyu menempati posisi yang sangat mulia, akal juga. Wahyu berlaku untuk seluruh umat manusia, akal juga.
Perbedaan keduanya Wahyu diturunkan Allah kepada manusia melalui perantara Nabi/Rasul. Sedangkan akal tidak. Wahyu menembus batas ruang dan waktu, sedangkan akal tidak.
NOVEL FILSAFAT: HAY bin YAQZAN ILMUAN ULAMA DENGAN APA ANDA MENGENAL: TUHAN, KEWAJIBAN IBADAH, BAIK BURUK, MEMILIH YANG BAIK BURUK
AKAL ATAU WAHYU Berkaitan dengan persoalan akal dan wahyu ini, setidaknya ada empat aliran teologi yang ikut berbicara, yakni Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah Samarkhan, Maturidiyah Bukhara. Sedangkan hal yang dipersoalkan juga ada empat macam, yaitu: 1) mengetahui Tuhan, 2) kewajiban mengetahui Tuhan, 3) mengetahui baik dan buruk, 4) kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk. Dalam konteks itulah masing-masing aliran tersebut berbeda memposisikan akal.
Menurut Mu’tazilah, seluruh pengetahuan dapat diperoleh melalui akal, termasuk mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban beribadah kepada Tuhan. Abu Huzail, menegaskan bahwa meskipun wahyu tidak turun, maka manusia tetap wajib beribadah kepada Tuhan, sesuai dengan pengetahuannya tentang Tuhan. Begitu juga dengan kebaikan dan keburukan juga dapat diketahui melalui akal. Jika dengan akal manusia dapat mengetahui baik dan buruk, maka dengan akal juga manusia harus tahu bahwa melakukan kebaikan itu adalah wajib, dan menjauhi keburukan juga wajib.
Menurut Asy’ariyah, pertama semua kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu. Jika wahyu tidak turun, maka tidak ada kewajiban (taklif) bagi manusia. Karena akal tidak mampu membuat kewajiban tersebut, terutama kewajiban beribadah pada Tuhan, dan kewajiban melakukan yang baik serta kewajiban menjauhi yang buruk. Adapun berkaitan dengan mengetahui Tuhan, Asy’ariyah sepakat dengan Mu’tazilah yaitu dapat diketahui melalui akal. Sedangkan mengetahui baik dan buruk, akal tidak mampu, karena sifat baik dan buruk sangat terkait dengan syari’at. Sesuatu disebut baik, jika dapat pujian syari’at, dan dianggap buruk jika dikecam oleh syari’at. Karena pujian dan kecaman bersumber dari wahyu, maka sesuatu dapat dikatakan baik atau buruk juga melalui wahyu.
3. Maturidyah Samarkhan. Menurutnya, akal mampu mengetahui tiga hal yaitu: mengetahui tuhan, mengetahui kewajiban beribadah kepada Tuhan, dan mengetahui baik dan buruk. Hal ini sama dengan Mu’tazilah, bahwa akal manusia memiliki kemampuan untuk mengetahuinya. Artinya dalam hal ini, wahyu hanya berfungsi sebagai konfirmasi terhadap pengetahuan akal. Sedangkan pengetahuan tentang kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk, akal tidak punya kemampuan. Yang berperan disini adalah wahyu. Hanya saja menurutnya, sebab yang mewajibkannya dapat diketahui akal, seperti jujur itu diwajibkan karena membuat palakunya menjadi terhormat.
4. Maturidiyah Bukhara. Aliran ini ternyata lebih dekat kepada Asy’ariyah, dimana akal baginya hanya dapat mengetai Tuhan. Karena itu, tidak alasan bagi siapapun untuk tidak tahu tentang Tuhan, karena hal itu memang kapasitas akal. Namun sedikit berbeda dengan Asy’ariyah, baginya akal juga mampu mengetahui baik dan buruk. Karena baik dan buruk dapat dilihat dari sifat natur dari sesuatu itu. Adapun mengetahui kewajiban hanya dapat dilakukan melalui wahyu. Karena akal tidak punya kapasitas dalam hal itu. Dalam agama, setiap kewajiban memiliki konsekuensi hukum di akhirat, karena itu yang berperan disini adalah wahyu.
BAGAIMANA FUNGSI WAHYU Pertanyaan ini hanya ditujukan kepada Mu’tazilah dan Maturidiyah Samarkhan, karena bagi mereka akal manusia memiliki kemampuan yang luar biasa, sehingga tanpa wahyu pun, manusia dapat mengetahui semua hal yang berkaitan dengan ketuhanan dan perbuatan manusia. Ada dugaan bahwa mereka, terutama mu’tazilah, menafikan wahyu, karena terlalu besar memberikan kapasitas kepada akal. Namun ternyata dugaan itu keliru, karena wahyu bagi mereka tetap dibutuhkan, yakni untuk mengetahui cara beribadah kepapa Tuhan.
FUNGSI WAHYU Sebagai konfirmasi terhadap pengetahuan yang dihasilkan oleh akal. Sebagai informasi terhadap pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dan tuhan.
Jadi ternyata, seberapa pun besarnya kemampuan akal, ternyata akal tidak mampu mengetahui bagaimana cara beribadah kepada Tuhan. Dalam hal itulah wahyu turun memberikan petunjuk. Jadi menurutnya Mu’tazilah, wahyu berperan sebagai konfirmasi terhadap pengetahuan yang sudah dimiliki oleh manusia, (empat pengetahuan di atas), serta sebagai informasi bagi manusia tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Jika manusia tidak menggunakan wahyu , maka akan dikhawatirkan mereka akan tersesat.
PERBANDINGAN ANTARA KEEMPAT ALIRAN TERSEBUT MU’TAZILAH ASY’ARIYAH ALIRAN MATURIDIYAH SAMARKHAN ALIRAN MATURIDIYAH BUKHARA MENGETAHUI TUHAN AKAL KEWAJIBAN WAHYU BAIK BURUK BAIKBURUK