Hukum Pidana Islam Rabu, 19 Desember 2007
Masih Relevankan Hukum Pidana Islam diterapkan? Jawabannya: Tentu masih. Sebagai sistem hukum yang telah ada sejak abad ke 7 atau 14 abad yang lalu, kini hukum Pidana Islam dianggap sudah ketinggalan dibandingkan sistem hukum pidana barat, baik continental ataupun common law.
Anggapan ini sangat tidak adil. Karena pada masa lalu hukum Islam telah menjadi pionir dalam penerapannya dengan landasan yang valid, alquran dan sunnah nabi. Bukan berdasarkan dugaan- dugaan manusia semata mengenai hal-hal yang dirasa adil.
Alasan yang sering mengemuka: Adalah masyarakat abad 20 telah berubah dan tentu dengan tatanan dan kebutuhan yang berbeda dengan masa lalu termasuk hukumnya. Lalu klaim itu meluas dengan mengatakan syariat Islam tidak lagi selaras dengan kehidupan global karena ia terlalu keras bagi masyarakat yang menjunjung tinggi HAM.
Disinilah letak kesalahannya: Hukum pencipta tidak ada bandingannya (Syariat Islam X man made law). Pencipta maha mengetahui masa lalu, sekarang dan akan datang, paling mengerti kebutuhan, sifat, tabiat, kecenderungan dan segala aspek pada manusia ciptaan-Nya. Tuhan tidak memiliki kepentingan pada ciptaannya. Manusia dalam membuat hukum memiliki kepentingan tertentu dan sebagai makhluk ia adalah lemah.
Kesimpulan: Tidak sah mengklaim bahwa syariat Islam ketinggalan zaman dan hukum buatan manusia lebih baik. Karena faktor pembandingnya tidak satu tingkatan atau tidak relevan untuk dibandingkan. Tidak mungkin membandingkan antara produk hukum pencipta dengan produk hukum dari hasil ciptaannya.
Tindak Pidana yang Diancam Pidana Mati Pengertian tindak pidana Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan 2 istilah: Jinayah Jarimah Adalah larangan-larangan hukum yang diancam 4WI dengan hukuman had atau ta’zir.
Larangan-larangan hukum artinya melakukan perbuatan hukum yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan. Dengan kata lain, melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang membawa kepada hukuman yang ditentukan oleh syariat adalah tindak pidana. Dengan demikian tindak pidana mengandung arti bahwa tiada suatu perbuatan baik secara aktif maupun secara pasif dihitung sebagai suatu tindak pidana kecuali hukuman yang khusus untuk perbuatan atau tidak berbuat itu telah ditentukan dalam syariat.
Klasifikasi tindak pidana dalam hukum Islam dibagi atas: Hudud Qisas/Diyat Ta’zir
Tindak pidana Hudud Adalah setiap tindak pidana yang sanksinya ditentukan oleh al-quran maupun hadis nabi.
Tindak pidana Hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum pidana Islam. Karena terkait erat dengan kepentingan publik. Namun tidak berarti kejahatan hudud tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali. Kejahatan hudud ini terkait dengan Hak Allah Tindak pidana ini diancam dengan hukuman hadd, yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah. Ini berarti bahwa baik kuantitas maupun kualitas ditentukan dan ia tidak mengenal tingkatan serta harus dilaksanakan.
Tindak pidana dalam kategori ini, di antaranya: Perzinaan Tuduhan (palsu) berbuat zina Minum-minuman keras Murtad Pencurian Pemberontakan Perampokan Murtad
Contoh konkrit: Qanun (NAD)No.12 Tahun 2003 ttg Minuman khamar dan sejenisnya. Pasal 5, berbunyi; Setiap orang dilarang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya., Pasal 26, berbunyi; Setiap orang yg melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dlm pasal 5, diancam dg ‘uqubat hudud 40 (empat puluh) kali cambuk., Dalam penjelasan pasal-pasal dinyatakan ttg yg dimaksud dg khamar dan sejenisnya adalah minuman yg mempunyai sifat ato kebiasaan memabukkan atas dasar kesamaan illat (sebab), yaitu memabukkan, sepert ; bir brendi, wiski, tuak, dsbnya.
Tindak pidana Qisas/Diyat. Tindak pidana dalam kategori ini kurang serius dibanding yang pertama (hudud) namun lebih berat daripada ta’zir. Sasaran dari tindak pidana ini adalah integritas tubuh manusia, sengaja atau tidak sengaja. Atau dalam hukum pidana modern dikenal dengan kejahatan terhadap manusia.
Tindak pidana dalam kategori ini, meliputi: pembunuhan dengan sengaja pembunuhan menyerupai sengaja pembunuhan karena kealpaan penganiayaan menimbulkan luka/sakit karena kelalaian
Tindak pidana ta’zir. Adalah setiap tindak pidana yang tidak ditentukan sanksinya oleh al- quran maupun hadis nabi, yang berkaitan dengan tindak pidana yang melanggar hak Allah dan hak hamba.
Tindak pidana yang berkaitan dengan hak Allah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misal perampokan, pencurian, perzinaan, pemberontakan. Tindak pidana yang berkaitan dengan hak hamba adalah segala sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia. Misal tidak membayar utang, penghinaan.
Tindak pidana ini dibedakan atas 3 bagian: Tindak pidana hudud atau qisas yang subhat atau tidak memenuhi syarat namun sudah merupakan maksiat. Misal percobaan pencurian, pencurian dikalangan keluarga. Tindak pidana yang ditentukan oleh alquran dan hadits namun tidak ditentukan sanksinya. Misal penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah. Tindak pidana yang ditentukan pemerintah untuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.
Landasan dan penentuan hukumnya didasarkan pada ijma’ (konsensus) berkaitan dengan hak negara muslim untuk mencegah tindakan dan menghukum semua perbuatan yang tidak pantas, yang menyebabkan kerugian atau kerugian fisik, sosial, politik, finansial atau moral bagi individu atau masyarakat secara keseluruhan.
Dalam sejarah hukum pidana Islam tindak pidana yang diancam dengan hudud atau qisas/diyat hampir tidak pernah dilakukan, kecuali dalam perkara yang sangat sedikit. Pada umumnya tindak pidana yang banyak terjadi adalah yang diancam dengan ta’zir.karena perhatian ajaran Islam atas kemaslahatan manusia sangat besar.
Jenis-jenis tindak pidana yang diancam pidana mati Zina Perampokan (Hirabah) Murtad Pemberontakan Pembunuhan sengaja
Proses pengadilan Hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ketat. Dalam kasus zina: Hukuman mati bagi pelaku muhsan (terikat kawin) hanya dapat dilakukan setelah melalui proses pembuktian yang ketat, sehingga dimasa nabi dan sahabat penjatuhan hukuman ini dapat dihitung dengan jari.
Alat bukti zina ada 3, yaitu: 4 orang saksi yang langsung melihat perzinaan tersebut. Tentu ini tidaklah mudah, karena adanya ancaman pidana 80 x cambuk bagi mereka penuduh zina yang tidak terbukti. Pengakuan. Rasulullah pernah menangguhkan rajam kepada Ma’iz sampai ia mengaku empat kali, karena rasul meragukan kesehatan akal Ma’iz. Bahkan Ma’iz dikembalikan kepada sukunya untuk ditanya apakah akalnya sehat dan setelah itu baru dirajam. Indikasi-indikasi tertentu, semisal kehamilan.
Eksekusi pidana mati Apabila perzinaan telah terbukti maka hakim wajib menjatuhkan hukuman had kepada para pelakunya. Teori tadakhul: Jika seorang pelaku zina telah berkali- kali melakukan perzinaan kemudian tertangkap, maka baginya cukup dijatuhi hukuman sekali saja.
Akan tetapi jika ia melakukan perzinaan, di samping itu juga melakukan tindak pencurian atau tindak pidana lainnya, maka masing-masing kejahatan dikenakan hukuman. karena kedua macam tindak pidana itu berbeda tujuannya, yakni yang satu memelihara kehormatan dan yang lain menjaga harta. Eksekusi dilakukan oleh pemerintah atau orang atau badan yang diberi wewenang oleh pemerintah Pelaksanaan sanksi harus terbuka dan diketahui umum, agar hukuman tersebut berdaya preventif.