TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA
Advertisements

HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 12
Hubungan HI dan Hukjum Nasional
HAK PEKERJA.
HUKUM PERJANJIAN Oleh : YAS.
HUKUM PERIKATAN Pertemuan Keempat Tujuan Umum
HAK ASASI MANUSIA PERKULIAHAN TGL 30 DESEMBER 2009.
ASPEK HUKUM PERIKATAN Dr. Marzuki, SH M.Hum.
NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja)
TUGAS KAPITA SELEKTA HUKUM PERJANJIAN KELOMPOK 3
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Hak-hak Sipil dan Politik
HAK PATEN Handout Kelima.
Yurisdiksi Negara.
HUKUM PENGANGKUTAN.
GUGURNYA HAK MENUNTUT Sesi XII.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
Utang dalam Kepailitan
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
HAK DAN KEWAJIBAN WARGANEGARA
UU INFORMASI & TRANSAKSI ELEKTRONIK
BAB VII HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PADA KARYAWAN
ETIKA BISNIS BAHAN AJAR 7 HAK PEKERJA.
Perjanjian jual beli PERTEMUAN - 13.
Pemahaman tentang bangsa, negara, hak dan kewajiban warga negara
TANGGUNG JAWAB NEGARA Ikaningtyas.SH.LLM.
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL
HUKUM PERJANJIAN.
WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur)
PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
HUKUM PERJANJIAN Oleh : YAS.
Asuransi Personal Modul 12 Berbagai Bentuk Tanggung Gugat
PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA
PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pencegahan Perkawinan
TEORI DAN ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
YURISDIKSI NEGARA IKANINGTYAS, SH.,LLM.
HUKUM PERIKATAN Pertemuan - 03.
Pembelaan debitur yang dituduh lalai
Pengakuan Negara / State Recognition
PENGERTIAN BANGSA DAN NEGARA
PERDAMAIAN DAN UPAYA HUKUM DALAM KEPAILITAN
HUKUM TATA NEGARA.
Etty R. Agoes Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
PRINSIP, SYARAT DAN PIHAK DALAM KEPAILITAN
Perjanjian Sewa-Menyewa
PELATIHAN GSM JUNI 2010 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN DAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PERJANJIAN Oleh : LUSIA NIA KURNIANTI, SH., MH.
TANGGUNG JAWAB NEGARA Al Khanif, S.H. (Universitas Jember), M.A. (Universitas Gadjah Mada, LL.M. (University of Lancaster), Ph.D (School of Oriental and.
Hukum Perikatan Pertemuan 3.
Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara
Alasan mengajukan gugatan
INSTRUMEN HAM INDONESIA
HUKUM PERJANJIAN.
Oleh: Dr. Danang Wahyu Muhammad, S.H., M.Hum.
BADAN USAHA TIDAK BERBADAN HUKUM
PENGAKUAN.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
HUKUM PERJANJIAN.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (JENIS-JENIS PHK)
MOGOK KERJA DAN LOCK OUT PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
Pengakuan Negara / State Recognition
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial.
WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur)
Rachmi Sulistyarini, SH MH
KEDAULATAN NEGARA VERSUS KEKEBALAN DIPLOMATIK AMINUDDIN ILMAR.
SUMBER HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
HUKUM PERIKATAN.
CORFU CHANNEL CASE. INSIDEN SELAT CORFU Corfu Channel Insident atau selat corfu adalah pertikaian yang terjadi antara 2 negara yakni Albania dan Inggris.
Transcript presentasi:

TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

1. Terhadap Orang Asing dan Property Milik Asing Negara memiliki hak dan kewajiban untuk memberikan perlindungan pada warga negaranya yang ada di luar negeri   Keberadaan Hak dan Kewajiban ini dalam praktik sering menimbulkan konflik kepentingan antarnegara. Di satu sisi negara asal WNA (Home State) tentu ingin memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada warga negaranya yang berada di luar negeri, disisi lain negara dimana WNA berada (Host State) ingin melaksanakan yurisdiksi teritorialnya, melindungi kepentingan warga juga negaranya yang kemungkinan dirugikan oleh tindakan WNA yang ada di negaranya, tanpa campur tangan pihak ading mana pun.

Dalam praktik, perlakuan buruk negara-negara (ill treatment) terhadap WNA dapat menimbulkan tanggung jawab negara. Perlakuan buruk yang dimaksud adalah sebagai berikut : Pengingkaran Keadilan (denial justice); Pengambilalihan harta benda pihak asing secara tidak sah; Kegagalan untuk menghukum seseorang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap serangan yang ditujukan pada pihak asing; Kerugian langsung yang disebabkan tindakan organ negara.

Menyangkut standar yang tepat untuk memperlakukan orang asing di suatu negara sering kali diperdebatkan antara standar minimum internasional dengan standar nasional. Standar minimum internasional diinginkan oleh kelompok negara maju. Negara maju ini menginginkan warganya diperlakukan sesuai standar minimum internasional terlepas dari bagaimana suatu negara memperlakukan warganya sendiri. Manakala standar minimum tidak terpenuhi maka akan muncul tanggung jawab internasional.   Arti Standar disini tidak hanya standar hukumnya, tetapi juga standar dalam arti penegakan hukumnya yaitu perlindungan efektif menurut Hukum Internasional.

Adapun standar nasional adalah apa yang dikemukakan negara-negara berkembang dan terkebelakang yang menginginkan persamaan perlakuan antara warga negaranya sendiri dengan warga asing menurut standar nasional. Warga asing menurut kelompok ini tidak berhak menuntut lebih dari nasional yang diberikan pada warga sendiri. Karena kehadiran secara sukarela warga asing di sebuah negara menimbulkan konsekuensi kesediaan tunduk dan menerima hukum setempat.   Negara Teritorial bertanggung jawab hanya apabila ada diskriminasi dengan warga setempat. Prinsip standar minimum internasional dalam pandangan negara berkembang hanya digunakan sebagai sarana untuk mengintervensi kebijakan negara berkembang.

Dua pendekatan tersebut bermuara di satu titik temu yaitu dalam konsep pengaduan internasional terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang esensial. Dua prinsip perlakuan terhadap orang atau warga asing. Pertama, orang asing harus menikmati hak-hak serta jaminan yang sama dengan warga negara yang bersangkutan, maksudnya harus tidak kurang daripada HAM fundamental manusia yang diakui dan ditetapkan dalam Hukum Internasional. Kedua, Tanggung jawab internasional akan timbul apabila HAM/fundamental tersebut dilanggar.

Menyangkut Nasionalisasi atau expropriation yang sering dilakukan oleh pemerintah suatu negara terhadap kepemilikan asing yang menimbulkan kerugian bagi merekamenurut hukum kebiasaan asing adalah ilegal, kecuali bila dilakukan dengan memberikan ganti rugi dengan prompt, adaquate effective. Nasionalisasi adalah sah merupakan tindakan dari negara berdaulat asalkan memenuhi standar ada ganti rugi menurut hukum kebiasaan internasional dan dilakukan untuk kepentingan publik dan tidak ada diskriminasi.

2. Terhadap Utang Publik (Public Debt) Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana kreditor menghadapi debitur yang tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya. Teori yang pertama diberikan oleh Lord Palmerston pada awal perkembangan internasional yang menyatakan bahwa, kegagalan negara membayar hutang memberikan hak pada pihak kreditor untuk mengambil langkah yang dirasakan perlu untuk memaksa pihak debitur melaksanakan kewajibannya. Langkah yang dimaksud adalah jalur diplomatik maupun kekerasan seperti military action.

Namun demikian seiring dengan perkembangan Hukum Internasional yang melarang digunakannya kekerasan maka dalam teori kedua yang dikemukakan Drago, Menteri Luar Negeri Argentina, tahun 1902, masalah penyelesaian hutang negara hanya dapat dilakukan melalui diplomatik maupun jalur hukum. Perkembangan berikutnya atau teori ketiga, yang diikuti saat ini, tidak ada ketentuan atau metode khusus bagaimana suatu negara debitur membayar hutang-hutangnya. Kewajiban negara debitur berkaitan dengan hutangnya sama dengan kewajiban yang muncul dari perjanjian internasional lainnya.

3. Terhadap Aktivitas Ruang Angkasa Aktivitas ruang angkasa dianggap sebagai aktivitas yang berisiko tinggi sehingga negara selalu dianggap bertanggung jawab absolut atau mutlak terhadap segala kerugian yang muncul dari aktivitas tersebut di permukaan bumi amupun di ruang udara. Tanggung jawab absolut ini berarti pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan letak kesalahan pihak tergugat penyebab terjadinya kerugian

Prinsip tanggung mutlak ini diterapkan dengan pemikiran akasn sangat sulit bagi penggugat membuktikan dimana letak kesalahan pembuat kerugian , mengingat aktivitas ruang angkasa adalah aktivitas dengan teknologi tinggi yang sangat sulit dipahami oleh orang awam. Tanggung jawab absolut ini juga berarti bahwa negara dianggap tahu dan seharusnya tahu terhadap segala aktifitas ruang angkasa yang terjadi di wilayahnya, siapapun pelakunya, negara sendiri atau pihak swasta.

Namun demikian, bila kerugian muncul di ruang angkasa mak prinsip tanggung jawab yang ada adalah based on fault principle atau tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Dengan demikian pihak penggugat harus membuktikan letak kesalahan tergugat untuk membuktikan letak kesalahan tergugat.

PENGECUALIAN/PEMBEBASAN DIRI DARI TUNTUTAN PERTANGGUNGJAWABAN

Ada beberapa alasan yang bisa digunakan negara untuk membela diri dari tuntutan pertanggung jawaban pihak asing : Penerapan Sanksi Atas Dasar HI Keadaan Memaksa (Force Majeur) State Necessity

1. Penerapan Sanksi Atas Dasar HI Meskipun penggunaan kekerasan terhadap negara lain, namun negara dapat melepaskan diri dari tuntutan pertanggungjawaban manakala penggunaan kekerasan yang dilakukannya dalam rangka sanksi atas pelanggaran hukum internasional yang dilakukan pihak asing BAB VII Piagam PBB meupakan dasar hukum yang kuat yang mengizinkan digunakannya kekerasan secara kolektif atas nama PBB terhadap suatu negara untuk menghentikan pelanggaran hukum internasional yang dilakukan negara tersebut.

2. Keadaan Memaksa (Force Majeur) Negara juga dapat menggunakan pengecualian ini dari pertanggungjawaban pihak asing manakala terjadi sesuatu hal atau kejadian yang merugikan pihak asing diluar prediksi negara dan memang tidak bisa diprediksi sebelumnya, tidak ada kesengajaan, dan negara tidak kuasa mencegah atau menghindarinya Sebagai contoh : Negara A membuat kontrak dengan negara B untuk menyelesaikan proyek bangunan dengan jangka waktu tertentu. Sayang sekali menjelang penyerahan proyek, terjadi bencana alam sehingga rusaklah proyek tersebut. Negara A berdasar Force Majeur dibenarkan meminta penangguhan penyerahan tanpa ada tuntutan pertanggungjawaban keterlambatan.

3. State Necessity Argumen ketiga dalah State Necessity, kepentingan negara yang darurat dan sangat penting dilaksanakan untuk meminimalisasi kerugian yang akan terjadi. Doktrin State Necessity agak sulit dibedakan dengan Force Majeur. Namun demikian, pada umumnya negara tidak memiliki pilihan lain, apa yang dilakukan negara merupakan satu-satunya jalan yang dapat dilakukan negara untuk menyelamatkan kepentingan esensiil terhadap bahaya yang sangat besar.