KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE : DALAM RUU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK OLEH : Dr. MARLINA, SH, M.HUM DISAMPAIKAN PADA SEMINAR SOSIALISASI RUU TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI HOTEL GRAND ANTARES, JUMAT, 18 Juni 2010 MEDAN
LATAR BELAKANG Anak adalah mahluk yang masih memerlukan perawatan dan perlindungan khusus dari negara dan masyarakat Anak adalah mahluk yang belum secara cermat dapat menangkal dan melindungi dirinya sendiri. Akibat dari majunya teknologi dan ilmu pengetahuan salah satu dampak negatifnya menyebabkan anak terkait sebagai pelaku dan korban tindak pidana. Sebagai generasi bangsa ketika anak berhadapan dengan hukum baik sebagai pelaku maupun sebagai korban anak tetap harus mendapatkan perlindungan hukum. Anak memiliki hak mendapatkan perlindungan.
Secara legislasi pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak diantaranya: Pasal 66 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam proses peradilan anak: Hak untuk tidak disiksa Tidak boleh dihukum mati atau seumur hidup Dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum Perampasan kemerdekaan sebagai upaya terakhir Pemisahan tahanan anak dari orang dewasa Hak atas bantuan hukum Memperoleh keadilan di depan hukum
Pasal 64 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Perlakuan terhadap anak secara manusiawi sesuai dengan martabatnya Adanya pendamping khusus anak Penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik buat anak Penyediaan sarana dan prasarana yang cukup Penghindaran dari publikasi Secara internasional PBB telah menetapkan pedoman pelaksanaan SPPA dalam Beijing Rules, yang memuat prinsip-prinsip Non diskriminasi dalam proses peradilan Peradilan yang adil, efektif dan manusiawi Penentuan batas usia pertanggungjawaban Penjatuhan pidana penjara sebagai upaya terakhir Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak/orang tua Perlindungan privasi anak
Kenyataan kondisi sistem peradilan pidana anak Indonesia saat ini Masih ada tindakan kekerasan pada saat pemeriksaan Tidak adanya pemberitahuan orang tua/wali saat penangkapan anak Proses penahanan sebelum putusan pengadilan Jaksa mengajukan tuntuan pidana bukan tindakan Kondisi lembaga pemasyarakatan yang ada hari ini belum mendukung proses pembinaan terhadap anak Masih adanya stigmatisasi dari masyarakat terhadap anak ditemukan tidak semua anak masuk dalam sistem peradilan pidana Masih terbatasnya rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan anak Petugas pemasyarakatan di bidang pembinaan dan kegiatan kerja yang masih terbatas
Kondisi sistem peradilan pidana dan UU No Kondisi sistem peradilan pidana dan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang belum sepenuhnya memasukan prinsip Beijing Rules memunculkan pemikiran bahwa perlu adanya perubahan
Revisi UU No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Filosofi sistem peradilan pidana anak: kepentingan terbaik untuk anak Memasukan konsep diversi dan restorative justice Perlindungan anak dalam proses peradilan pidana Perlindungan Privasi anak pelaku tindak pidana Perampasan kemerdekaan sebagai upaya terakhir
Judul:RUU Sistem Peradilan Pidana Anak Sesuai dengan penjelasan pasal 1 ayat 1 bahwa pengertian SPPA adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
RUU SPPA yang terdiri dari 10 Bab 88 Pasal telah mencakup tahapan dalam sistem peradilan pidana anak, hal ini juga telah tercermin dengan adanya pengkhususan seperti penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak, hakim kasasi anak. Hanya saja RUU SPPA belum mengkhususkan pembimbing kemasyarakatan anak.
Filosofi SPPA: RUU SPPA Filosopi SPPA: yaitu mengutamakan perlindungan dan rehabilitasi pelaku anak sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibanding dengan orang dewasa. Anak memerlukan perlindungan dari negara dan masyarakat dalam jangka waktu kedepan yang masih panjang. Terhadap anak yang terlanjur menjadi pelaku tindak pidana diperlukan strategi SPPA yang mengupayakan seminimal mungkin intervensi SPP
Anak yang melakukan tindak pidana sangat dipengaruhi berbagai faktor diantaranya lingkungan pengaulan teman sebaya dan lingkungan keluarga yang tidak harmonis atau juga karna faktor ekonomi
RUU SPPA Mengadopsi prinsip beijing rules Mengubah landasan filosofi SPPA anak Memperhatikan ketentuan hukum yang telah ada seperti UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Konversi Hak anak (kepres No. 36 Tahun 1990
Pasal 2 dan Pasal 3 RUU SPPA. Pasal 2 SPPA berasaskan: Perlindungan dan non diskriminasi kepentingan terbaik bagi anak, Penghargaan terhadap pendapat anak Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, Proposional dan perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir.
Pasal 3 RUU SPPA Perlakuan secara manusiawi Pemisahan dengan orang dewasa Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya Melakukan kegiatan rekreasional Bebas penyiksaan, tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup
Mengenai konsep diversi dan restorative justice Bab II: Diversi yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap ABH akan tercapai apabila semua sub SPPA mengupayakan diversi pada setiap tingkat pemeriksaandengan menjalankan hak diskresi yang dimiliki aparat dalam sub SPPA. DIVERSI “Sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana” (Jack E. Bynum)
Diskresi (discretion) Wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindkan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya. RUU SPPA Pasal 7 pada semua tingkatan pemeriksaan, mulai dari penyidikan,penuntutan dan pemeriksaan perkara anak dipengadilan wajib mengupayakan diversi dan hal ini di pertegas kembali dalam Pasal 28 penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu 7 hari setelah ditemukan anak.
Pasal 37 Penuntut umum wajib mengupayakan diversi. Pasal 49 Hakim wajib mengupayakan diversi Namun dalam hal ini diversi yang di lakukan masing-masing tingkatan pemeriksaan perkara anak harus merujuk ketentuan pasal 9 tentang pertimbangan diversi yaitu: Kategori tindak pidana Usia anak Hasil penelitian kemasyarakatan dari balai pemasyarakatan Kerugian yang ditimbulkan Tingkat perhatian masyarakat Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
Kewenangan untuk melakukan diversi adalah dari aparat penegak hukum pada masing masing tingkatan pemeriksaan sebagaimana yang di muat dalam Pasal 7 maka Pasal 8 mengatur ketentuan pertimbangan dilakukannya diversi yang ada di pasal 9, setelah itu baru proses diversi. Jadi Pasal 8 menjadi pasal 9, Pasal 9 menjadi Pasal 8 Tiga bentuk Program Diversi Pelaksanaan Kontrol secara sosial Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku Menuju proses restorative justice.
Restorative Justice “sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggan tersebut demi kepentingan masa depan” (Tony F. Marshall) Pihak yang terlibat dalam restorative justice yaitu mediator, koban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya dan wakil masyarakat
Karakteristik pelaksanaannya: Tujuan RJ Mempertemukan pihak korban, pelaku dan masyarakat dalam satu pertemuan; Mencari jalan keluar terhadap penyelesaian; Memulihkan kerugian yang telah terjadi. Karakteristik pelaksanaannya: membuat pelanggar bertanggungjawab atas perbuatannya; membuktikan kemampuan dan kesempatan pelaku bertanggungjawab ; pelibatan korban, pelaku, orang tua korban dan pelaku, teman sekolah, teman bermain dan masyarakat ; Menciptakan forum bekerja sama; Menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial.
Prasyarat pelaksanaan restorative justice Pernyataan bersalah dari pelaku Persetujuan korban Persetujuan pihak aparat penegak hukum Dukungan masyarakat setempat Pasal 8 : (1) proses diversi dilakukan melalui musyawarah yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakat dan pekerja sosial profesional (2) Jika di perlukan dapat melibatkan relawan sosial dan atau masyarakat (3) Memperhatikan: kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggungjawab anak, penghindaran stigma negatif dan pembalasan, keharmonisan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum
BAB VIII RUU SPPA PERAN SERTA MASYARAKAT Melaporkan pelanggaran anak pada pihak berwenang Mengusulkan perumusan dan kebijakan Melakukan Penelitian dan pendidikan anak Memantau kinerja APH penangganan anak Sosialisasi hak anak serta peruu terkait anak Terima Kasih