KILAS BALIK, URGENSI DAN PROSES PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIS DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN RUANG UDARA NASIONAL (RUU-PRUN) Oleh: Prof. Dr. I B R Supancana Disampaikan pada Pertemuan FGD Inisiatif Penyusunan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional Diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 7 Agustus 2014
SISTEMATIKA INISIATIF AWAL PERKEMBANGAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIS DAN RUU PRUN SUBSTANSI POKOK NASKAH AKADEMIS DAN RUU PRUN URGENSI PENGATURAN KE DEPAN REKOMENDASI
I. INISIATIF AWAL Berbagai Studi di DEPANRI dan LAPAN Ide Pembentukan UU Kedirgantaraan Nasional (meliputi Ruang Udara dan Antariksa) Ide Pemisahan antara Pembentukan UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dengan UU Keantariksaan
I.A. Berbagai Studi di DEPANRI dan LAPAN Studi dalam rangka Penyusunan Konsepsi Kedirgantaraan Nasional Studi tentang Batas Ruang Udara Nasional secara Horisontal dan Vertikal Studi tentang Implikasi Konvensi Hukum Laut terhadap Status Ruang Udara di atasnya
I.B. IDE PEMBENTUKAN UU KEDIRGANTARAAN NASIONAL Pertimbangan belum jelasnya batas antara Ruang Udara dan Antariksa Pertimbangan mengakomodasikan Kepentingan Nasional di Ruang Udara dan Antariksa
I.C. Ide Pemisahan Pembentukan UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional dengan Pembentukan UU Keantariksaan Pertimbangan Rezim Hukum yang berbeda antara Ruang Udara dan Antariksa Ruang Udara tunduk pada kedaulatan negara kolong (subjacent state) secara penuh dan eksklusif Antariksa merupakan wilayah kemanusiaan (province of mankind) yang tidak tunduk kepada kepemilikan nasional
II. PERKEMBANGAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIS DAN RUU PRUN Rekomendasi Sidang Kabinet Gotong Royong Surat Menko Perekonomian No. S. 184/Menkon/o5/2003 Hasil raker dengan Komisi VIII DPR Kerjasama LAPAN dan Sekretariat Depanri dengan Pranata Pembangunan UI Naskah Akademis Awal, selesai Desember 2003 RUU (PRUN) Awal, selesai Desember 2003 Uji Publik Pertama, 12 Desember 2003 Pembahasan dengan wakil instansi terbatas Penetapan prioritas Prolegnas Harmonisasi dikoordinir oleh Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Rapat Pembulatan Substansi Rapat Pleno, 23 Maret 2006 RUU Revisi terakhir adalah April 2007 Oleh LAPAN diputuskan untuk tidak diteruskan, dan difokuskan pada penyelesaian UU Keantaariksaan (UU No. 21 tahun 2013).
III. SUBSTANSI POKOK NASKAH AKADEMIS DAN RUU PRUN A. Naskah Akademis B. Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU-PRUN)
III.A. NASKAH AKADEMIS Bab I : Pendahuluan (latar belakang, maksud dan tujuan, metode pendekatan studi, metode penelitian, sistematika laporan; Bab II : Konsepsi Pengaturan Pengelolaan Ruang Udara nasional (Latar belakang pembentukan RUU-PRUN; Pengertian ruang udara dan pengelolaan; landasan filosofis, yuridis, sosiologis; asas, tujuan dan sasaran; fungsi ruang udara nasional; batas vertikal ruang udara nasional; ruang lingkup pengelolaan; zonasi/kawasan ruang udara nasional; wewenang dan tanggung jawab daerah; prinsip tanggung jawab; kerjasama; data dan informasi; partisipasi publik; koordinasi dalam PRUN; penegakan kedaulatan dan hukum); Bab III : Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan (kedaulatan atas ruang udara nasional; pertahanan keamanan negara; penerbangan; telekomunikasi dan frekuensi; kenavigasian; energi; kegiatan industri; bangunan bertingkat tinggi; jaringan transmisi telekomunikasi dan listrik; olah raga dan wisata udara; pengembangan Iptek; perubahan cuaca dan iklim); Bab IV : Materi Muatan RUU PRUN (konsiderans menimbang; konsiderans mengingat; peristilahan dan batasan; asas dan tujuan; ruang lingkup PRUN; fungsi ruang udara nasional; perencanaan; pemanfaatan; pengembangan; pengendalian; pembinaan; koordinasi; kerjasama; sistem informasi; pembiayaan; pengawasan; eran serta masyarakat; penegakan hukum di ruang udara nasional; penjelasan umum); Bab V : Penutup (Kesimpulan dan Rekomendasi)
III.B. Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU-PRUN) Ketentuan Umum Prinsip Dasar (penguasaan, batas vertikal dan horisontal) Fungsi Ruang Udara (pertahanan dan keamanan negara, ekonomi dan sosial, serta lingkungan) Asas dan Tujuan Wewenang dan Tanggung Jawab (Pemerintah) Penyelenggaraan Pengelolaan Ruang Udara (perencanaan, pemanfaatan, pengembangan, pengendalian, pembinaan dan pengawasan) Data dan Informasi (sistem informasi PRUN) Kerjasama Pembiayaan Koordinasi Peran Serta Masyarakat Penyelesaian Sengketa Penegakan Hukum Ketentuan Sanksi Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup (16 Bab dan 97 Pasal)
IV. URGENSI PENGATURAN KE DEPAN Adanya Amanat UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan pengelolaan ruang udara diatur dengan UU sendiri (Pasal 6 ayat 5); Masih adanya kekosongan hukum dalam aspek-aspek tertentu pengelolaan ruang udara nasional yang belum diatur secara komprehensif dalam UU lain seperti UU Penerbangan (UU No. 1 tahun 2009); UU tentang Wilayah Negara (UU No. 43 tahun 2008); UU tentang Pertahanan Negara (UU No. 32 tahun 2002); UU tentang TNI (UU No. 34 tahun 2004); Aspek-aspek yang belum diatur secara tuntas meliputi namun tidak terbatas pada: belum jelasnya batas vertikal dan horisontal dari ruang udara nasional; pengaturan pengamanan wilayah udara negara; pengaturan tentang kewenangan penyidik di luar Polisi dan PPNS terkait pelanggaran wilayah udara; dan tindak pidana di/melalui ruang udara; pemanfaatan ruang udara untuk kepentingan internasional (misal ALKI); pengendalian kegiatan di ruang udara di atas wilayah konflik; masalah FIR; pengaturan tentang kewenangan daerah dalam pengaturan ketinggian bangunan (bangunan tinggi dan menara); pembagian kewenangan Pusat dan Daerah dalam pengelolaan ruang udara; pengaturan tentang sumber energi angin; pengaturan pengelolaan ruang udara untuk kepentingan Iptek; pengaturan olah raga dan wisata dirgantara; dll.
V. REKOMENDASI Perlu kajian ilmiah yang mendalam tentang masalah-masalah terkait pengelolaan ruang udara nasional yang belum diatur oleh undang-undang lainnya; Perlu kajian mendalam apakah masalah-masalah yang belum diatur tersebut memerlukan intervensi regulasi dalam bentuk undang-undang; Jika dipandang perlu intervensi regulasi, maka haruslah bersifat melengkapi (complementary) dan tidak tumpang tindih dengan UU lain; Perlu pemutakhiran NA dan RUU sesuai dengan ketentuan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; Perlu penetapan Kementerian/Lembaga yang akan menjadi inisiator dan bagaimana mekanisme pengalihannya jika Kementerian/Lembaga tersebut di luar LAPAN.
Short Biography Nama : I B R Supancana Pendidikan terakhir: Doktor di bidang Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Universitas Leiden, Belanda (Promosi tahun 1998). Pekerjaan : - Guru Besar Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta; - Chairman/Founder of Center for Regulatory Research, Jakarta; - Konsultan, Advisor dan Nara Sumber pada beberapa Lembaga Internasional dan Instansi Pemerintah