(Pertemuan ke 11)
Dasar peradilan termuat dalam UUD 1945 dalam pasal 24 yang menyebutkan: (1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna me- negakkan hukum dan keadilan. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Dari Pasal 24 UUD 1945 tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia terdapat 4 lingkungan peradilan, yaitu: 1. Lingkungan Peradilan Umum 2. Lingkungan Peradilan Agama 3. Lingkungan Peradilan Militer 4. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara (peradilan administrasi) di Indonesia merupakan suatu kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat secara maksimal. Perlindungan hukum terhadap rakyat atas tindak pemerintah- an tidak dapat ditampung oleh peradilan umum yang ada. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu peradilan khusus
Perlindungan hukum terhadap rakyat atas tindak pemerintah- an tidak dapat ditampung oleh peradilan umum yang ada. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu peradilan khusus yang dapat menyelesaikan masalah tersebut, yakni sengketa antara Pemerintah dengan rakyat. Peradilan ini dalam tradisi rechstaat disebut dengan peradilan administrasi.
Tujuan pembentukan PTUN: 1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu 2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. PTUN diciptakan untuk menyelesaikan sengketa an- tara Pemerintah dan warga negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat dan adanya tindakan- tindakan Pemerintah yang dianggap melanggar hak- hak warga negaranya.
Fungsi dari PTUN adalah sebagai sarana untuk me-nyelesaikan konflik yang timbul antara Pemerintah (Badan atau Pejabat UTN) dengan rakyat (Orang atau Badan Hukum) sebagai akibat dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya Keputusan TUN. Kehadiran PTUN adalah agar masyarakat dapat melakukan pengawasan atau kontrol bahkan mengajukan gugatan dan atau tuntutan terhadap tindakan administratif aparatur negara yang merugikan masyarakat dengan harapan agar dapat me- nimbulkan dan mengembangkan rasa tanggung jawab/akun- tabilitas (accountability) aparatur negara terhadap masyarakat demi mewujudkan pelayanan yang baik. Jika dilihat dari fungsinya, kehadiran PTUN adalah sebagai alat kontrol dari masyarakat terhadap perbuatan pemerintah dalam melaksanakan public service agar dilakukan dengan rasa tanggung jawab.
Ruang lingkup sengketa tata usaha negara menurut LAN: 1. Perizinan (dispensasi, izin, lisensi, konsesi). 2. Administrasi kepegawaian negeri (kenaikan pangkat, perlakuan tidak adil). 3. Administrasi keuangan negara (kekeliruan pembukuan, ke- keliruan hitung, kekeliruan pertanggungjawaban). 4. Administrasi perumahan dan pergedungan (status rumah, status gedung, sewa, tanggung jawab perawatan, dsb.). 5. Perpajakan (penetapan jumlah, tata cara penagihan). 6. Perbeacukaian (penetapan kriteria, tata cara penagihan). 7. Agraria (pengambilan tanah untuk pelebaran jalan, sewa rumah).
8.Pefilman (Lembaga Sensor Film, perizinan impor film). 9. Pemeriksaan bahan makanan dan mutu barang dagangan. 10. Keselamatan perusahaan dan keselamatan kerja, pemeriksa- an instrumen-instrumen. 11. Jaminan sosial, tunjangan cacat, fakir miskin. 12. Pertarifan dan pembayaran uang sekolah, pendidikan. 13. Kebersihan kota, tata cara penanggulangan sampah. 14. Organisasi dan pengaturan lalu lintas darat, air, dan udara. 15. Keamanan dan ketertiban kota, keindahan kota. 16. Pertanian, perhewanan, peternakan, perikanan, perhutanan. 17. Pengamanan dan perawatan jalan, jembatan, dan pelabuhan. 18. Organisasi dan pengamanan toko-toko, pasar-pasar umum.
19. Organisasi dan pengamanan rumah-rumah penginapan. 20. Kesehatan rakyat, rumah sakit, klinik-klinik, pertarifan, dan organisasinya. 21. Pelayanan yang dilakukan oleh BUMN, seperti pos, telepon, listrik, air. 22. Masalah perbankan. 23. Masalah-masalah yang berkaitan dengan proses peradilan. 24. Masalah hak asasi dalam arti luas. 25. Masalah-masalah yang baru sesuai perkembangan zaman (dalam hal ini ekses perkembangan ilmu dan teknologi, seperti penyadapan informasi da kejahatan komputer).
Menurut Marbun & Machfud MD, ciri-ciri kompetensi absolut PTUN yaitu: (dalam Yaved Neno) 1. Pihak-pihak yang bersengketa adlah orang atau Badan Hukum Perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. 2. Obyek sengketa adalah Keputusan TUN, yakni penetapan tertullis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN. 3. Keputusan yang dijadikan obyek sengketa itu berisi tindakan hukum TUN. 4. Keputusan yang dijadikan obyek sengketa itu bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
Dari ciri-ciri tersebut tersirat unsur-unsur sengketa TUN yang terdiri dari subyek dan obyek sengketa. Menurut Pasal 1 angka (4) UU Nomor 5 Tahun 1986, terdapat unsur-unsur sengketa TUN, meliputi: 1. Subjek yang bersengketa, yaitu orang atau badan hukum perdata di satu pihak dan Badan atau Pejabat TUN di pihak lain, dan 2. Objek sengketa, yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN.
Cara penyelesian sengketa TUN melalui PTUN sebagaimana di- atur dalam Paal 48 UU Nomor 5 Tahun 1986, pada intinya me- nekankan bahwa penyelesaian sengketa TUN yang merupakan kompetensi PTUN harus menempuh tiga upaya hukum, yaitu: 1. Upaya hukum administratif. 2. Upaya hukum perdamaian. 3. Upaya hukum melalui badan peradilan.
Upaya Hukum Administratif -- diatur dalam Pasal 48 ayat (1) UU Nomor 5 tahun 1986: Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan TUN. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan banding administratif. Apabila penyelesaian KTUN dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan itu, maka prosedur yang ditempuh tersebut disebut keberatan.
Upaya Hukum Perdamaian -- ada tiga fungsi utama PeradilanAdministrasi Negara, yaitu: fungsi penasihatan, fungsi perujukan, dan fungsi peradilan. Fungsi penasihatan meliputi penasihatan kepada penguasa, kepada rakyat, dan atau badan hukum swasta, baik nasihat untuk melakukan sesuatu maupun untuk tidak melakukan sesuatu. Fungsi ini merupakan suatu perlindungan hukum secara preventif karena fungsi yang diharapkan untuk men- cegah atau setidak-tidaknya mengurangi sengketa yang mungkin terjadi antara pemerintah dan rakyat. Fungsi perujukan memungkinkan penyelesaian sengketa secara musyawarah antara para pihak dan keterlibatan pihak peradilan secara aktif.
Upaya Hukum Melalui Badan Peradilan -- Fungsi ini dilakukan apabila penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah tidak menemukan jalan penyelesaian akhir. Upaya ini dilakukan dengan cara mengajukan gugatan ke PTUN, dengan persyaratan memenuhi alasan-alasan sbb: a. KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan per-uu-an yang berlaku; b.Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan ke- putusan telah menggunakan keweangannya untuk tujuan lain; c.Badan atau Pejabat TUN setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan.