Matakuliah : F0422 / Pengantar Hukum Perdata dan Dagang Tahun : 2005 Versi : Revisi 1 Pertemuan 13 ARBITRASE
Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Menjelaskan tentang peradilan arbitrasi dan keuntungannya (C2)
Outline Materi PENGERTIAN ARBITRASE DASAR HUKUM SENGKETA TERTENTU ARBITER PROSEDUR ARBITRASE DASAR PUTUSAN WASIT PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN ARBITRASE NEGARA ASING BINDIN OPINION
Pengertian : Perkataan arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa Latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan itu, dapat menimbulkan salah pengertian tentang arbitrase, karena dapat menimbulkan kesan seolah-olah seorang arbiter atau suatu majelis arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak mengindahkan norma-norma hokum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya pada kebijaksanaan saja.
Pengertian : Kesan tersebut keliru, karena aribiter atau majelis tersebut juga menerapkan hokum seperti apa yang dilakukan oleh hakim atau pengadilan. Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau pengadilan. Penyelesaian atau pemutusan sengketa lewat arbitrase, adalah suatu praktek yang sudah lama dikenal di Indonesia.
Pengertian : Undang-undang Mahkamah Agung (Undang-undang No. 1 tahun 1950) ; yang memberikan dukungan kemungkinan banding terhadap putusan arbitrase, memakai perkataan wasit untuk arbiter dan pewasitan untuk arbitrase. Arbitration Act 1950 dari Inggris, di samping perkataan arbitrator juga memakai perkataan umpire yang artinya sama dengan perkataan Belanda scheidsman dan perkataan Indonesia wasit. Tetapi perkataan umpire tersebut ditujukan kepada arbiter tunggal atau ketua suatu team arbiter.
Pengertian : Dasar hukum arbitrase adalah bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila dua orang atau pihak yang terlibat dalam suatu sengketa, mengadakan persetujuan bahwa mereka menunjuk seorang pihak ketiga yang mereka berikan wewenang untuk memutus sengketa itu sedangkan mereka berjanji untuk tunduk kepada putusan yang akan diberikan oleh pihak ketiga tersebut. Apabila salah satu pihak kemudian enggan memberikan bantuannya untuk pengambilan keputusan atau tidak mentaati keputusan yang telah diambil oleh orang yang mereka berikan wewenang untuk memutus sengketa tersebut, maka pihak itu dianggap melakukan breach of contract atau melanggar perjanjian.
Pengertian : Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase lebih disukai oleh pelaku ekonomi dalam kontrak bisnis yang bersifat nasional maupun internasional, dikarenakan sifat kerahasiaan, prosedur sederhana dan putusan arbiter mengikat para pihak disebabkan putusan yang diberikan bersifat final. Sebagai upaya hukum dalam perkembangan dunia usaha baik nasional maupun internasional pemerintah telah mengadakan pembaharuan terhadap Undang-Undang Arbitrase Nasiona dengan dikeluarkan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Syarat Arbitrase : Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
Syarat Arbitrase : Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana dimaksud diatas memuat dengan jelas, antara lain : nama dan alamat para pihak; penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku; perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa; dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada; cara penyelesaian yang dikehendaki; dan perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Syarat Arbitrase : Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud diatas, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk :
Syarat Arbitrase : Akta Notaris Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud diatas harus memuat : masalah yang dipersengketakan; nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase; tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; nama lengkap sekretaris; jangka waktu penyelesaian sengketa; pernyataan kesediaan dari arbiter; dan pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Syarat Arbitrase : Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan di bawah ini : Meninggalnya salah satu pihak, Bangkrutnya salah satu pihak, Novasi (pembaharuan utang), Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak, Pewarisan, Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok, Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut, atau Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Syarat Arbitrase : Suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri, maka Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan. Adapun jenis Arbitrase terdiri dari 2 (dua) macam yaitu : Arbitrase Ad hoc atau Arbitrase Volunter, Arbitrase Institusional. Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang memberikan jasa arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrse Muamalat Indonesia (BAMUI).
Syarat Arbitrase : Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, para pihak berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atau hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Lembaga Arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian dan memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion).
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan : Negosiasi Merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda, oleh karena itu negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan : Mediasi Merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat Kompromistis. Pihak ke 3 yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan sebagai Mediator, oleh karena itu pengertian mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut : Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan, Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam perundingan, Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian, Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan : Arbitrase Ada beberapa definisi yang diberikan oleh ahli hukum mengenai Arbitrase, antara lain menurut : Subekti, Arbitrase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau ditunjuk tersebut,
Kelebihan Lembaga Arbitrase : Kelebihan Lembaga Arbitrase dibanding dengan Lembaga Peradilan Keuntungan arbitrase antara lain : Cepat dan hemat Diadili oleh para ahli Rahasia Lebih bersifat kekeluargaan Hasil yang dicapai, terkadang memuaskan. Dapat menggunakan cara-cara yang baik dalam penyelesaian masalah seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Kelebihan Lembaga Arbitrase: Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain : dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif; para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil
Kelebihan Lembaga Arbitrase: Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Kekurangan Lembaga Arbitrase : Memerlukan waktu yang cukup lama dalam penyelesaiannya Melibatkan berbagai banyak pihak Biaya yang dikeluarkan juga tidak murah Memerlukan banyak proses yang berbelit-belit
Kekurangan Lembaga Arbitrase : Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas tidak semuanya benar, sebab di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat kerahasiaannya karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis bersifat internasional.
Pembatalan Putusan Arbitrase : Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain : Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu; Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang sengaja disembunyikan pihak lawan; atau Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Pembatalan Putusan Arbitrase: Permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari yang dihitung mulai dari hari jatuh tempo penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase tersebut. Setelah diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri, putusan tentang pembatalan tersebut akan keluar dalam waktu paling lama 30 hari sejak permohonan diterima dan terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut hanya dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir.
Pembatalan Putusan Arbitrase : Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut : Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Pembatalan Putusan Arbitrase: Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Pembatalan Putusan Arbitrase: Ketentuan umum dalam proses pembatalan arbitrase antara lain adalah : Permohonan pembatalan putusan arbitase harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Apabila permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima.
Pembatalan Putusan Arbitrase: Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.
Tujuan BANI : BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) BANI didirikan untuk tujuan : Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara lain di bidang-bidang Korporasi, Asuransi, Lembaga Keuangan, Fabrikasi, Hak Kekayaan Intelektual, Lisensi, Franchise, Konstruksi, Pelayanan/maritime, Lingkungan Hidup, Penginderaan Jarak Jauh, dan lain-lain dalam lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional.
Tujuan BANI : Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya, seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan Peraturan Prosedur BANI atau peraturan prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan. Bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan keahlian. Menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program pelatihan/ pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
Kesepakatan dan Prosedur Arbitrase BANI : Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul diantara mereka sehubungan dengan perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke arbitrase dihadapan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (“BANI”), atau menggunakan Peraturan Prosedur BANI makan sengketa tersebut diselesaikan dibawah penyelenggaraan BANI berdasarkan Peraturan tersebut, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa dan kebijaksanaan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui Arbitrase di BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif dan non konfrontatif.
Kesepakatan dan Prosedur Arbitrase BANI : Peraturan Prosedur ini berlaku terhadap arbitrase yang diselenggarakan oleh BANI. Dengan menunjuk BANI dan/atau memilih Peraturan Prosedur BANI untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase berdasarkan Peraturan Prosedur BANI.
Pendapat yang Mengikat : Tanpa adanya suatu sengketa, BANI dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai sesuatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. BANI dapat diminta memberikan pendapat yang mengikat misalnya mengenai : penafsiran ketentuan-ketentuan yang kurang jelas, dalam kontrak penambahan atau perubahan pada ketentuan-ketentuan berhubungan dengan timbulnya keadaan – keadaan baru, dan lain-lain.
Pendapat yang Mengikat : Dengan diberikannya pendapat oleh BANI tersebut, kedua belah pihak terikat padanya dan siapa saja dari mereka yang bertindak bertentangan dengan pendapat itu, akan dianggap melanggar perjanjian.
Kesepakatan Kerjasama BANI: Dalam rangka mengembangkan Arbitrase Internasional dan berbagai bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di bidang komersial antara para pengusaha di negara-negara yang bersangkutan, BANI telah mengadakan kesepakatan kerjasama dengan berbagai lembaga di negara-negara tersebut.
Kesepakatan Kerjasama BANI: Lembaga-lembaga tersebut antara lain: The Japan Commercial Arbitration Association; The Netherlands Arbitration Institute; The Korean Commercial Arbitration Board; Australian Centre for International Commercial Arbitration; The Philippines Dispute Resolution Centre; Hong Kong International Arbitration Centre; The Foundation for International Commercial Arbitration dan Alternative Dispute Resolution (SICA-FICA)