Menalar Tuhan Kelompok 1
Menalar Tuhan Manusia Bertanya Iman Diterangkan Secara Rasional
Manusia Bertanya Cakrawala Tak Terbatas Pertanyaan Tentang Tuhan Menolak Penolakan Penalaran
Iman Diterangkan Secara Rasional Filsafat Ketuhanan dan Teologi Pertanggungjawaban Rasional
Cakrawala Tak Terbatas Pemikiran filosofis tentang Tuhan disebut Filsafat Ketuhanan. Ketuhanan memikirkan apa yang berkaitan dengan “Tuhan” . Manusia adalah makhluk yang bertanya. Ia selalu percaya. Apa pun yang berhadapan dengannya dipertanyakannya, tak ada pengetahuan apa pun yang bisa membuatnya tidak mau bertanya lebih lanjut. Kenapa? Karena ia memang memerlukan pengetahuan. Ada dua kenyataan pada manusia yang tampaknya berlawanan & yang membuatnya selalu ingin mengetahui lebih jauh:
Pertama tentu karena hanya dengan tahu manusia dapat bertindak Pertama tentu karena hanya dengan tahu manusia dapat bertindak. Ia bertindak karena segala macam alasan, di antaranya yang paling dasar adalah bahwa ia terdorong memenuhi kebutuhan-kebutuhannya . Kedua, yang khas bagi manusia adalah bahwa ia selalu mau lebih tahu lebih jauh. Itu karena manusia berwawasan tidak terbatas. Pengetahuan manusia selalu terbatas. Tetapi wawasannya tidak terbatas. Maka tak pernah ada pengetahuan yang dapat memenuhi cakrawala perhatiannya, dan karena itu manusia bertanya terus.
Pertanyaan Tentang Tuhan Manusia sudah lama menyembah Tuhan dalam berbagai bentuk & filsafat di mana pun tertarik memikirkan “Tuhan” itu dari berbagai sudut. Di abad ke-17 dan ke-18, filsafat menjadi kritis terhadap agama. Sesudah itu filsafat dan juga pelbagai ilmuwan yang menolak adanya Tuhan. Filsafat abad ke-20 memikirkan manusia & pengetahuannya, bahasa manusia, masyarakat dan hal budaya, tetapi tidak banyak yang memikirkan Tuhan. Tuhan tidak lagi menjadi objek utama diskursus filsafat.
Kenyataan itu kiranya akibat dua perkembangan Kenyataan itu kiranya akibat dua perkembangan. Di satu pihak filsafat tidak meminati hal Tuhan lagi sesudah melalui tahap ateisme. Banyak filosof secara diam-diam sepakat bahwa filsafat tidak dapat bicara tentang Tuhan. Di situ terasa pengaruh Immanuel Kant(1724-1804). Menurut Kant , Tuhan tidak menjadi objek pengetahuan manusia, jadi nalar tidak dapat mengetahui apa pun tentangnya. Karena itu para filosof, searah dengan kecenderungan umum dalam masyarakat modern, berpendapat bahwa hal Tuhan adalah urusan kepercayaan masing-masing orang.
Di lain pihak, di antara orang berkelihatan beragama sendiri kelihatan ada kecendrungan semakin kuat untuk menolak pemikiran rasional tentang Tuhan. Dia sudah semakin yakin dengan imannya, jadi akan adanya Tuhan, dan iman itu bagaimana pun melampaui kemampuan penalaran manusia. Maka buat apa memikirkan Tuhan? Kalau kita percaya pada Tuhan, kita yakin akan Tuhan, & kalau sudah yakin, untuk apa memikirkannya, apalagi secara filosofis, di mana kita seakan – akan harus mengesampingkan keyakinan religius kita sendiri? Sikap yang menolak pemikiran rasional tentang Tuhan disebut fedeisme.
Sikap ini tentu paling kuat diantara mereka yang berkencenderungan fundamentalis. Fundamentalisme berpegang pada arti harfiah dan tidak-sesatan seratus persen Kitab suci. Kaum fundamentalisme menyatakan bahwa mereka menolak segala pemikiran kritis tentang iman. Fundamentalisme yakin bahwa bagi orang beriman tak mungkin ada keragu-raguan tentang imannya, maka ia menolak penalaran murni manusiawi tentang Tuhan. Tetapi juga banyak orang yang beriman, bahkan beberapa teolog yang tidak fundamentalis, berpendapat bahwa iman, kepercayaan dan keyakinan agama adalah urusan individual. Kalau orang menerimanya, itulah haknya, dan tidak ragu-ragu.
Menolak Penolakan Penalaran Tetapi justru dalam situasi dimana seakan-akan mereka yang memakai nalar menolak Tuhan, atau lebih tepat, menganggap Tuhan hal yang tidak dapat diketahui, orang yang percaya kepada Tuhan ditentang untuk mempertanggungjawabkan keyakinannya akan Tuhan secara rasional. Wajarlah kalau dituntut agar orang tidak asal percaya sesuatu, melainkan dapat mempertanggungjawabkannya.
Filsafat Ketuhanan dan Teologi Secara teologis iman dipertanggungjawabkan apabila dapat ditunjuk bahwa apa yang diimani, serta kehidupan yang dijalani berdasarkan iman itu, adalah sesuai dengan sumber iman itu, yaitu wahyu yang merupakan sumber kebenaran. Filosofis iman berbeda dengan teologis karena dalam fisologis iman, yang mau ditunjukan adalah rasionalitas iman yang dapat dilakukan dengan memakai nalar karena nalar dapat memeriksa suatu keyakinan atau ajaran agama dari beberapa sudut. Misalkan dari sudut konsistensi logis dan sudut pengetahuan tentang dunia dan masyarakat: apakah ajaran tentang penciptaan dunia dapat dipertanggungjawabkan dari sudut ilmu-ilmu alam tentang alam raya, perkembangan hayat di bumi, dsb.
Pertanggungjawaban iman secara teologis terjadi dalam rangka refleksi dan diskursus iman di dalam umat agama yang bersangkutan jadi orang dari luar tidak dapat masuk. Filsafat Ketuhanan sebagai filsafat tidak mendasarkan diri pada ajaran atau wahyu agama tertentu, melainkan nalar. Filsafat atau filosofis iman ini dibicarakan hanya intinya saja. Filsafat Ketuhanan membatasi diri pada pertanyaan paling mendasar yaitu “Bagaimana kepercayaan bahwa ada Tuhan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional?”
Pertanggungjawaban Rasional Dalam filsafat Ketuhanan, dalam buku ini, penulis lebih memilih penggunaan kata “mempertanggungjawabkan” iman akan adanya Tuhan “secara rasional”. Itupun masih terdapat 2 arti: Arti lebih lunak Diperlihatkan bahwa percaya pada eksistensi Tuhan -yang tidak kelihatan- sangat masuk akal karena banyak kenyataan alam luar maupun alam batin yang dapat dimengerti dengan jauh lebih mudah apabila kita menerima adanya Tuhan. Arti lebih keras Ada beberapa kenyataan alam luar maupun alam batin yang sangat sulit dijelaskan kalau tidak ada Tuhan. Jadi, meski data-data yang ada tersebut tidak memaksa secara intelektual untuk menerima eksistensi Tuhan, namun kenyataan-kenyataan itu tidak dapat dipahami jika eksistensi Tuhan disangkal.
Oleh karena itu, pertanggungjawaban secara rasional berada pada posisi yang disebut moderat. Posisi yang lebih keras akan mencoba membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tetapi, pembuktian semacam itu akan sulit untuk dilakukan secara meyakinkan. Dikatakan moderat, karena dalam pertanggungjawaban secara rasional, yang diperlihatkan adalah percaya akan adanya Tuhan sangat masuk akal.
Dengan demikian dapat menjadi lebih jelas apa yang dimaksud dengan “mempertanggungjawabkan” iman-kepercayaan kepada Tuhan secara “rasional”. Untuk percaya adanya Tuhan, dapat diajukan pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal. Pendekatan ini berasal dari perspektif orang beriman. Orang yang biasa tidak percaya pada Tuhan atau tidak pernah memikirkannya mungkin tidak merasa tertarik pada pertimbangan-pertimbangan tersebut.
Yang penulis ingin tunjukan adalah “orang dengan akal yang sehat, yang mampu bernalar, tidak mudah percaya, tidak bertakhayul, hidup di alam modern dan menghayatinya sebagai lingkungan kultural biasa, berkomunikasi biasa dengan lingkungannya, kalau tetap percaya pada Tuhan, tidak melakukan sesuatu yang aneh, tidak masuk akal, inkonsisten dengan kemodernannya. Penulis bahkan mau memperlihatkan bahwa adanya Tuhan sangat masuk akal.” End Of Slide
Dibuat Oleh: Stenley Timex 08110210005 Firdaus Kurniawan 08110210003 Natanael 08110210008 Linda Sualdani 08110210001 Randy 0811021000x EXIT