Pengalaman Religius Keyakinan akan adanya Allah [Iman] tidak lepas dri kehidupan manusia, maka kepercayaan dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman. Ada pengalaman–pengalaman tertentu yang membawa pada kepercayaan, namun ada pula pengalaman-pengalaman lain yang tidak. Pengalaman yang membawa manusia percaya kepada Allah sebagai hakekat tertinggi adalah Pengalaman religius.
Pengalaman-pengalaman religius menyangkut seluruh manusia Pengalaman-pengalaman religius menyangkut seluruh manusia. Apa yang di sentuh dalam pengalaman-pengalaman adalah hidup dalam arti sesungguhnya, yakni sebagai rahasia yang mempunyai akarnya dalam keseluruhan realitas. Maka pengalaman ini adalah mengenai apa yang tidak dapat dikatakan, yang merupakan dasar dari segalanya, dan sekaligus melebihi segala-galanya. Oleh karena segala-galanya dibawa oleh rahasia itu, maka pengetahuan tentangnya terdapat dimana-mana, didalam setiap pengalaman, walaupun sering kali secara anomin saja, yaitu dengan tidak sadar.
Maka pengalaman hanya dapat disebut pengalaman religius jika sungguh-sungguh disadari hubungan dengan rahasia hidup itu. Memang dalam pengalaman semacam itu Allah tidak hadir sebagai objek sehingga dapat dimengerti dalam ide yang terang, akan tetapi sebagai apa yang dituju saja. Mungkin juga nama Allah tidak diberikan pada tujuan pengalaman-pengalaman itu. Cukuplah rahasia hidup dialami secara demikian sehingga dinyatakan kemutlakkan dan kekuasaannya terhadap manusia yang mengalaminya.
Macam-macam Pengalaman Religius. Ada beberapa macam pengalaman religius yang dialami oleh manusia yaitu antara lain : Pengalaman Eksistensial yang dalam dirinya belum menyatakan hubungan secara langsung dengan Allah. Contoh : pengalaman-pengalaman profan yaitu berhasil, gembira, gagal, sedih, tidak lulus, dsb. Pengalaman Eksistensial yang dalam dirinya mulai mengarah kepada Allah. Contoh : pengalaman-pengalaman keterbatasan manusia yaitu : kelahiran, kehidupan, kematian, penyakit, dsb. Pengalaman Eksistensial yang dalam dirinya menunjukkan hubungan yang erat antara manusia dengan Allah. Contoh: Pengalaman kehidupan beragama yaitu : doa, meditasi, dsb.
Pandangan empat filosof tentang pengalaman religius. Pengalaman Eksistensiil menurut Paul Tillich. Paul Tillich menyatakan pandangannya tentang pengalaman religius dengan pengalaman takut. Dalam perasaan takut manusia kehilangan pegangan hidup, sehingga manusia menjadi tak berdaya. Dalam keadaan yang tidak berdaya dan mencekam tersebut manusia mengharapkan pertolongan dari luar dirinya. Pertolongan tersebut berasal dari Allah.
Pengalaman Eksistensiil menurut Levinas. Dalam menyatakan pandangannya tentang pengalaman religius Levinas menonjolkan pengalaman pertemuan dengan seseorang dalam cinta. Pada dasarnya manusia diciptakan saling berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, masing-masing manusia mempunyai keunikan. Perbedaan tersebut bersifat komplementer, yaitu berbeda untuk saling membuka hati, saling melengkapi, saling menyempurnakan dan saling mencintai. Menurut haklekatnya manusia terarah kepada sesuatu yang berlainan sama sekali dari dirinya sendiri yang jauh melebihi dirinya yaitu ke arah Allah. Jadi cinta manusia kepada sesamanya menjadi dasar untuk mencintai Allah.
Pengalaman Eksistensiil menurut Teilhard de Chardin. Teilhard de Chardin menyatakan pandangannya tentang pengalaman religius dengan teori evolusi, yaitu bertolak dari fisika dan antropologi. Dari tahap ke tahap suatu organisme dan Alfa ke Omega selalu mengalami perkembangan atau perubahan. Begitu pula organisme manusia dari tahap ke tahap selelu mengalami perubahan. Allah berada di luar organisme manusia, karena Allah adalah Alfa sekaligus Omega, yaitu Allah sebagai asal dari manusia sekaligus tujuan manusia.
Pengalaman Eksistensiil menurut Rudolf Otto. Rudolf Otto menyatakan pandangannya tentang pengalaman religius sebagai berikut: Allah dihayati sebagai transenden sekaligus Allah dihayati sebagai Imanen. Allah yang transenden(jauh) Allah adalah misteri, manusia tidak bisa menjangkau Allah secara keseluruhan. Allah yang Imanen (dekat). Manusia merasakan karya Allah dalam kehidupan sehari-hari, maka dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari campur tangan Allah.
Allah dihayati sebagai mysterium tremendum sekaligus Allah dihayati sebagai mysterium fascinosum. Mysterium Tremendum, Allah dihayati sebagai misteri yang Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Dahsyat, menggetarkan dan menakutkan sehingga manusia merasa kecil dan lemah di hadapan Allah dan mengimani Allah sebagai yang Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Sempurna. Mysterium Fascinosum, Allah dihayati sebagai yang Suci, yang penuh kebaikan, belas kasihan, yang menarik, menggembirakan, membahagiakan, sehingga manusia merasakan Allah sebagai yang Maha Kasih, Maha Cinta, Maha Rahim, Maha Bijaksana, Maha Pengampun.
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2008