Prognosis post Cerebral Anoxia pada Dewasa: Apa peranan EEG? Oleh: Dwi Dewi Kusumo Pembimbing: Dr. Diah Kurnia M, Sp.S(K)
Pengantar Encephalopati anoksia/hipoksia: Kondisi neurologis berat yang terkait dengan hasil (outcome) yang buruk. Hipotermia terapeutik (Therapeutic hypotermia/ HT) terbukti secara bertahap dapat meningkatkan outcome. Neurolog dan elektroencephalografer sering dilibatkan pada pemeriksaan pasien koma post cardiac arrest -> untuk menentukan prognosis. Prognosis ditentukan dengan pemeriksaan neurologis, EEG, dan somatosensory evoked potential (SSEP).
EEG dalam Pemeriksaan Pasien Post Cardiac Arrest
Prediksi Outcome Menurut, American Academy of Neurology (AAN), pemeriksaan klinis dapat digunakan untuk menentukan prognosis. Ketiadaan refleks batang otak dan respon terhadap rangsang nyeri, dipertimbangkan sebagai prediktor kuat untuk outcome yang buruk dengan tingkat positif palsu/ false positif rate (FPR) 0%. Dengan dilakukan HT, maka prediksi outcome dengan menggunakan EEG lebih bisa diperhitungkan.
Prediksi outcome Terdapat beberapa pembaruan pada elektroneurofisiologi sejak masa TH. Pola EEG “malignant” pada 3 hari pertama setelah cardiac arrest terkait erat dengan outcome yang buruk (kematian). Reaktivitas background EEG dapat digunakan sebagai prediktor hasil buruk. Performa prediktif EEG hipotermik secara signifikan lebih baik dibandingkan timbulnya pontensial somatosensori saat normotermia.
Prediksi Outcome Usia pasien dan waktu pemeriksaan EEG pertama merupakan variabel yang lebih diandalkan dibandingkan pemeriksaan GCS. Secara singkat, Peranan EEG meningkat dalam penentuan prognosis pasien post cardiac arrest setelah penggunaan HT.
Identifikasi Kejang Status epileptikus elektrografi (NCSE) didapatkan pada 30% pasien dengan hipoksia otak. Semua pasien dengan post-anoxic status epileptikus elektrografi memiliki karakteristik serupa, 3 hari post cardiac arrest (10%) : Adanya refleks batang otak SSEP kortikal dini direkam secara bilateral
Parameter Praktik
Perekaman EEG IFCN pemeriksaan EEG dilakukanpada pasien koma, dengan penggunaan 21 elektroda. Pengurangan elektroda diperbolehkan pada situasi khusus. Neonatus (11 elektroda) Pasien dengan diagnosis MBO EEG dengan ECG lebih disarankan untuk dilakukan untuk penentuan manifestasi klinis .
Perekaman EEG Disarankan penilaian reaktivitas EEG dilakukan dengan stimulasi auditorik selama proses perekaman EEG. Stimulasi minimal dilakukan 2 kali, dan berjarak 20 detik selama perekaman untuk mengidentifikasi background.
Monitoring EEG atau Perekaman EEG rutin? Saat ini masih dalam perdebatan. Monitoring EEG memerlukan banyak “sumber daya”. Sangat disarankan 2 video evaluasi EEG dengan 21 elektrode dengan durasi 20-30 menit. (satu saat hipotermia dan satu saat rewarming)
Pentingnya pola EEG
Aktivitas Dasar Reaktivitas background menunjukan parameter terpenting dalam evaluasi hasil. Aktivitas background EEG dapat menjadi tanda untuk prognosis status kognitif (Gambar 1).
Aktivitas Dasar
Aktivitas Dasar Gambar 1: Reaktivitas Background: perubahan jelas pada frekuensi background setelah simulasi. Bipolar Montage. Filter: highpass: 0.5 Hz / lowpass: 70 Hz / notch: 50
Pola “Malignan” Pola “malignan” meliputi (Gambar 2): Supresi background difus dibawah 20 µV burst-suppresion Alfa dan tetha coma Generalized periodic complexes pada background isoelektrik
Pola “Malignan” Gambar 2: Pola Burt-Suppression: Bipolar Montage. Filter: highpass: 0.5 Hz / lowpass: 70 Hz / notch: 50
Pola “Malignan” Studi oleh Young dkk, 2005 menunjukan pola aktivitas epileptiform atau supresi difus <20µV menunjukkan hubungan yang kuat dengan outcome yang buruk dibandingkan pola lain. Alfa coma pattern tidak bisa menjadi prediktor yang baik untuk menilai outcome pasien.
Pola “Malignan” Pola lainnya, yaitu “Stimulus Induced Rhythmic, Periodic or Ictal Discharge” (SIRPIDs) merupakan hal penting pada pasien koma. Pasien SIRPIDs yang dilakukan HT bisa menujukkan adanya kerusakan neuronal yang berat. Parameter pokok dari EEG pasien koma post cardiac arrest adalah evaluasi reaktivitas background.
Pola “Malignan” Gambar 3: SIRPIDs pada pasien koma setelah serangan jantung pada bipolar montage: Tanda berwarna pada bagian atas menunjukan waktu stimulasi nyeri. Filter: highpass: 0.5 Hz / lowpass: 70 Hz / notch: 50 Hz. A) Pola Ritmik. B) Pola Periodik. C) Pola Ictal.
Kesimpulan Hilangnya reaktivitas background dan didapatnya “malignant EEG patterns” menunjukkan outcome yang buruk. EEG harus tetap dikorelasikan dengan pemeriksaan yang lain untuk menentukan tindakan selanjutnya pada pasien post cardiac arrest.
TERIMA KASIH