PRAPERADILAN Oleh : Dr.Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M. Dosen Praktik Peradilan Pidana dan Pascasarjana FHUI Wakil Ketua Umum DPN PERADI Anggota Dewan Kehormatan Pusat PERADI Ketua Dewan Kehormatan Pusat IKADIN
1.PENGERTIAN Dasar hukum: pasal 77-83 KUHAP. Praperadilan adalah salah satu kewenangan pengadilan untuk pengawasan horisontal atas penerapan upaya paksa oleh Polisi/PPNS dan Jaksa, penghentian penyidikan atau penuntutan, ganti-rugi dan rehabilitasi. Praperadilan adalah habeas corpus.
2.RUANG LINGKUP Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan (vide, ps 79 jo. 80 KUHAP) Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan (vide, ps 81 KUHAP) Sah tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian (vide, ps 82 ayat (1) b KUHAP) Tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. (vide, ps 95 ayat (2) KUHAP)
3. ACARA PEMERIKSAAN (vide, Ps 82 ayat (1) KUHAP) Permintaan pemeriksaan didaftarkan di kepaniteraan pidana: Dalam hal sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan: tersangka, keluarga, kuasanya (vide, ps 79 KUHAP) Dalam hal sah atau tidaknya SP3 atau SKPP: penyidik, penuntut umum, pihak ketiga yang berkepentingan (vide, ps 80 KUHAP) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi: tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan (vide, ps 81 KUHAP) Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang; Pemeriksaan dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya; Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
4. PUTUSAN PRAPERADILAN (vide, Ps 82 ayat (3) KUHAP) Putusan Praperadilan harus memuat : Dalam hal suatu penangkapan atau penahanan tidak sah: Penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka (vide, ps 82 ayat (3)a KUHAP) Dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi (vide, ps 82 ayat (3)c KUHAP) Dalam hal SP3 atau SKPP tidak sah : Penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan (vide, ps 82 ayat (3)b KUHAP) Dalam hal SP3 atau SKPP adalah sah : Dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya (vide, ps 82 ayat (3)c KUHAP) Dalam hal benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian : Dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada Tersangka atau dari siapa benda itu disita (vide, ps 82 ayat (3)b KUHAP)
5. UPAYA HUKUM ATAS PUTUSAN PRAPERADILAN Putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding, kecuali putusan tentang tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan* (vide, ps 83 KUHAP) Putusan tentang praperadilan tidak boleh diajukan kasasi kepada MA (vide, ps 45A UU MA jo. SEMA No.8 Tahun 2011)
6. PUTUSAN MK TERKAIT PRAPERADILAN (i) Putusan MK tgl 1 Mei 2012 No. 65/PUU-IX/2011 Pemohon (Tjetje Iskandar, S.H) mengajukan Permohonan Pengujian Ps. 83 KUHAP. Permohonan pemohon dinyatakan diterima untuk sebagian dgn pertimbangan: “bahwa menurut Mahkamah, untuk memperlakukan sama antara tersangka/terdakwa dan penyidik serta penuntut umum dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP tersebut terdapat dua alternatif yaitu:(1) memberikan hak kepada tersangka/terdakwa untuk mengajukan permohonan banding; atau (2) menghapuskan hak penyidik dan penuntut umum untuk mengajukan permohonan banding…
Lanjutan …Menurut Mahkamah, oleh karena filosofi diadakannya lembaga praperadilan sebagai peradilan yang cepat, untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap tersangka/terdakwa dan penyidik serta penuntut umum maka yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah pemberian hak banding kepada penyidik dan penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Dengan meniadakan hak banding kepada kedua pihak dimaksud maka pengujian konstitusionalitas Pasal 83 ayat (2) KUHAP beralasan menurut hukum, sedangkan permohonan Pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 83 ayat (1) KUHAP tidak beralasan menurut hukum;”
Lanjutan (ii) Putusan MK tgl 8 Januari 2013 No.76/PUU-X/2012 Pemohon (Dr. Ir. Fadel Muhammad) mengajukan Permohonan Pengujian Ps. 80 KUHAP. Permohonan pemohon dinyatakan ditolak untuk seluruhnya dgn pertimbangan: “”.. [3.15] Menimbang bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Mahkamah berpendapat walaupun KUHAP tidak memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, namun menurut Mahkamah, yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban tindak pidana atau pelapor tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas...
Lanjutan ...Dengan demikian, interpretasi mengenai pihak ketiga dalam pasal a quo tidak hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk menegakan hukum pidana. Hukum pidana adalah hukum yang ditujukan untuk melindungi kepentingan umum; [3.16] Menimbang bahwa menurut Mahkamah, peran serta masyarakat baik perorangan warga negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum. Mahkamah sebagai pengawal konstitusi dalam beberapa putusannya juga telah menguraikan mengenai kedudukan hukum (legal standing) dalam mengajukan permohonan pengujian undang-undang yang bukan hanya kepada perseorangan warga negara Indonesia tetapi juga perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) yaitu berbagai asosiasi dan Non-Governmental Organization (NGO) atau LSM yang concern terhadap suatu Undang-Undang demi kepentingan publik;
Lanjutan (iii) Putusan MK tgl 21 Mei 2013 No.98/PUU-X/2012 Pemohon (Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi /MAKI) mengajukan Permohonan Pengujian Ps. 80 KUHAP. Permohonan pemohon dinyatakan dikabulkan dgn pertimbangan: “”.. [3.14.2] Bahwa norma yang dimohonkan oleh Pemohon dalam perkara a quo adalah sama dengan norma yang dimohonkan dalam permohonan Nomor 76/PUU-X/2012, namun maksud permohonan dalam perkara Nomor 76/PUUX/2012 adalah untuk mempersempit penafsiran frasa “pihak ketiga yangberkepentingan” dalam Pasal 80 UU 8/1981 sehingga permohonannya ditolak,sedangkan maksud permohonan Pemohon a quo adalah sebaliknya, yaitu untuk memperluas penafsiran frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 UU 8/1981...
Lanjutan ...Oleh karena maksud permohonan dalam permohonan a quo sudah sejalan dengan pertimbangan Mahkamah dalam perkara Nomor 76/PUU-X/2012 tersebut di atas maka pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-X/2012 tersebut mutatis mutandis menjadi pertimbangan pula dalam permohonan a quo; “ Adapun amar putusan MK tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”; 1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor,lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
7. PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN TERKAIT PRAPERADILAN Putusan PN Jakarta Selatan tgl 27 November 2012 No. 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel Pemohon (Bachtiar Abdul Fatah/Karyawan PT Chevron Pacific Indonesia) pada pokoknya mengajukan Permohonan Praperadilan atas (1) Penetapan Pemohon sebagai Tersangka, (2) Penyidikan terhadap Pemohon, (3) Penahanan terhadap Pemohon (4) Pencegahan ke Luar Negeri atas nama Pemohon, (5) Ganti Kerugian dan Rehabilitasi, yang dilakukan oleh Termohon (Jaksa Agung RI cq. Jampidsus cq. Dir.Penyidikan Jampidsus). Permohonan pemohon dinyatakan diterima untuk sebagian dgn pertimbangan: “bahwa selanjutnya syarat yang mendasar yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP bahwa penahanan harus didasarkan pada alat bukti yang cukup yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti di antara alat-alat bukti yang sah yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dan apakah itu telah dipenuhi oleh Termohon, dan itu sejalan pula dengan Saksi Ahli yang diajukan Pemohon yaitu DR.CHAIRUL HUDA, SH, MH yang berpendapat bahwa bukti-bukti yang ada untuk menentukan seseorang dijadikan Tersangka, dapat diuji di sidang praperadilan atau dengan kata lain sidang praperadilan dapat menguji materi pokok perkara;
Lanjutan “Menimbang, bahwa dari bukti-bukti surat yang diajukan Termohon …. adalah hanya berupa surat panggilan dari saksi-saksi untuk diminati keterangan dan undangan ekspose oleh Termohon, yaitu terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Proyek Bioremediasi (pengolahan limbah) di PT Chevron Pacific Indonesia, tanpa dimajukan hasil Berita Acara Pemeriksaannya (BAP) yang dibuat Termohon selaku Penyidik, dengan harapan bahwa dari BAP bisa menunjukkan bahwa pemeriksaan para saksi itu telah dapat menjadi bukti serta membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi, serta dapat diketahui siapa tersangkanya aquo apakah benar adalah Pemohon, dan itu sejalan dengan pengertian penyidikan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 2 KUHAP.” “Menimbang, bahwa dari seluruh alat bukti yang dimajukan Termohon, telah terbukti Termohon tidak dapat membuktikan tentang adanya minimal 2 (dua) alat bukti untuk dapat dijadikan dasar menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan kemudian menahannya.” “Menimbang, bahwa dengan demikian tindakan Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah.”
8. EKSEKUSI PUTUSAN: GANTI-RUGI & REHABILITASI Dasar hukum: Ps 95-96 KUHAP jo. Ps 9 PP 27:1983 jo. Kepmenkeu 983/KMK.01/1983 Permintaan (Dep.Keh) SKO Pada Men.Keu cq. Dir.Jen. Anggaran Permohonan PN untuk Penyediaan Dana pada Dep.Keh. cq. Sek.Jen Permintaan KPN SPM dari KPN Permohonan Eksekusi Pada PN Permohonan Pembayaran melalui KPN (SPP) PUTUSAN SKO PEMOHON
9. Bentuk Surat Resmi Dalam Permintaan Pemeriksaan Praperadilan Tidak ada format baku dalam menyusun Permintaan Pemeriksaan Praperadilan. Sistematika Surat Resmi Permintaan Pemeriksaan Praperadilan : (i) Pendahuluan, (ii) Alasan-alasan mengajukan praperadilan: (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyedikan atau penghentian penuntutan, (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (iii) Kesimpulan dan Permohonan, (iv) Lampiran-lampiran.
10. CONTOH SURAT RESMI PERMINTAAN PRAPERADILAN Dapat dilihat dalam bab II, buku “Hukum Acara Pidana: Surat-surat Resmi di Pengadilan oleh Advokat, Praperadilan, Eksepsi, Pledoi, Duplik, Memori Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali”