bindo sepuluh II (7) KD: 15.1 Mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur intrinsik sastra Melayu klasik Tujuan Pembelajaran: Siswa dapat mengidentifikasi dan kemudian menyampaikan atas karakteristik dan struktur karya sastra melayu klasik dengan menggunakan bahasa sendiri. sma pgii 1/ bindo x: sastra melayu klasik
Pengertian Karya Sastra Melayu Klasik Sastra berbahasa melayu dan berbentuk lisan. Masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam abad ke-13. Berkembang di daerah melayu pada masa sebelum dan sesudah Islam. Ciri-ciri Karya Sastra Melayu Klasik Bersifat anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat Bersifat istana sentris: ceritanya berkisar pada lingkungan istana Disebarkan secara lisan Banyak bahasa klise sma pgii 1/ bindo x: sastra melayu klasik
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik Gurindam Gurindam adalah puisi lama yang terdiri dari 2 baris 1 bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam berisi petuah atau nasihat. Dengan guru hendaklah hormat Supaya badan hendak selamat Kalau cakap tidak cermat (Sebab) Tentu kamu tidak selamat (Akibat) Barang siapa tiada memegang agama (Syarat) Sesekali tidak boleh dibilangkan nama. (Jawaban) sma pgii 1/ bindo x: sastra melayu klasik
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik Hikayat Salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng maupun sejarah. Hikayat mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Ciri-ciri Hikayat Bersifat istana sentris Anonim (nama pengarang tidak dicantumkan) Berkembang secara statis Bersifat imajinatif, hanya bersifat khayal Lisan, karena disebarkan lewat mulut ke mulut Berbahasa klise, meniru bahasa penutur sebelumnya Bersifat logis, menggunakan logika sendiri tidak sesuai dengan logika sendiri sma pgii 1/ bindo x: sastra melayu klasik
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik Karmina adalah pantun dua baris. Populer disebut pantun kilat. Baris pertama sampiran dan baris kedua langsung isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya dipakai untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung. Sudah gaharu cendana pula (sampiran) Sudah tahu masih bertanya pula (isi) Pantun Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi). Ciri-ciri pantun: terdiri dr sejumlah baris yg selalu genap dan merupakan satu kesatuan yang disebut bait. Setiap baris terdiri dari 4 kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata. Bait pertama merupakan sampiran, bait berikutnya merupakan isi Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik Seloka Merupakan bentuk puisi melayu klasik, berisikan pepatah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis 4 baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari 4 baris Biasanya seloka terdiri dari 4 baris, 1 bait tetapi persajakannya datar (aaaa). Sudah bertemu kasih sayang Duduk terkurung malam siang Hingga setapak tiada renggang Tulang sendi habis berguncang sma pgii 1/ bindo x: sastra melayu klasik
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik Syair Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh kebudayaan Islam. Terdiri dari 4 baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi. Ciri-ciri syair terdiri dari empat baris tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata) persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan biasanya berisi cerita atau berita
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik Talibun Talibun adalah tulisan yang berbentuk puisi lama seperti pantun yang mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris. Adapun talibun dapat terdiri dari 6 hingga 20 baris dan memiliki irama abc-abc, abcde-abcde, dan seterusnya. Talibun bercerita tentang tema kebesaran atau kehebatan suatu tempat, keajaiban sesuatu benda atau peristiwa, kecantikan atau kehebatan seseorang. Talibun juga bercerita tentang kelakuan dan sikap manusia, serta pengisahan tentang sesuatu perlakuan dimasa yang lalu. kepada istri cinta utama merasa jenuh berlalu gampang kerja lembur berhari - hari tiada hari tanpa merana adinda jauh selalu terbayang jika tidur termimpi - mimpi
Latihan Bacalah naskah sastra Melayu klasik berikut! Tuliskan secara ringkas isi karya sastra melayu klasik tersebut dengan bahasa sendiri ke dalam beberapa paragraf! Lakukan identifikasi karakteristik karya sastra melayu klasik yang meliputi: Adat dan kepercayaan masyarakat seperti apa yang tergambar dalam cerita? Jelaskan bagian cerita yang menunjukkan bahwa cerita tersebut memiliki karakter istana sentris! Sebutkan beberapa istilah yang menunjukan bahwa cerita tersebut memiliki karakter bahasa klise! Jelaskan unsur intrinsik yang dominan dalam karya sastra Melayu klasik yang kamu baca! Jelaskan beberapa makna istilah yang digarisbawahi pada wacana di atas!
Hikayat Patani Bismillahirrahmanirrahiim Hikayat Patani Bismillahirrahmanirrahiim. Wabihi nastainu, biIlahi al a'la. Inilah suatu kisah yang diceritakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu. Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai dirinya Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu. Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk di atas takhta kerajaannya dihadap oleh segala menteri pegawai hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon." Maka sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga." Maka titah Paya Tu Naqpa: "Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu." Maka sembah segala menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung." Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam di dalam kemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian.
Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya: "Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya." Maka titah baginda: "Baiklah esok pagi-pagi kita berburu" Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-pagi hingga datang mengelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuan baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekirakira dua jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera mendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu, maka baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu. Maka titah baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?" Maka sembah mereka sekalian itu: "Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada seekor pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplah pada pantai ini." Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan kepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-bini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang tua itu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya.
Maka hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua itu: "Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada ke bawah Duli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerah orang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nenda sampai kepada tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan oranglah pada tempat ini." Maka titah baginda: "Apa nama engkau?" Maka sembah orang tua itu: "Nama patik Encik Tani." Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada kemahnya.Dan pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan ke Lancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segala menteri hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan ketumbukannya, maka baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai. Hatta antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam (negeri yang sejahtera). Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu (dan pangkalannya itu) pada Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi, (itulah. Dan) pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu. Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk lenyap itu. Demikianlah hikayatnya
a. Adat dan kepercayaan masyarakat seperti apa yang tergambar dalam cerita? Dalam cerita ini dikisahkan tentang adat atau kebiasaan para bangsawan berburu di hutan bersama para pengawalnya. b. Jelaskan bagian cerita yang menunjukkan bahwa cerita tersebut memiliki karakter istana sentris! Karakter istana sentris dalam cerita ini ditunjukkan pada bagian awal yang menjelaskan bahwa sang raja mempunyai anak yang kemudian menggantikannya. Raja baru tersebut mempunyai kegemaran berburu di hutan ditemani para pengawal. c. Sebutkan beberapa istilah yang menunjukan bahwa cerita tersebut memiliki karakter bahasa klise! Dalam cerita sastra melayu klasik berjudul “Hikayat Patani” terdapat beberapa istilah berbahasa klise, antara lain orang tua-tua, syahdan,sentiasa, takhta, hulubalang, arkian , titah, semayam, titah, baginda, mengalan-alan, hairanlah, sekirakira, tasik, patik, pelanduk, mudik, Ketumbukan, merawa d. Jelaskan unsur intrinsik yang dominan dalam karya sastra Melayu klasik yang kamu baca! Unsur intrinsik yang dominan dalam karya sastra Melayu klasik adalah latarnya. Demikian pula dalam hikayat berjudul “Hikayat Patani”. Cerita ini bercerita tentang terjadinya sebuah tempat, yakni Patani Darussalam.
e. Jelaskan beberapa makna istilah yang digarisbawahi pada wacana di atas orang tua-tua : orang yang dipandang tua atau berpengalaman (seperti pemimpin, kepala, penasihat) syahdan : selanjutnya ...; lalu ... (biasanya dipakai pada permulaan cerita atau permulaan bab) sentiasa : selalu; selamanya; tidak putus-putusnya takhta : tempat duduk raja; keduduksn hulubalang : prajurit pengawal arkian : sesudah itu; kemudian dr itu titah : kata atau perintah (biasanya dari raja) yang harus dipatuhi semayam : duduk; berkediaman; tinggal titah baginda : kata atau perintah (biasanya dr raja) yang harus dipatuhi mengalan-alan: mencari-cari hairanlah : heran; kebingungan sekirakira : sekitar; kira-kira tasik : kawasan air yg luas yang dikelilingi oleh daratan; danau patik : budak belian; hamba tebusan pelanduk : kijang kecil; kancil mudik : pergi ketumbukan : kewenangan; kekuasaan merawa : mencari kehidupan di tanah rawa