Sistim Hukum Indonesia SISTEM HUKUM Pertama
Pengertian Sistem Hukum Istilah “Sistem” berasal dari perkataan “systema” dalam bahasa Latin – Yunani, yang artinya “keseluruhan yang terdiri dari bermacam-macam bagian”. Sistem merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas berbagai bagian atau sub sistem. Subsistem ini saling berkaitan yang tidak dapat bertentangan dan apabila terjadi pertentangan, maka selau ada jalan untuk menyelesaikannya. Sistem hukum haruslah tersusun dari sejumlah bagian yang disebut dengan subsistem hukum yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang utuh. Sistem hukum bukan saja sekedar kumpulan peraturan, tetapi setiap peraturan itu saling berkaitan satu dengan yang lainnya, serta tidak boleh terjadi konflik atau kontradiksi di antara subsitsem yang di dalamnya.
Pendapat Para Sarjana Prof. Dr. Sunaryati Hartono, SH : Sesuatu yang terdiri dari dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan terpadu maka dibutuhkan organisasi. Prof. Dr. Lili Rasyidi, SH, LL.M. : Suatu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas komponen sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan hubngan yang saling terkait, bergantung, mempengaruhi, bergerak dalam kesatuan proses, yakni proses sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.
Pendapat Para Sarjana Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH : Sistem hukum itu merupakan itu merupakan tatanan, suatu kesatuan yang utuh yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Prof. Subekti, SH : Sistem hukum itu merupakan suatu susunan atau taatan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan. Dr. Marwan Mas, SH, MH : Sistem hukum adalah susunan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari sejumlah bagian yang dinamakan subsistem, yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang utuh.
SUBSTANSI, STRUKTUR, BUDAYA HUKUM SISTEM HUKUM DUNIA Sistem hukum Anglo Saxon Sistem hukum Eropa continental Sistem hukum Adat Sistem hukum Islam SISTEM HUKUM: SUBSTANSI, STRUKTUR, BUDAYA HUKUM
Sistem Hukum Anglo Saxon Sistem hukum Anglo Saxon (“Anglo America”) mulai berkembang di United Kingdom (UK) pada abad XI. Sistem hukum Anglo Saxon berlaku di kawasan Amerika Serikat, Kanada dan beberapa negara yang termasuk negara persemakmuran Inggris dan Australia, termasuk Malaysia, Singapura dan India. Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Saxon adalah “putusan-putusan hakim/pengadilan”(judicial decisions). Melalui putusan-putusan hakim yang kemudian mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum.
Sistem Hukum Anglo Saxon Disamping putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan tertulis lainnya juga di negara-negara Anglo Saxon juga “diakui” meskipun dalam pembentukannya kebiasan dan peraturan tertulis tetap berakar dari putusan-putusan pengadilan. Namun demikian sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan tertulis) tidak tersusun secara sistematis dalam hierarki tertentu sebagaimana yang berlakupada sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam sistem hukum ini “peranan” yang diberikan kepada seorang hakim “tidak hanya” sebagai pihak yang betugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru (yurisprudensi).
Sistem Hukum Anglo Saxon Hakim juga mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku, termasuk menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis. Sistem hukum Anglo Saxon menganut doktrin “the doctrine of precedent” atau “Stare Decisis”. Doktrin ini berpendapat bahwa dalam memutus suatu perkara, seorang hakim “harus” mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada berdasarkan putusan hakim lain dalam perkara sejenis sebelumnya (preseden). Dalam hal putusan hakim sudah “out of date” maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan kepada nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya.
Sistem Hukum Anglo Saxon Sehingga terlihat bahwa sistem hukum Anglo Saxon mendasarkan kepada pentingnya yurispridensi, sementara sistem hukum Eropa Kontinental lebih mengutamakan perundang-undangan sebagai sumber hukumnya. Untuk itu, sistem hukum di Eropa Kontinental berpandangan bahwa hakim adalah “mulut undang-undang”, sementara itu dalam sistem Anglo Saxon berpandangan bahwa hakim adalah “mulut precedent” yang mewajibkan kepadanya bahwa di dalam memutuskan perkara hakim itu harus selalu mengikuti putusan yang ada terlebih dahulu. Untuk itu hakim di pengadilan Anglo Saxon menggunakan prinsip “pembuat hukum sendiri” dengan melihat kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya (judge made law), sehingga hakim dalam hal ini berarti hakim itu berfungsi sebagai legislatif atau pembuat undang-undang.
Sistem Hukum Anglo Saxon Bertitik tolak bahwa prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang di Anglo Saxon adalah berasal dari putusan-putusan hakim atas perkara yang dihadapi, maka seringkali disebut dengan “Case Law” Sistem hukum ini di dalam prakteknya mengutamakan hukum yang tidak tertulis yang sering disebut “Common Law” atau “Unwritten Law”. Artinya kedudukan hukum kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Sementara itu, hukum tertulis mengatur terbatas pada hal-hal pokok dan penting, misalnya tentang konstitusi dan pengaturan kelembagaan. Dalam sistem pengadilan di negara-negara Anglo Saxon menggunakan “sistem juri”. Hal ini berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental yang menggunakan sistem peradilan berdasarkan “majelis hakim”.
Sistem Hukum Anglo Saxon Dalam sistem juri hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan memutuskan hukumnya, sementara itu juri memeriksa peristiwa atau kasusnya kemudian menentukan bersalah dan tidaknya terdakwa atau pihak yang berperkara. Hal ini berarti bahwa hakim diikat oleh suatu “stare decisis” atau “the binding force of precedent” yang berati bahwa putusan hakim-hakim lain untuk mengikutinya pada perkara yang sejenis. Hakim pada negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon metode berpikir yang digunakan adalah “metode induktif” yaitu berpikir dari khusus ke umum . Artinya, di dalam menjatuhkan putusan hukuman mendasarkan pada kasus in-konkreto (aturan khusus) yang berlaku khusus kemudian diangkat menjadi aturan umum yang akan berlaku sebagai preseden bagi hakim lainnya pada perkara yang sejenis.
Sistem Hukum Anglo Saxon Dengan mendasarkan the binding of precedent, maka hakim akan mampu lebih cepat dalam mengambil keputusan dan menerapkan suatu aturan hukum. Asas ini merupakan kewajiban primer hakim untuk memberikan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk mencarikan hukum yang relevan edent (asas preseden). Asas preseden ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara menggunakan dasar yang sama untuk memutus perkara yang sama. Hal ini dapat dilakukan karena telah ada putusan terlebih dahulu untuk kasus yang sama, sehingga hakim dapat mendasarkannya. Metode yang digunakan dalam menilai fakta kasus adalah “analogi” yang membandingkan antara peristiwa-peristiwa yang sejenis, atau dengan cara mempersamakan suatu peristiwa yang sejenis. Preseden ini berbentuk suatu lembaga, yaitu terdiri atas sebagian besar hukum yang tidak tertulis (ius non scriptum) melalui putusan-putusan hakim.
Sistem Hukum Anglo Saxon Namun demikian dalam hal belum ada putusan hakim yang sejenis atau putusan pengadilan yang sudah ada tetapi sudah tidak sesuai dengan gerak perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru dengan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (“common sense”) serta dengan pertimbangan yang rasa penuh tanggung-jawab. Penggunaan juri di dalam sistem ini berlaku baik untuk perkara perdata dan juga perkara pidana. Juri dipilih dari komunitas warga masyarakat (tokoh-tokoh masyarakat setempat) dan bukan ahli hukum atau sarjana hukum. Sebelum melaksanakan tugasnya juri terlebih dahulu diambil sumpahnya dan dipastikan bahwa para juri akan berlaku obyektif. Jumlah juri genap dan pada umumnya 8 atau 12 orang dalam satu persidangan. Sistem hukum ini juga mengenal pembagian berdasarkan hukum publik dan hukum privat.
Sistem Hukum Eropa Kontinental Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering juga disebut sebagai “Civil Law”. Sejarahnya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justianus abad IV sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan kodifikasi (“Corpus Juris Civilis”) dari pelbagai kaidah hukum yang ada sebelum Justinianus. Dalam perkembangannya ketentuan Corpus Juris Civilis ini dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi di negara-negara, seperti Jerman, Belanda, Italia, Perancis dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Sistem Hukum Eropa Kontinental Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum ini adalah bahwa “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan di dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu” Adanya prinsip ini didasarkan pemikiran bahwa nilai dari tujuan hukum “kepastian hukum”. Untuk itu kepastian hukum hanya dapat diwujudkan apabila tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan konsep tersebut, maka konsekuensinya adalah hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan dalam batas-batas wewenangnya”. Putusan hakim hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Sistem Hukum Eropa Kontinental Jelaslah sudah bahwa sistem hukum ini menekankan pentingnya hukum yang tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai dasar utama sistem hukumnya, sehingga sistem hukum ini disebut juga sistem hukum kodifikasi (codified law). Sistem hukum ini mengenal dua bagian utama, yaitu hukum publik dan hukum privat. Hukum publik mengatur kekuasaan dan wewenang negara serta hubungan antara masayarakat dan negara. Misalnya : hukum pidana, hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Hukum privat mengatur tentang hubungan antara individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Adapun yang termasuk dalam hukum ini adalah hukum perdata dan hukum dagang.
Sistem Hukum Eropa Kontinental Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental hakim “diikat” oleh undang-undang. Sehingga dalam sistem ini kepastian hukumnya dijamin melalui bentuk dan sifat tertulisnya ada di undang-undang. Artinya, hakim tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya, seperti yang berlaku pada sistem Anglo Saxon dengan asas presden. Hal tersebut diatas berarti hakim-hakim di sistem hukum ini dapat mengikuti putusan hakim sebelumnya pada perkara yang sejenis, tetapi bukan suatu keharusan yang sifatnya mengikat. Hal ini dapat diketahui dari pasal 1917 KUHPerdata yang menyatakan bahwa putusan pengadilan hanya mengikat para pihak, dan tidak mengikat hakim lain. Sistem peradilan ini tidak mengenal sistem juri. Tugas dan tanggung-jawab hakim disini adalah memeriksa langsung materi perkara, menentukan bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berpekara, kemudian sekaligus menerapkan hukumannya.
Sistem Hukum Eropa Kontinetal Metode berpikir hakim dilakukan secara “deduktif” yaitu berpikir dari yang umum kepada yang khusus. Dalam hal ini hakim berpikir dari ketentuan yang umum untuk diterapkan pada kasus in-konreto yang sedang diadili. Contoh ketentuan hukum dalam peraturan Indonesia adalah kata-kata “barangsiapa” yang berarti siapa saja berlaku secara umum bagi setiap subjek hukum. Dalam sistem ini juga menggunakan pula metode “subsumptie” dan metode “sillogisme”. Subsumptie adalah suatu upaya memasukan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam perkara pidana. Suatu peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang dilanggar, seperti mencocokan sepatu dengan kaki pemakainnya. Namun metode subsumptie ini agak sulit diterapkan pada perkara perdata, karena banyak peraturan perdata yang tidak tertulis.
Perbedaan Common Law dan Civil Law Perbedaan Sistem Peraturannya. 1. Sistem hukum Common Law didominasi oleh hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim, sedangkan pada sistem Civil Law didominasi oleh hukum tertulis (kodifikasi). 2. Sistem hukum Common Law tidak ada pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem Civil Law pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan hukum privat. Perbedaan Sistem Peradilannya. 1. Sistem hukum Common Law menggunakan juri yang memeriksa fakta kasusnya kemudian menetapkan kesalahan dan hakim hanya menerapkan hukum dan menjatuhkan putusan, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law tidak menggunakan juri sehingga tanggung-jawab hakim adalah memeriksa fakta kasus, menentukan kesalahan serta menerapkan hukumannya sekaligus menjatuhkan putusan.
Perbedaan Common Law dan Civil Law 2. Dalam sistem peradilan Common Law hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis melalui asas the binding force of precedent, sedangkan dalam sistem peradilan Civil Law hakim tidak terikat atau tidak wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis. 3. Sistem peradilan di Common Law menganut asas “adversary system” yaitu pandangan bahwa di dalam pemeriksaaan peradilan selalu ada dua pihak yang saling bertentangan, baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law di hanya dalam perkara perdata yang melihat adanya dua pihak yang bertentangan (penggugat dan tergugat) dan pada perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak penentang.
Perbedaan Hukum Acara (Common Law & Civil Law) Perbedaan dari segi inisatif penuntutan, di mana inisatif penuntutan dalam hukum acara pidana ada pada jaksa selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan publik, sedangkan dalam hukum acara perdata inisatif terletak pada pihak penggugat yang mewakili kepentingan dirinya sendiri atau perorangan. Termasuk dalam hal pembuktian, yaitu pada perkara pidana penuntut umumlah yang membuktikan kesalahan terdakwa, sedangkan di dalam perkara perdata kedua belah pihak yang membuktikan kebanaran dalilnya atau bantahannya terhadap dalil lawannya. Perbedaan dari segi keterikatan pada alat bukti, yaitu pada hukum acara pidana, hakim selain terikat pada alat-alat bukti yang sah, juga harus yakin akan kesalahan terdakwa, atau dikenal dengan istilah “beyond reasonable doubt” yang berarti “alasan yang tidak diragukan lagi”. Pada hukum acara perdata, hakim hanya terikat pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini biasa disebut dengan istilah “preponderance of evidence” yang bearti “pengaruh yang lebih besar dari alat bukti”
Perbedaan Hukum Acara (Common Law & Civil Law) Perbedaan dari segi kebenaran yang ingin dicapai, pada hukum acara pidana ingin mencapai “kebenaran materiil” yaitu kebenaran yang nyata atau betul-betul kebenara dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, atau hubungan antara pihak yang terkait dalam perbuatan pidana tersebut. Pada hukum acara perdata, semata-mata ingin mencari di dalam pemeriksaan sidang pengadilab dan bukti surat, kendati belum tentu secara nyata demikian. Perkembangan hukum dalam sistem Common Law lebih banyak dilakukan oleh para hakim, sedangkan dalam sistem Civil Law lebih banyak dilakukan oleh para penulis dan guru besar, sehingga mengahsilkan struktur yang relatif sistematis dan rasional. Di dalam sistem Common Law tidak mengenal lembaga-lembaga seperti trust, bailment, trepass, sedangkan dalam sistem Civil Law dikenal adanya lembaga kekuasaan orang tua, pengakuan anak di luar kawin.
Perbedaan Sistem Hukum Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) a. Dari Romawi berkembang ke negara Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Indonesia b. Bahwa hukum itu memperoleh kekuatan dan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum, dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis. c. Adagium: “tidak ada hukum selain undang-undang”. Dengan kata lain, hukum selalu diidentikkan dengan undang-undang. d. Posisi hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakanhukum baru, karena hakim hanya menerapkan dan menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan hakim tidak dapat mengikat secara umum, tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja. e. Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu: Pertama, hukum publik : Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana Kedua, hukum privat : Hukum Perdata, Hukum Dagang
Perbedaan Sistem Hukum Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law) a. Dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, AS, Kanada, Amerika Utara. b. Bersumber kepada putusan hakim/putusan pengadilan/yurisprudensi. Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum. c. Hakim berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan2 hukum dan menciptakan prinsip2 hukum yang baru yang berguna bagi pegangan hakim2 yang lain dalam memutuskan perkara sejenis. d. Asas doctrine of precedent, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis. e. Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu hukum publik dan hukum privat.
EROPA KONTINENTAL Sering dikenal juga sebagai sistem hukum CIVIL LAW. Sebagian besar negara-negara Eropa daratan dan daerah bekas jajahan / koloni nya; ex: Jerman, Belanda, Perancis, Italia, negara2 Amerika Latin dan Asia. ANGLO SAXON Mulai berkembang di Inggris pada abad 16 Sering disebut sebagai COMMON LAW Berkembang diluar Inggris di Kanada, USA, dan bekas koloni Inggris (negara persemakmuran/ common wealth); spt: Australia, Malaysia, Singapore, India, dll.
HUKUM ADAT Seperangkat aturan tidak tertulis yang merupakan kristalisasi nilai2 yg hidup di masyarakat yang dijadikan pedoman masyarakat untuk menjalankan aktifitas nya, dan ditegakkan oleh organisasi adat yang mendapatkan mandat. Hanya terdapat dalam kehidupan sosial di Indonesia dan beberapa negara-negara Asia lainnya; seperti Cina, India Jepang, dll. Bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya
HUKUM ISLAM SUATU SISTEM HUKUM YANG MENDASARKAN KETENTUAN-KETENTUAN YANG TELAH DITETAPKAN OLEH ALLAH (KITAB AL-QUR’AN) DAN RASUL-NYA (KITAB HADIS) KEMUDIAN DISEBUT DENGAN SYARI’AT ATAU HASIL PEMAHAMAN ULAMA TERHADAP KETENTUAN DI ATAS (KITAB FIQIH) KEMUDIAN DISEBUT DENGAN IJTIHAD YANG MENATA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH, MANUSIA DENGAN MANUSIA DAN MANUSIA DENGAN BENDA. 27