Disampaikan oleh: Ali Maulida, ss, m.pd.i PENGANTAR STUDI AKHLAK Disampaikan oleh: Ali Maulida, ss, m.pd.i
Definisi Akhlak Secara bahasa (etimologi) Akhlak (الأَخْلَاقُ) jama’ (plural) dari kata al-khuluq (الخُلُقُ), --- > nama untuk suatu kebiasaan atau pembawaan seseorang dan tabiat yang ia terlahir dengan membawanya. Majmū’ah min al-Mukhtashshīn, Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, hlm. 59.
Definisi Akhlak Tiga derivasi (asal kata) -al-khalq, الخَلْقُ -al-khulq, الخُلْقُ -al-khuluq الخُلُقُ
اَلْقُوَى وَالسَّجَايَا اْلمُدْرَكَةُ بِالْبَصِيْرَةِ al-khalq (اَلْخَلْقُ)dikhususkan untuk menggambarkan kondisi dan sosok yang dapat dilihat mata اَلْهَيْئَاتُ وَ الصُّوَرُ الْمُدْرَكَةُ بِالْبَصَرِ al-khulq (اَلْخُلْقُ) dan al-khuluq (اَلْخُلُقُ) dikhususkan untuk sifat dan karakter yang hanya dapat dilihat dengan intuisi. اَلْقُوَى وَالسَّجَايَا اْلمُدْرَكَةُ بِالْبَصِيْرَةِ Ar-Raghib al-Asfahani dalam Ahmad Mu’ādz Haqqī, al-Arba’ūna Hadītsan fi al-Akhlāq, hlm. 7.
Ibn Manzur : al-khuluq adalah agama (al-dīn), tabiat (al-tab’) dan karakter (al-sijiyyah), dimana hakikatnya adalah bentuk atau kondisi yang bātin (tak terlihat) dari seseorang, yaitu jiwanya, sifat-sifatnya, dan kepribadiannya. Adapun al-khalq adalah bentuk atau kondisi –baik sifat maupun kepribadian- yang zāhir (terlihat). al-Jurjānī, al-Ta’rifāt, dalam Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, Jilid I, hlm. 60.
Secara Istilah Al-Jurjāni menjelaskan : اَلْخُلْقُ عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ لِلنَّفْسِ رَاسِخَةٌ تَصْدُرُ عَنْهَا اْلأَفْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى فِكْرٍ وَرَوِيَّةٍ “Akhlak adalah nama bagi suatu bentuk didalam jiwa yang bersifat rāsikh (mendalam dan kokoh) yang muncul dari padanya perbuatan-perbuatan dengan begitu mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.” al-Jurjānī, al-Ta’rifāt, dalam Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, Jilid I, hlm. 62.
فَإِنْ كَانَ الصَّادِرُ عَنْهَا الْأَفْعَالُ اْلحَسَنَةُ كَانَتِ الْهَيْئَةُ خُلُقًا حَسَنًا، وَإِنْ كَانَ الصَّادِرُ مِنْهَا اْلأَفْعَالُ اْلقَبِيْحَةُ سُمِّيَتِ الْهَيْئَةُ الَّتِيْ هِيَ مَصْدَرُ ذَلِكَ خُلُقاً سَيِّئاً. Jika hal yang muncul dari dalam jiwa tersebut perbuatan baik atau terpuji maka disebut akhlak yang baik. Begitu pula jika yang muncul adalah perilaku buruk atau tercela maka sumber perilaku itu dinamakan akhlak yang buruk.
وَإِنَّمَا قُلْنَا إِنَّهُ هَيْئَةٌ رَاسِخَةٌ لِأَنَّ مَنْ يَصْدُرُ مِنْهُ بَذْلُ اْلمَالِ عَلَى النُّدُوْرِ بِحَالَةٍ عَارِضَةٍ لَا يُقَالُ خُلُقُهُ السَّخَّاءُ مَالَمْ يَثْبُتْ ذَلِكَ فِيْ نَفْسِهِ. “Akhlak dinamakan bersifat rāsikh (kokoh) dikarenakan (sebagai contoh) orang yang menyumbangkan hartanya secara jarang dikarenakan sebab tertentu saja perilakunya tidak dikatakan sebagai dermawan selama perbuatannya itu tidak tetap pada dirinya”.
al-Jāhiz mendefinisikan akhlak yaitu : 1. Akhlak adalah kondisi jiwa yang dengannya manusia melakukan perbuatannya tanpa pertimbangan (rawiyyah) maupun pilihan (ikhtiyār). 2. Akhlak pada sebagian manusia terkadang merupakan insting (gharīzah) dan tabiat (tab’an), tetapi pada sebagian yang lain hanya dapat dimiliki dengan suatu pembiasaan (riyādah) dan kesungguhan (ijtihād). Contoh: sifat dermawan (sakhā’), yang terkadang terdapat pada diri banyak orang tanpa adanya pembiasaan maupun upaya keras (ta’ammul). Demikian pula sifat berani (syajā’ah), santun (hilm), menjaga kesucian diri (‘iffah), adil (‘adl), dan akhlak terpuji lainnya” Majmū’ah min al-Mukhtashshīn, Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, hlm. 61.
Kesimpulan… 1. akhlak adalah sifat yang terkandung di dalam jiwa, baik bawaan (fitrah) atau didapat dengan usaha (muktasab), yang menghasilkan efek berupa perilaku terpuji atau tercela. ‘Abd al-Rahmān Hasan Habankah al-Maidānī, al-Akhlāq al-Islāmiyyah wa Ususuhā, Damaskus: Dār al-Qalam, 1999, hlm. 10
2. Tidak setiap sifat yang ada didalam jiwa dapat disebut akhlak 2. Tidak setiap sifat yang ada didalam jiwa dapat disebut akhlak. Ada yang berupa insting atau faktor pendorong saja yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan akhlak. Yang membedakan keduanya adalah bisa atau tidaknya ia disifati dengan baik atau buruk. Contoh: makan ketika lapar adalah dorongan dari rasa didalam jiwa yaitu mempertahankan hidup, dan ini tidak disifati dengan baik atau buruk. Namun seseorang yang makan secara berlebihan yang muncul dari sifat tamak atau rakus maka ini disebut akhlak, karena tamak atau rakus itu buruk dan tercela. ‘Abd Rahmān al-Maidāni, al-Akhlāq al-Islamiyyah wa Ususuhā, hlm. 11.