Pertemuan 7 PERJANJIAN DALAM PERIKATAN Matakuliah : F0422 / Pengantar Hukum Perdata dan Dagang Tahun : 2005 Versi : Revisi 1 Pertemuan 7 PERJANJIAN DALAM PERIKATAN
Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Menjelaskan tentang perbedaan perjanjian dan perikatan (C2)
Outline Materi SUMBER HUKUM PERBUATAN HUKUM PERJANJIAN ATAS BEBAN DAN CUMA-CUMA KEBEBASAN BERKONTRAK ASAS KEPRIBADIAN SAHNYA PERJANJIAN KESEPAKATAN SEMU PENGERTIAN SEBAB KONSIDERTION DEED DAN AKTE AKIBAT HUKUM PERIKATAN
Sistem Hukum : Civil Law Indonesia Common Law
Sumber Perikatan (Pasal 1233) : Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya Asas-asas Hukum Perjanjian, Hukum Perjanjian ini dalam bahasa Belanda dinamakan het Verbintenissenrecht. Jadi Verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi Hukum Perjanjian bukan Hukum Perikatan. R. Subekti, tidak menggunakan istilah Hukum Perikatan tetapi istilah Perikatan sesuai dengan judul buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, beliau menulis perkataan Perikatan (Verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab buku III KUH Perdata memuat tentang Perikatan yang timbul dari : Persetujuan atau perjanjian, Perbuatan yang melanggar hukum, Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarnemiing).
Sumber Perikatan (Pasal 1233) : Untuk perjanjian dalam Bahasa Belanda disebut Overeenkomst, sedangkan hokum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Pengertian perjanjian lebih sempit dari perikatan, karena perikatan lebih luas daripada perjanjian. Perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab perikatan itu dapat terjadi karena : Perjanjian (kontrak) Bukan dari perjanjian (dari undang-undang) Perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini, ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hokum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang dinamakan dengan Perikatan.
Sumber Perikatan (Pasal 1233) : Dengan demikian hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian adalah perjanjian menimbulkan perikatan, dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hokum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu setiap masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
Dasar Hukum Perikatan : Menurut KUH Perdata, sumber dari pada perikatan terdiri dari : Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian), Perikatan yang timbul dari undang-undang, yang terbagi atas : Karena undnag-undang semata, misalnya hokum perkawinan dalam hal hubungan antara orang tua dengan anak, hokum kewarisan. Karena undang-undang, akibat perbuatan manusia menurut hukum, terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah).
Dasar Hukum Perikatan : Bukan karena perjanjian, terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming). Yurisprudensi, merupakan suatu keputusan hakim yang terdahulu yang diikuti oleh hakim-hakim lainnya dalam perkaranya yang sama. Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis (Hukum Adat). Ilmu Pengetahuan Hukum.
Dasar Hukum Perikatan : Perjanjian / contract Undang-undang (material) Buku ke-III yang mengatur mengenai perikatan ini tidak memberikan definisi yang merupakan pembatasan mengenai pengertian perikatan ini. Oleh karena Buku ke-III, tidak memberikan definisi mengenai perikatan ini, maka ilmu pengetahuan memberikan batasan-batasan sebagai berikut : “Suatu perikatan ialah suatu perhubungan hokum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal (prestasi) dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu”.
Hakekat Perikatan : Perikatan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi perikatan dalam bidang hokum kekayaan, perikatan dalam bidang hokum yang mengatur hak-hak perdatan yang dapat dinilai dengan uang. Para pihak dalam perjanjian adalah subyek, sedang prestasi yang diperjanjikan adalah obyek perikatan. Mempunyai sifat khusus yaitu hubungan hokum antara orang dengan erang, yakni kreditur dengan debitur.
Obyek Perikatan : Obyek perikatan ialah prestasi yang diperjanjikan, yakni apa yang wajib dilakukan oleh pihak debitur, yang dapat dituntut pelaksanaannya oleh kreditur. Menurut pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat disimpulkan 3 macam prestasi, oleh karena pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Subyek Perikatan : Subyek perikatan adalah pihak-pihak yang mengadakan perikatan yakni pihak yang berkewajiban melakukan prestasi dan pihak yang berhak menuntut pelaksanaan prestasi (debitur dan kreditur). Kedua belah pihak adalah subyek dalam perikatan.
WANPRESTASI : Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berhutang tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk dilaksanakan, atau melanggar perjanjian dalam hal diperjjanjikan bahwa debitur tidak boleh melakukan sesuatu hal, sedangkan ia melakukannya.
WANPRESTASI : Seorang debitur dapat dikatakan lalai apabila : terlambat melaksanakan prestasi perikatan; melaksanakan prestasi, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan; atau sama sekali tidak melaksanakan prestasi; melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perikatan. Akibat keadaan lalai : Apabila debitur dalam keadaan lalai, ia dapat dituntut untuk memberikan ganti kerugian.
WANPRESTASI : Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan penuntutan ganti rugi : Tuntutan telah dapat diajukan, artinya prestasi perikatan itu sudah harus dilakukan, tetapi debitur tidak melakukannya. Pihak ebitur tidak dalam keadaan memaksa. Terhadap tuntutan itu tidak diajukan tangkisan yang dapat melumpuhkan tuntutan itu.
Akibat Wanprestasi : Bilamana debitur sudah tegas dinyatakan lalai, kreditur segera dapat menuntut ganti rugi, dalam arti debitur harus menanggung kerugian yang timbul karena wanprestasi tersebut.
Akibat Wanprestasi : Pelaksanaan prestasi; Ganti rugi; Hal-hal yang dapat dituntut oleh seorang kreditur terhadap debitur yang telah melakukan wanprestasi ialah : Pelaksanaan prestasi; Ganti rugi; Pelaksanaan prestasi ditambah dengan ganti rugi; Pembatalan perjanjian itu sendiri; atau Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi kreditur berhak memilih yang mana dari kemungkinan tersebut yang akan dituntut.
Akibat Wanprestasi : Pembayaran ganti rugi; Pembatalan perjanjian Hal-hal yang paling tidak mengenakkan debitur sebagai akibat kelalaiannya yang merugikan kreditur itu ialah : Pembayaran ganti rugi; Pembatalan perjanjian Peralihan risiko dan Membayar biaya perkara
Hapusnya Suatu Perikatan : Mengenai hapusnya atau berakhirnya suatu perikatan oleh undang-undang ditentukan dalam pasal 1381 yang menentukan 10 cara berakhirnya perikatan. Dalam pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan cara-cara berakhirnya sebagai berikut : Karena pembayaran; Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; Karena pembaharuan hutang; Karena kompensasi atau perjumpaan hutang; Karena percampuran hutang; Karena pembebasan hutang; Karena musnahnya barang yang terutang; Karena kebatalan atau pembatalan; Karena berlakunya syarat batal; dan Karena lewatnya waktu.
Hapusnya Suatu Perikatan : Cara berakhirnya perikatan yang disebutkan dalam pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hkum Perdata itu belum lengkap, oleh karena masih ada cara-cara berakhirnya perikatan yang belum termasuk didalamnya, misalnya : berakhirnya perikatan karena ketetapan waktu; berakhirnya perikatan karena salah seorang meninggal dunia dalam perikatan-perikatan tertentu. Azas kebebasan berkontrak (freedom of contract atau laizzes faire) pasal 1338 Prestasi perikatan (Pasal 1234) Memberikan sesuatu Berbuat sesuatu Tidak berbuat sesuatu
Prestasi Perikatan : Prestasi perikatan dalam perjanjian dapat berupa : Kewajiban Syarat Kewajiban dan syarat
Macam - Macam Perjanjian : Perjanjian cuma-cuma (hibah) Perjanjian atas beban B.1. Perjanjian UNILATERAL B.2. Perjanjian BILATERAL
Macam - Macam Perjanjian : Pihak I Pihak II Cuma-cuma Prestasi Kewajiban Unilateral Prestasi syarat Bilateral
Macam - Macam Perjanjian : Contoh : Perjanjian cuma-cuma Hibah Perjanjian Unilateral Siapa yang menemukan anjing poedel akan diberi hadiah Perjanjian Bilateral Jual Beli
Azas Kepribadian (Privity of Contract) : Azas Kepribadian (Privity of Contract) Pasal 1340 Perjanjian hanya mengikat pada pihak dalam perjanjian
Syarat - Syarat Sahnya Suatu Perjanjian : Pasal 1320 : Syarat Subjektif Kesepakatan Proses Ijab Kabul (Offer – Acceptance) Kecakapan Syarat Objektif Hal yang tertentu Sebab yang halal (Consideration)
Perjanjian Yang Tidak Memenuhi Syarat : Batal demi hukum (Void Ab Initio) Voidable (dapat dibatalkan) Beda : Batal demi hukum (Void) dan dapat dibatalkan (Voidable) Bahaya bila perjanjian yang tidak memenuhi syarat adalah Voidable Dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian ini, dibedakan bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wanzenlijke oordeel), sub bagian inti disebut esensialia dan bagian yang bukan inti disebut naturalia dan aksidentialia.
Esensialia : Bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel).
Naturalia : Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual (vrijwaring).
Aksidentialia : Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
Kesepakatan yang diberikan karena adanya: Kesepakatan Semu : Kesepakatan yang diberikan karena adanya: Kekhilafan (Mistake) Paksaan (Duress) Penipuan (Misrepresentation) Kesepakatan Semua adalah Kesepakatan jadi perjanjian tidak “Void” (Batal demi hukum) tetapi dapat dibatalkan (Voidable)
Subjek Hukum : Orang Pribadi Pasal 1329 : pada dasarnya setiap orang adalah subjek hukum, kecuali UU menentukan lain. Hal yang tertentu Sebab yang halal (consideration)
Pasal 1330 Pasal 1330 : Orang yang dianggap tidak cakap ialah : Belum dewasa (<18 tahun dan belum menikah). UU No. 1/1974 Orang dewasa yang diampuni
Subjek Hukum : Badan Hukum Pasal 1654 : badan yang sah
Perjanjian Oleh Anak - Anak (Pengecualian) Perjanjian yang dapat dilakukan oleh anak-anak (pengecualian) : Sesuai dengan kehidupan anak-anak Sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu Transaksi kerja bila dikuasakan oleh wakilnya (pasal 1601 G & H)
Halal : Halal mencakup : Tidak bertentangan dengan UU Sesuai dengan kesusilaan Sesuai dengan ketertiban umum Pengganti sebab (pasal 1336) tergantung UU
Akibat Hukum Terjadinya Perjanjian : Terikat pada : Isi perjanjian Kepatutan Kebiasaan UU Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (pasal 1338) Kreditur dapat minta pembatalan perbuatan debitur yang merugikan kreditur (pasal 1341). (injuction)
Ketidakpatutan Ketidakpatutan terjadi dalam hal terdapat : Hubungan yang berat sebelah (undue influence) Misalnya : pengacara dengan klien Keadaan yang berat sebelah (unconscionability) Misalnya : perjanjian dengan salah satu pihak adalah orang tua yang buta huruf
Macam - Macam Perikatan Perikatan bersyarat Perikatan dengan ketetapan waktu Perikatan alternatif Perikatan tanggung Tanggung renteng Lain-lain
Kesepakatan Semu :
Deed dan Akte :
Akibat Hukum Perikatan :