Penggusuran Paksa dan Perjuangan Warga Bukit Duri Disampaikan dalam Diskusi Publik Memaknai Indonesia sebagai Negara Hukum dalam Menjamin Hak-Hak Warga Kota Jakarta, 10 Februari 2017
Kronologis... Kepala Satuan Polisi Pamong Praja wilayah Administrasi Jakarta Selatan (Kasatpol PP Selatan), Ujang Hermawan, menerbitkan Surat Peringatan 1 pada tanggal 30 Agustus 2016. Dua hari setelah SP 1 diterbitkan, pada 1 September 2016, Komunitas Ciliwung Merdeka bersama dengan warga mengajukan gugatan pembatalan SP 1 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN). sedang dalam proses pemeriksaan awal di PTUN, Kasatpol PP Jakarta Selatan menerbitkan Surat Peringatan (SP) 2 tanggal 7 September 2016 dan yang terakhir Surat Peringatan (SP) 3 tanggal 20 September 2016. Sidang perdana pembatalan SP 1, 2, dan 3 digelar di PTUN tanggal 26 September 2016 warga memohon kepada Majelis Hakim agar pembongkaran paksa tidak dilakukan sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap diputuskan. Ketua Majelis Hakim merespon permohonan warga dengan menyatakan akan diputuskan setelah berembug dengan hakim anggota lainnya. Permohonan Penundaan akan disampaikan pada sidang PTUN tanggal 10 Oktober 2016.
Sebelum tanggal 10 Oktober 2016 Majelis Hakim PTUN mengingatkan kepada tergugat yaitu Kasatpol PP Selatan untuk tidak melakukan apapun juga di wilayah Bukit Duri. meskipun sudah dihimbau untuk tidak melakukan tindakan apapun juga, penggusuran tetap terjadi di lapangan dengan pelaksana yaitu Kasatpol PP. Penggusuran tersebut berlangsung selama 3 hari yaitu pada tanggal 28, 29 dan 30 September 2016, yang terjadi di RT. 05, 06, 07, 08, 10, 11, 12 dan 15/RW 12; RT. 03 dan 04/RW. 11; RT. 03, 06, 08, 10/RW 10 dan RW 09, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Petugas yang ada di lapangan saat itu adalah aparat gabungan yaitu: BBWSCC, Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Selatan, Kasatpol PP Selatan, Camat, Lurah, Polisi Sektor Jakarta Selatan, dan Dandim Jakarta Selatan.
Pada hari sabtu 1 Oktober 2016 Lurah Bukit Duri datang malam hari sekitar 19.30 wib meneror warga berteriak kepada sisa warga bahwa rumah mereka akan digusur. Dia nekat untuk menghancurkan pos RT 06 dan satu rumah milik Supriyanto. Tanpa perencanaan, tanpa pemberitahuan, tanpa peta bidang Lurah Bukit Duri membuldoser 2 rumah itu. Kemudian dilanjutkan dengan lurah mengancam Senin tanggal 3 Oktober 2016 akan menghancurkan sisa rumah di RT 06/RW 12. Sisa rumah yang menempel di tembok PJKA siap di buldoser oleh Lurah pada hari Senin pekan depan. Hari Senin tanggal 3 Oktober 2016 jam 10.00 WIB Camat Tebet, Lurah Bukit Duri, Dandim, Kaporles Jakarta Selatan dan Satpol PP Jakarta Selatan 100 aparat gabungan dikerahkan untuk menghancurkan 18 rumah di RT 06/RW 12.
Lurah Bukit Duri, Mardi Youce di Pengadilan Tata Usaha Negara pada tanggal 21 November 2016 menegaskan bahwa dalam penggusuran para pelaksana dilapangan tidak memiliki panduan teknis yang jelas, tertulis, baku, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta AUPB. Ketika penggusuran terjadi, seluruh tindakan dilapangan, dilakukan berdasarkan ‘seni permainan di lapangan sesuai kondisi yang terjadi di lapangan’.
Dasar Hukum kepemilikan Warga bukti kepemilikan tanah yang dimiliki oleh warga tercatat atas nama H. Rais, H. Basuki dan Moestopa sejak tahun 1902. bukti surat Verpoonding Indonesia. H. Rais memiliki tanah 1.6 hektar. H. Basuki memiliki tanah dengan luas 850 M2. Moestopa memiliki tanah 3.138 M2. Seluruh tanah-tanah tersebut berlokasi di wilayah pinggir Kali Ciliwung. 13 warga memiliki sertifikat Hak Milik dan hak Guna Bangunan. 16 warga memiliki Akte Jual Beli dibuat dihadapan notaris/PPAT. Sedangkan sisanya warga memiliki bukti surat jual beli di bawah tangan, hibah, waris, nota jual beli, dan kwitansi pembelian tanah beserta bangunan.
Alasan dan Dasar Hukum Pemprov DKI Jakarta melakukan Penggusuran Pemprov DKI Jakarta adalah pelaksana kegiatan pembangunan Trace Kali Ciliwung dengan sebutan Program Normalisasi Kali Ciliwung bersama dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) cq Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Normalisasi Kali Ciliwung ditetapkan sebagai program wilayah DKI Jakarta dituangkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 pada Tabel 6 point 3.3.4 dan point 3.3.6. Program Normalisasi Kali Ciliwung merupakan proyek pembangunan yang berpotensi memberikan dampak pada lingkungan hidup dalam arti luas.
Berdasarkan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No Berdasarkan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32 Tahun 2009) mewajibkan kepada pelaksana proyek yaitu BBWSCC untuk membuat Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
AMDAL proyek normalisasi digunakan sebagai: acuan dalam merencanakan dan melaksanakan proyek Normalisasi Kali Ciliwung; memberikan masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan proyek Normalisasi Kali Ciliwung; memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; memberi informasi bagi masyarakat di Bukit Duri yang ditimbulkan dari suatu rencana kegiatan Normalisasi Kali Ciliwung; digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha Normalisasi Kali Ciliwung. Berdasarkan AMDAL maka ijin Kelayakan Lingkungan Hidup dapat diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Normor: 15/7.4/31/1.774.1/2015 dan Ijin Lingkungan Nomor: 15/7.1/31/1.774.1/2015.
AMDAL Normalisasi Kali Ciliwung mewajibkan kepada pelaksana proyek Normalisasi Kali Ciliwung yaitu BBWSCC untuk bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Timur untuk: mengelola timbulnya keresahan masyarakat; mencegah hilangnya pemukiman penduduk; dan hilangnya fasum dan fasos.
Dalam kajian AMDAL, pelaksanaan proyek Normalisasi Kali Ciliwung di wilayah Bukit Duri membutuhkan tanah. Tanah-tanah yang akan digunakan oleh proyek Normalisasi Kali Ciliwung di wilayah Bukit Duri milik masyarakat setempat. AMDAL menunjuk Gubernur DKI Jakarta cq Walikota Jakarta Selatan untuk melakukan pembebasan tanah-tanah masyarakat di pinggir Kali Ciliwung dengan mengacu pada UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pertimbangan Hakim dalam Putusan PTUN peraturan pelaksana proyek pembangunan yaitu Peraturan Gubernur Nomor 163 Tahun 2012 telah daluwarsa Vide Putusan PTUN halaman 115 – 116
Peraturan Gubernur No. 163 Tahun 2012 Peraturan Gubernur No. 163 Tahun 2012. Pergub ini membatasi masa berlakunya pelaksanaan proyek Normalisasi Kali Ciliwung dua (2) tahun sejak diberlakukannya. Sehingga berdasarkan Pergub No. 163 Tahun 2012 pelaksanaan program ini harus sudah selesai pada tanggal 11 Januari 2014. Kemudian Gubernur DKI Jakarta selanjutnya, Basuki Tjahja Purnama, menerbitkan Keputusan Gubernur No. 2181 Tahun 2014 untuk memperpanjang masa berlakunya proyek Normalisasi hingga 5 Oktober 2015.
pembebasan lahan untuk proyek Normalisasi Kali Ciliwung dilakukan berdasarkan UU No. 2/2012 jo. Perpres No. 71/2012. Vide Putusan PTUN halaman 117. Harus berdasarkan asas yang ada dalam UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan dan Kepentingan Umum.
Para Penggugat khususnya maupun warga Bukit Duri yang menguasasi tanah dengan itikad baik, baik secara turun temurun dalam waktu tertentu dan/atau memperoleh dengan cara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan serta apabila memiliki salah satu syarat sebagaimana dimaksud Pasal 23 dan Pasal 25 Peraturan Presiden No. 71/2012 tersebut dapat memperoleh ganti kerugian yang layak atas tanah yang dikuasainya.
Bukti tanah: Sertifikat hak atas tanah yang telah berakhir jangka waktu haknya; Surat sewa menyewa tanah; Surat keputusan penerima obyek tanah landreform; Surat ijin garapan membuka tanah; atau Surat penunjukan/pembelian kavling tanah penganti.
Bukti Bangunan: IMB dan bukit fisik bangunan; surat Pernyataan Penguasaan Fisik; atau bukti tagihan atau pembayaran listrik, telepon, atau perusahaan air minum dalam 1 bulan terakhir; sertifikat hak atas tanah yang telah berakhir jangka waktu haknya; surat sewa menyewa tanah; surat keputusan penerima obyek tanah landreform; surat ijin garapan/membuka tanah; surat penunjukan pembelian kavling tanah pengganti.
Menimbang, bahwa selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) UU No Menimbang, bahwa selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) UU No. 2/2012 … bahwa pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (1.) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; (2) penilaian ganti kerugian; (3) musyawarah penetapan ganti kerugian; (4) pemberian ganti kerugian; dan (5) pelepasan tanah instansi.
Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat dalam menerbitkan surat keputusan objek sengketa (SP 1, 2, 3) telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan: tidak melibatkan partisipasi masyarakat terkena dampak, tidak adanya musyawarah penetapan ganti kerugian yang disepakati bersama dan bukan dengan ganti rugi yang ditetapkan secara sepihak sebelum diterbitkannya objek sengketa.
“… menanggapi pengharapan yang wajar dimana jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah oleh karenanya kepada Para Penggugat layak untuk diberikan tuntutannya dan gugatannya haruslah dikabulkan.
Sekian dan Terima Kasih