DITINJAU DARI PERSPEKTIF GEERT HOOFSTEDE PERBANDINGAN BUDAYA KOREA & BIMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF GEERT HOOFSTEDE BEATRIKS BUNGA & KARISMA SUKMAYANTI
PENELITIAN Hofstede (th. 1960 dan 1970 ) Perusahaan multinasional Internasional Business Machines (IBM) Dalam studi awalnya (1980) Hofstede melaporkan data yang dikumpulkan dari karyawan 40 negara 116.000 kuesioner pada 7 level pekerjaan yang berbeda
5 dimensi utama menurut Hofstede (Hofstede, G & Hofstede, G.J, 2005): Jarak kekuasaan (Power Distance) Menghindari ketidakpastian (Uncertainly Avoidance) Individualism VS Collectivism (IC) Masculinity VS Feminity Short Term Orientation VS Long Term Orientation
Power distance : sejauhmana tiap budaya mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan diantara anggota-anggotanya PD tinggi : adanya struktur hirarkhi yang ketat dan kekuasaan cenderung terpusat PD rendah : meminimalkan perbedaan status atau mengutamakan kesajajaran, sehingga struktur organisasinya biasanya kurang ketat hirarkinya dan desentralisasi. Power Distance
India, Filipina, Mexico dan Venezeula India, Filipina, Mexico dan Venezeula. Sementara yang memiliki skor PD rendah adalah Selandia Baru, Denmark, Israel dan Austria. Dilain pihak, Spanyol, Pakistan, Itali dan Jepang memiliki skor yang moderat. Amerika tergolong negara yang memiliki skor yang rendah.
Uncertainty Avoidance/ UA tingkatan sejauhmana masyarakat menghadapi situasi yang samar-samar atau tidak pasti UA rendah, toleransi terhadap sesuatu yang samar-samar atau tidak pasti ini cenderung lebih tinggi Uncertainty Avoidance/ UA
UA tinggi : terlihat dengan adanya aktivitas-aktivitas yang lebih terstruktur, aturan-aturan yang tertulis atau pengaturan yang baik atau cenderung rule orientation dan lebih banyak spesialisasi UA tinggi adalah Jepang, Yunani, Portugal dan Belgia. Sedangkan yang memiliki skor UA rendah adalah Singapura, Denmark dan Swedia.
Individualism vs Collectivism Budaya individualistik mendorong anggotanya agar mandiri (otonom), menekankan tanggungjawab dan hak-hak pribadi budaya kolektif menekankan kewajiban pada masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya Budaya kolektivitas biasanya mendasarkan pada senioritas dan individualistis biasanya berdasar pada prestasi.
Negara-negara yang memiliki skor tertinggi dalam dimensi individualistik adalah Amerika Serikat (kecuali Amerika Latin), Australia, Inggris dan Kanada atau negara bekas jajahan Inggris. Sedangkan yang memiliki skor rendah ditemui pada sebagian negara di Asia dan Amerika Latin.
Masculinity VS Feminity (MA) Dimensi ini menunjukkan sejauhmana suatu masyarakat berpegang teguh pada peran gender atau nilai-nilai seksual yang trandisional yang didasarkan pada perbedaan rendah biologis Masyarakat yang memiliki dimensi masculinity menekankan pada nilai asertivitas, prestasi dan performasi dimensi feminim (maskulitas nya rendah) lebih mengutamakan hubungan interpersonal, keharmonisan dan kinerja kelompok.
Negara yang memiliki MA tinggi diantaranya adalah Jepang, Austria dan Venezeula. Sedangkan yang memiliki skor MA rendah Denmark, Belanda, Norwegia dan Swedia
Long-Term & Short-Term Orientasi (LTO) Apa yang individu lakukan hari ini, berdasarkan tujuan yang ia tetapkan untuk jangka panjang. Sedangkan short term orientation lebih menunjuk pada orientasi hari ini saja Negara-negara dengan LTO tinggi adalah sebagian negara di Asia (kecuali Filipina dan Pakistan) dan Britania, Australia, New Zealand, USA dan Canada adalah Negara-negaara dengan LTO rendah (short term orientation)
HASIL INTERVIEW
Bima (Nusa Tenggara Barat) No. Dimensi Nilai Korea Selatan Bima (Nusa Tenggara Barat) 1. Power Distance Pengambilan keputusan berdasarkan voting Kadang-kadang pengambilan keputusan tergantung pada umur, tetapi berdasarkan kasus tertentu. Budaya Korea yang tetap menghormati orangtua Ada diskusi keluarga untuk proses pengambilan keputusan Hierarkhi dalam keluarga fleksibel, bersifat patner Ekspresi ketidaksetujuan dengan tergantung karakter orang Pada kolompok yang homogen, terbuka untuk diskusi, menyatakan perasaan Responden sendiri menganggap hubungan dengan orangtua sebagai teman Jika diperusahaan, justru hierarkhi kekuasaan itu kentara. Keputusan yang diambil, tidak bisa di bantah oleh bawahan. Power distance tinggi Keputusan keluarga ada ditangan orang-orang tua atau keluarga besar. Keputusan yang sudah diambil berdasarkan rapat keluarga harus diikuti (mau tidak mau), yang masih mengacu pada tradisi yang berlaku. Dalam keluarga, hubungan anak dengan ayah kaku. Antara kakak-adik (saudara), tidak ada keterbukaan Hubungan dengan paman/bibi terjalin bagus. Paman/Bibi punya kapasitas juga dalam menentukan kekidupan keponakannya. Hirarki pengambilan keputusan jelas. Hirarki peran dalam keluarga jelas. Ayah sebagai kepala keluarga, ibu sebagai ibu rumah tangga dan anak harus mendengar keputusan yang sudah diambil.
Individual vs Collectivism 2. Individual vs Collectivism Kemajuan IPTEK dan tuntutan hidup membuat masyarakat Korea bersifat individual Kebudayaan di Korea cenderung bersifat kolektif Kolektifitas tidak membatasi aktualisasi diri personal. Individu bebas berekpresi memajukan diri sendiri Kolektifitas tidak melewati batas privat sesama Penghargaan terhadap personal time tiap orang di hormati Kebudayaan ini juga tergantung pada individual differences Dalam keluarga, penyelesaian masalah berdasarkan kolektifitas masih berpengaruh Personal skill diusahakan sendiri, bukan hasil kolektifitas. Kebudayaan Korea cenderung memiliki hubungan dengan orangtua yang sangat dekat Tinggal bersama mertua/ orangtua setelah menikah masih kental Responden sendiri lebih banyak kegiatan sehingga proporsi tinggal dengan keluarga sedikit. Bersifat collectivism. Ini terbukti dengan adanya perkumpulan Bima di Yogya Selalu berkumpul untuk satu urusan keluarga seperti pernikahan, khitanan. Ada keputusan bersama yang diambil (rapat keluarga). Masyarakat bersama membantu ketika pernikahan maupun kematian. Misalnya membantu membuat tenda. Warga yang meninggal, paling tidak satu kampung akan turun tangan membantu, seperti mendirikan tenda, menggali kuburan, bahkan untuk sekedar hadir. Responden sendiri merasa sangat terikat dengan collectivism ini. Bagi responden, mengorbankan waktu pribadi (misalnya kerja dikantor, janjian dengan orang lain) demi kepentingan bersama di masyarakat.
Responden sendiri tidak begitu dekat dengan tetangga. 2. Individual vs Collectivism Responden sendiri lebih banyak kegiatan sehingga proporsi tinggal dengan keluarga sedikit. Hubungan dengan sepupu tidak dekat. Hanya bertemu jika salah satu menikah Hubungan responden sendiri dengan orangtua (ayah) tidak terlalu dekat karena karakteristik ayah yang pendiam Sikap responden terhadap orang yang tidak kenal : tidak dekat sebelum kenal. Responden sendiri tidak begitu dekat dengan tetangga. Hubungan dengan rekan kerja atau teman kampus justru lebih dekat daripada dengan tetangga sebelah rumah. Kebudayaan Korea, jika tidak kenal, walaupun ada eye contact tidak memberi respon seperti senyum, atau memberi salam. Kebudayaan Korea secara umum bersifat asertif terhadap sesuatu. Mengungkapkan apa yang benar dan apa yang salah secara tegas. Responden sendiri cukup terbuka (fleksibel) dengan orang asing yang meminta bantuan. Jika responden bisa membantu, akan membantu dan dengan tegas menolak jika tidak bisa.
Suka sesuatu yang terstruktur 3. Uncertainly Avoidance (UA) Suka sesuatu yang terstruktur Masalah waktu harus pasti. Misalnya janjian harus tepat jam berapa Prosesnya harus teratur Dalam hidup, orientasi masa depan. Merencanakan ke depan apa yang ingin ia lakukan dan apa yang harus ia kejar. Masalah pelaksanaan aturan/ kebijakan pemerintah. Kebanyakan melaksanakan teratur Responden sendiri suka yang teratur, terstruktur. Peraturan dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar Berkenaan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat, apakah aturan-aturan itu dilaksanakan dengan kesadaran atau karena takut akan sanksi. Aturan-aturan ini ditaati scara berbeda oleh masyarakat Bima. Aturan-aturan yang dibuat pemerintah tidak terlalu terikat. Tetapi jika peraturan ini ditetapkan oleh agama atau tokoh masyarakat, biasanya lebih ditaati dengan kesadaran.
Ingin hari esok lebih baik daripada hari ini. Untuk itu hidup hari 3. Uncertainly Avoidance (UA) Untuk masalah pendidikan, walaupun mereka tidak memahami apa akan diterima dengan hasil pendidikan, tetapi mereka berusaha untuk menyekolahkan anak mereka. Sebagian besar ini berlaku bagi orangtua di Bima. Ingin hari esok lebih baik daripada hari ini. Untuk itu hidup hari Salah satu contoh UA yang tinggi adalah berkaitan dengan Spiritualitas yaitu naik haji. Bagi responden sendiri, masalah orientasi pada masalah yang tidak pasti cukup rendah.
Wanita juga bisa jadi pemimpin yang berkualitas 4. Masculinity-Femininty Responden sendiri juga menolak pembagian peran yang mendiskreditkan wanita harus bekerja diruang rumah saja. Baginya wanita berhak bekerja dibidang yang sama dengan laki-laki, karena jumlah perempuan yang pintar banyak; Wanita juga bisa jadi pemimpin yang berkualitas Struktur keluarga yang menempatkan ayah sebagai bos dalam rumah tangga tidak lagi berlaku. Semua anggota keluarga adalah patner Pembagian peran didalam masyarakat Bima tergolong bersifat Patriakal. Ayah harus bertindak sebagai ayah yang memberi nafkah. Ibu bertindak sebagai pengasuh anak dan menjaga rumah. Anak menjadi anak yang harus mendengar keputusan dari orangtua. Bekerja untuk meningkatkan ekonomi demi kepentingan sekolah anak, naik haji
Long – Short Term Orientasi 5. Long – Short Term Orientasi Suka sesuatu yang terstruktur Masalah waktu harus pasti. Misalnya janjian harus tepat jam berapa Prosesnya harus teratur Dalam hidup, orientasi masa depan. Merencanakan ke depan apa yang ingin ia lakukan dan apa yang harus ia kejar. Masalah pelaksanaan aturan/ kebijakan pemerintah. Kebanyakan melaksanakan teratur Responden sendiri suka yang teratur, terstruktur. Peraturan dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar Orientasi dengan pasangan, misalnya sebelum menikah harus menabung untuk persiapan masa depan dengan keluarganya nanti Budaya tinggal bersama sebelum menikah mulai masuk dalam kebudayaan Korea. Tetapi ini bukan kebudayaan asli Korea Berani keluar belajar keluar negeri Untuk masalah spiritualitas sebagai long-short orientation tidak terlalu penting. Orientasi kepada pekerjaan, selalu berorientasi pada masa depan. Contoh LO tinggi, pada masalah pendidikan, selalu berusaha menyekolahkan anak ke luar kabupaten Bima dengan harapan akan memajukan keluarga juga masyarakat. Orientasi nilai-nilai spiritual. Ini berkaitan dengan agama apa yang dianut. Misalnya Muslim, bekerja untuk mengumpulkan dana naik haji. Orientasi terhadap masa depan dengan pasangan hidup. Masa pacaran biasanya berorientasi masa depan. Pasangan yang dipilih diharapkan untuk menemaninya seumur hidup. Masalah kawin-cerai di Bima masih dianggap tabu. Sehingga ketika seorang pemuda menjalin hubungan personal dengan seorang pemudi selalu diusahakan untuk orientasi masa depan.
PEMBAHASAN
Power Distance Adanya ketidaksetaraan kekuasaan antara individu yang memiliki kekuasaan (orang tua, orang yang dituakan, maupun keluarga besar) dengan individu yang memiliki kekuasaan rendah (anak, keluarga kecil di dalam lingkup keluarga besar). Yang mana individu yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, mempunyai hak dan wewenang dalam proses pengambilan keputusan bagi individu lainnya, melalui hirarki proses pengambilan keputusan yang jelas. Pada budaya Korea power distance ini hanya terasa pada lingkup organisasi. Power distance dalam keluarga Korea bersifat fleksibel. Orangtua dianggap sebagai partner. Anak bebas mengeluarkan pendapat secara asertif menyatakan perasaannya. Hubungan dalam nuclear family biasanya lebih erat daripada dengan extended family, yang mana pertemuan dengan extended family hanya pada acara-acara besar keluarga.
Collectivism Sec. umum masy.Bima adalah kolektif, dpt etrlihat melalui selalu berkumpulnya keluarga dan masyarakat untuk satu urusan keluarga, adanya keputusan bersama yang diambil melalui rapat keluarga. Secara umum, kebudayaan Korea bersifat kolektif (karakteristik kebudayaan Asia). Kebudayaan kolektifitas ini tidak sampai mengganggu kebebasan individu berkreasi dengan hidupnya sendiri, juga membatasi diri dari area privat atau area personal orang lain, bahkan dalam extended family. Kontak mata dengan orang yang tidak dikenal tidak membuat orang Korea bersikap ramah, tetapi jika sudah kenal, mereka akan menjadi sangat akrab dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi.
uncertainty avoidance Hal pendidikan, yang tetap berusaha untuk menyekolahkan anak mereka meskipun tidak memahami apa yang akan diterima dengan hasil pendidikan,dilakukan oleh sebagian besar orangtua di Bima. Aturan-aturan yang dibuat pemerintah tidak terlalu terikat. Tetapi jika peraturan ini ditetapkan oleh agama atau tokoh masyarakat, biasanya lebih ditaati dengan kesadaran. Uncertainty avoidance Masy. Korea tergolong tinggi. Lebih menyukai pekerjaan yang terstruktur Tepat waktu adlh salah satu etika bekerja Korea cenderung memiliki planning yang jelas untuk jalan hidup mereka di masa depan.
Masculinism-feminism Orangtua pada masy. Bima ygmemiliki orientasi kerja utk meningkatkan ekonomi, menunjang upaya menyekolahkan anak demi kemajuan keluarga & masyarakat. Masy. Bima jg memiliki dimensi feminity yg juga mengutamakan hubungan interpersonal, keharmonisan dan kinerja kelompok. Namun hal ini hanya berlaku pada situasi tertentu saja, misalnya gotong royong dalam pembangunan masjid, gotong royong dalam upacara perkawinan, kematian dan khitanan. Korea menganut sistem patrikal. Pertambahan ilmu pengetahuan, pemahaman mengenai kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan mulai terbuka.
Long term orientation Masy. Bima lebih berorientasi pd pekerjaan sbg salah satu usaha utk orientasi masa depan yang lebih baik, termasuk masalah pendidikan, selalu berusaha menyekolahkan anak ke luar pulau Bima dg harapan akan memajukan keluarga juga masyarakat, bekerja untuk mengumpulkan dana naik haji, kaitannya dg hubungan lawan jenis, yang mana masa pacaran adalah berorientasi untuk masa depan Orientasi orang Korea terhadap masa depan terlihat jelas dalam masalah pendidikan & pernikahan. Pendidikan, pemuda-pemudi Korea sangat berkompetisi utk mendpt pendidikan yg berkualitas dg tujuan cita-cita tinggi mereka tercapai, bahkan sangat berani utk lintas negara demi mencapai kehidupan yg ingin dicapai. Orientasi thp masa depan juga terlihat dlm menjalin hub. dg lawan jenis, berusaha menjalin hubungan dg serius & merencanakan perkawinan & mempersiapkan hal2 yg berkaitan dg perkawinan, misalnya menabung. Orientasi masa depan dalam hal beragama tdk menjadi perhatian dlm masy.Korea.
kesimpulan Responden dg latar belakang budaya Korea (khususnya Korea Selatan) & Bima (NTB) memiliki bbrp kemiripan dlm implikasi dimensi nilai dr perspektif Hofstede seperti dimensi uncertainty avoidance, collectivism, masculinism, dan long term orientation. Meskipun demikian, implikasi dr dimensi nilai tsb pd budaya Korea (Korea Selatan) & Bima tetap memiliki ciri khas tersendiri yg tdk terlepas dr pengaruh tradisi yg telah diwarisi scr turun-temurun maupun pengaruh kemajuan IPTEK & globalisasi. Aspek power distance yg sedikit berbeda antara latar belakang budaya Korea (Korea Selatan) & Bima (NTB) masih dipengaruhi bbrp hal seperti tradisi di kabupaten Bima mengenai proses pengambilan keputusan yg masih dipegang oleh suatu rapat besar (misalnya dlm lingkup keluarga) & yg berhak utk mengambil keputusan adl orang tua, atau orang yg dituakan (yg dihormati). Sedangkan di Korea (Korea Selatan) hal ini akan muncul ketika berada dlm lingkup organisasi khususnya organisasi kerja, sedangkan dlm lingkup keluarga sifatnya lebih fleksibel, yg mana mengganggap anggota keluarga (dlm nuclear family) adlh partner.
daftar pustaka
Bochner, S. 1994. Cross-Cultural Differences in The Self Concept; A Test of Hofstede’s Individualism/Collectivism Distinction. Journal of Cross-Cultural Psychology. Vol.25, No.2., pg. 273-283. Dayakisni, T & Yuniardi, S. 2004. Psikologi Lintas Budaya. UMM Press. Malang. Funeman, et al., 1996. Individual-Collectivism : An Empirical Study of A Conceptual Issue. Journal of Cross Culture Psychology. Vol. 27, No. 4., pg. 381-402. Hamzah, M. 2004. Ensiklopedia Bima. Pemerintah Kabupaten Bima. Raba-Bima. Hofstede, G & Hofstede, G. J. 2005. Cultures and Organizations; Software of The Mind. McGraw Hill. USA. Jang, Y & Merriam, S. 2004. Korean Culture and The Reentry Motivation of University-Graduated Woman. Adult Education Quarterly. Vol 5., No 4., pg. 273-290. Kagitcibasi, C. 2005.Autonomy and Related In Cultural Context: Implications for Self and Family. Jounal of Cross-Culturar Psychology. Vol.36, No. 4., pg.403-422. Tao, S, Horn, M & Merritt, D. 2004. Values and Lifesyles of Individualist and Collectivists : A Study on Chinese, Japanese, British, and US Consumers. Journal of Consumers Marketing. Vol. 21. No. 5., pg. 318-331. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bima http://id.wikipedia.org/wiki/Korea_Selatan
terima kasih dan sampai jumpa