REGULASI JAMINAN PRODUK HALAL DAN PENERAPANNYA Giants Causeway (Irlandia) KASUBDIT PRODUK HALAL Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama RI Pulau lombok
DASAR HUKUM QS Al Baqarah ayat 168 يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S. al-Baqarah: 168).
Undang-Undang Jaminan Produk halal Dalam menjamin setiap pemeluk agama beribadah & menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan & jaminan ttg kehalalan produk yg dikonsumsi dan digunakan masyarakat Syariah Islam, memerintahkan umatnya agar dari segi makanan dan barang gunaan memakan atau menggunakan bahan-bahan yang halal, baik, suci, dan bersih. Oleh karena itu umat Islam perlu mengetahui informasi yang jelas tentang halal dan haram mengenai makanan, minuman, obat, kosmetika, produk kimia biologis dan rekayasa genetik URGENSI UU JPH Lady 23112015
DITETAPKANNYA UU JPH LATAR BELAKANG Pengaturan mengenai kehalalan suatu produk menjamin kepastian hukum dan dalam suatu peraturan perundang undangan; Maka ditetapkan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jamiman Produk Halal
TUJUAN PENYELENGGARAAN JPH * memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk; meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal Lady 23112015
PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK HALAL (JPH) Pemerintah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan JPH Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan JPH
UU JPH MENGATUR TENTANG TUGAS PEMERINTAH DAN MUI SEBAGAI PENYELENGGARA JPH KETENTUAN PELAKU USAHA DALAM MEMPRODUKSI PRODUK HALAL PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JPH Lady 23112015
Langkah-langkah Pemerintah 1 Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2015 tentang Kementerian Agama, pasal 45 sampai dengan 48 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). 2 Penyusunan Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Undang-undang JPH. 3 Penyusunan Peraturan Menteri sebagaimana pasal pasal yang diamanatkan dalam UU JPH Peraturan Menteri Agama No. 42 Th. 2016 tentang Struktur Organisasi Kemenag yg memuat BPJPH
Ketentuan produk yang beredar di Indonesia Diatur pada pasal 4 UU No. 33 Th 2014 tentang JPH Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI
Pengertian Produk dalam UU JPH Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, ataudimanfaatkan oleh masyarakat Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai syariat Islam
BAHAN DAN PROSES PRODUK HALAL Bahan yang digunakan dalam PPH terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong. Bahan yang berasal dari hewan sebagaimana yang dimaksud halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat Bahan sebagaimana dimaksud bisa berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba, bahan yang berasal dari proses biologi dan kimiawi
PPH Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk. Lokasi, tempat, dan alat PPH wajib dipisahkan dengan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk tidak halal.
Peran Sertifikasi Halal Pentingnya sertifikasi halal didorong oleh keinginan produsen untuk mengikuti aturan atau keinginan mereka untuk diterima sebagai bagian dari meningkatnya tuntutan global Sertifikasi halal meningkatkan daya saing dan sebagai alat pemasaran Sertifikat dan logo halal tidak hanya menjamin terhadap apa yang mereka konsumsi atau digunakan menurut hukum Islam tetapi juga mendorong manufaktur untuk memenuhi standar halal Lady 23112015
PROSES SERTIFIKASI HALAL PENOLAKAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PEMERIKSAAN ADMINISTRASI TIDAK OLEH AUDITOR HALAL LPH SIDANG FATWA HALAL (MUI,PAKAR, K/L, INSTANSI TERKAIT) PENGUJIAN OLEH LPH HALAL PELAKU USAHA PENDAFTARAN PENERBITAN SERTIFIKAT HALAL OLEH BPJPH BERKAS DIKEMBALIKAN MEMENUHI SYARAT ADM HALAL BPJPH OK 7 Hari Kerja TIDAK MEMENUHI SYARAT HALAL 5 Hari Kerja 30 Hari Kerja 14
Bab II Jenis Produk Bersertifikat Halal secara Bertahap Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab I Ketentuan Umum memuat ketentuan-ketentuan umum yang terdapat di dalam penjelasan draf normatif rancangan peraturan pemerintah Bab II Jenis Produk Bersertifikat Halal secara Bertahap produk (barang dan/atau jasa baik berupa makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetika, serta barang gunaan) yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Jenis produk bersertifikat halal dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: Tahap pertama untuk produk makanan dan minuman; Tahap kedua untuk produk kosmetik, produk kimiawi, produk rekayasa genetik, dan barang gunaan; serta Tahap ketiga untuk produk obat dan biologi Dan pada tahun 2019 seluruh produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. 15
Bab III Lokasi, Tempat, dan Alat Proses Produk Halal (PPH) Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab III Lokasi, Tempat, dan Alat Proses Produk Halal (PPH) Lokasi dan tempat PPH wajib: dijaga kebersihan dan higienitasnya; bebas dari najis; dan bebas dari Bahan tidak halal. Alat PPH wajib: tidak bercampur najis dan bahan tidak halal; dan terjaga kebersihan dan higienitasnya Jika alat PPH digunakan untuk menyembelih hewan maka wajib memenuhi ketentuan: terbuat dari logam yang tidak mudah berkarat; memenuhi standar ketajaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; memperhatikan kesejahteraan hewan; dan mampu mematikan dalam 1 (satu) kali sayatan. 16
Bab IV Lembaga Pemeriksa Halal Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab IV Lembaga Pemeriksa Halal LPH dapat didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat LPH pemerintah meliputi kementerian/lembaga, badan usaha milik negara, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan perguruan tinggi. LPH masyarakat meliputi lembaga keagamaan Islam berbadan hukum berupa yayasan atau perkumpulan. Persyaratan pendirian LPH: Memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya; Memiliki akreditasi dari BPJPH; Memiliki minimal 3 (tiga) orang auditor halal; dan Memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium terakreditasi. Akreditasi LPH dilakukan dengan mengajukan permohonan akreditasi kepada BPJPH. Izin pendirian LPH dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis dan melampirkan dokumen persyaratan pendirian LPH. Surat izin pendirian LPH berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. 17
Bab IV Lembaga Pemeriksa Halal Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab IV Lembaga Pemeriksa Halal Auditor halal yang diangkat dan diberhentikan oleh LPH wajib memenuhi persyaratan: warga negara Indonesia; beragama Islam; berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi; memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam Mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan Memperoleh sertifikat dari MUI. Biaya sertifikasi auditor halal ditetapkan oleh Menteri Agama dengan persetujuan Menteri Keuangan. Sertifikat auditor halal diterbitkan oleh MUI dan berlaku berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia selama 4 (empat) tahun serta sesudahnya dapat diperpanjang kembali. Perpanjangan sertifikat auditor halal bagi auditor halal yang aktif dengan cara registrasi oleh BPJPH, sedangkan bagi auditor halal yang tidak aktif dengan cara sertifikasi ulang. Auditor halal yang tidak melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk selama 2 (dua) tahun berturut-turut wajib mengikuti sertifikasi ulang. Sertifikat Auditor Halal berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. 18
Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab V Kerja Sama Pengaturan kewenangan dan kerja sama BPJPH dalam penyelenggaraan JPH. Kerja sama BPJPH dengan Kementerian/Lembaga meliputi Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pariwisata, Kementerian Keuangan, BPOM, dan BSN. Bentuk kerja sama BPJPH dengan Kementerian/Lembaga adalah sesuai dengan tugas fungsi masing-masing Kementerian/Lembaga. Bentuk kerja sama BPJPH dengan LPH meliputi pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk dan pembinaan auditor halal. Bentuk kerja sama BPJPH dengan MUI meliputi sertifikasi auditor halal, penetapan kehalalan produk, akreditasi LPH, dan pembinaan auditor halal. Kerja sama internasional dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri milik pemerintah dan non pemerintah, dalam bentuk pengembangan JPH, penilaian kesesuaian, dan/atau pengakuan sertifikat halal. 19
Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab V Kerja Sama Persyaratan Lembaga Halal Luar Negeri mampu bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam rangka pengembangan dan pengawasan Produk Halal memiliki jaringan kerja sama yang luas memiliki standar operasional prosedur yang baik memiliki komisi fatwa paling sedikit 3 (tiga) orang ulama dan tim auditor halal memiliki kantor tetap di bawah pengelola yang profesional dan kredibel BPJPH melakukan verifikasi terhadap lembaga sertifikasi halal luar negeri guna memastikan keabsahan data. 20
Bab VI Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VI Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri Sertifikat halal yang diterbitkan lembaga halal luar negeri yang telah bekerja sama dengan BPJPH wajib diregistrasi oleh BPJPH sebelum produknya diedarkan di Indonesia, dengan ketentuan: 1 Produk pangan olahan, obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan kosmetik memiliki izin edar dari BPOM 2 Produk daging segar harus memiliki izin dari Kementerian Pertanian 3 Produk barang gunaan memiliki izin edar dari Kementerian Perdagangan dan/atau Kementerian Perindustrian 21
Bab VI Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VI Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri Permohonan registrasi sertifikat halal luar negeri harus memenuhi ketentuan: memiliki izin edar dari lembaga yang tugas fungsinya melakukan pengawasan obat dan makanan bagi makanan, minuman, pangan olahan, obat, dan kosmetik; Memiliki izin edar dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian bagi daging segar; Memiliki izin edar dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan dan atau perindustrian bagi barang gunaan. 22
Bab VI Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VI Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri Registrasi sertifikat halal dilakukan oleh pelaku usaha, BUMN, dan BUMD dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Badan dengan melampirkan: foto kopi sertifikat halal luar negeri produk bersangkutan; daftar Harmonized System Codes (HS Codes) yang akan diimpor; dan surat pernyataan bermaterai yang menyatakan dokumen yang disampaikan benar dan sah. 23
Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VII Pengawasan Pengawasan dilakukan terhadap LPH masa berlaku sertifikat halal kehalalan produk pencantuman label halal pencantu man keterangan tidak halal pemisahan PPH penyelia halal produk halal luar negeri kegiatan lain terkait JPH 24
Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VII Pengawasan Pengawasan dilakukan oleh BPJPH , kementerian, dan/atau lembaga terkait secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan cara: Pelaksanaan Pengawasan Pengawasan berkala minimal 1 kali dalam 6 bulan Pengawasan pada waktu-waktu tertentu dengan tujuan tertentu 25
Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VII Pengawasan Pengawasan oleh masyarakat terhadap produk dan produk halal yang beredar dilakukan dalam bentuk pengaduan, pelaporan, dan/atau permintaan penjelasan kepada BPJPH secara tertulis dengan mencantumkan identitas dan bukti-bukti. Jika hasil pemeriksaan BPJPH menemukan bukti bahwa produk yang dilaporkan mengandung unsur tidak halal, maka BPJPH membatalkan sertifikat halal, mengumumkan kepada masyarakat, dan menetapkan keputusan kepada pelaku usaha untuk menarik produk tersebut dari peredaran. 26
BPJPH dapat mengumumkan produk yang tidak bersertifikat halal Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab VIII. Sanksi Pelaku usaha yang mengedarkan dan memperdagangkan produknya yang tidak bersertifikat halal, dikenai sanksi berupa: teguran lisan; peringatan tertulis; denda administratif. BPJPH dapat mengumumkan produk yang tidak bersertifikat halal 27
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Uraian Bab dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang JPH Bab IX Ketentuan Peralihan Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai JPH dicabut dan dinyatakan tidak berlaku LPPOM MUI melaksanakan tugas pemeriksaan dan/atau pengujian produk sampai terbentuknya LPH berdasarkan peraturan pemerintah ini Bab X Ketentuan Penutup Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 28
PENTINGNYA SERTIFIKASI HALAL PADA AIR MINUM KEMASAN Terkait karena ada beberapa titik kritis halal pada proses air minum kemasan, maka sertifikasi halal menjadi sangat penting bagi produk tersebut. Pastikan air minum kemasan yang dibeli memiliki label halal yang disertifikasi oleh lembaga yang berwenang.
PROSES PADA AIR MINUM KEMASAN PENYARINGAN DESINFEKSI PENGISIAN AIR
DUA PROSES PENYARINGAN (FILTER) PREFILTER FILTER KARBON AKTIF
PREFILTER Pada proses prefilter penyaringan dilakukan dengan menggunakan pasir atau bahan lain. Pada tahap ini tidak menggunakan bahan yang berasal dari bahan organik.
Filter menggunakan karbon aktif Proses Filter Kedua Filter menggunakan karbon aktif Bisa menggunakan bahan tulang hewan Bisa menggunakan bahan tumbuhan
KARBON AKTIF DENGAN TUMBUHAN, BISA MENGGUNAKAN: TEMPURUNG KELAPA SERBUK GERGAJI KAYU KAYUAN
SAPI BABI TULANG DIMAKSUD BISA BERASAL DARI HEWAN KARBON AKTIF DARI TULANG TULANG DIMAKSUD BISA BERASAL DARI HEWAN BABI SAPI
TITIK KRITIS HALAL DARI TULANG SAPI Jika tulang berasal dari tulang sapi, maka harus dipastikan apakah hewan tersebut disembelih secara halal Dimana proses penyembelihan harus dilakukan sesuai dengan syariat Islam yang memenuhi persyaratan dan rukun dalam menyembelih
TITIK KRITIS HALAL LAINNYA Karbon aktif yang digunakan terlarang dari hewan yang tidak halal, seperti babi. Meskipun dalam prakteknya, karbon aktif dari tulang babi mempunyai daya saring lebih baik dibanding tulang hewan lainnya. Jika karbon aktif yang digunakan berasal dari tulang babi, maka menjadi haram air minumnya dikonsumsi oleh muslim
Tahap selanjutnya adalah desinfeksi Proses ini biasanya menggunakan lampu UV sehingga tidak masalah dengan titik kritis halalnya Namun hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahan pencuci botol plastik atau galon yang bisa saja berasal dari bahan yang tidak halal.
Penambahan Mineral Biasanya ditambahkan dengan beberapa jenis mineral. Zat mineral yang biasa ditambahkan; kalsium, klor, magnesium sulfat, natrium, kalium dan nitrat
TERIMA KASIH Kawah putih (Bandung)