Gerakan Masyarakat Sipil Aceh dalam Mendorong Perbaikan Tata Kelola hutan dan Lahan yang Adil dan Berkelanjutan
Wilayah Kerja Mitra Setapak Prov Aceh: JKMA/KPHA, BYTRA/WALHI, HAkA , MaTA Pidie: JKMA Aceh Utara : BYTRA Aceh Timur: HAkA Aceh Besar : GeRAK MaTA Aceh Tamiang: HAkA Aceh Barat: GeRAK, JKMA Aceh Selatan :GeRAK
Konteks Sosial dan Ekonomi Sejak tahun 2008 hingga 2013, Provinsi Aceh telah menerima pendapatan Rp. 100 Trilyun lebih. Dana ini menempatkan Aceh sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia. Dana Alokasi Umum (DAU) Aceh 2% dari total DAU nasional hingga 2022. Penerimaan dari Dana Bagi Hasil Penerimaan Negara Bukan Pajak (DBH PNBP) dari Sumberdaya Alam Rp. 58, 1 Milyar Tahun 2015. Sementara Dana Tambahan Bagi Hasil Migas (DTBH) sebesar Rp. 740 Milyar (2015). Jumlah pendapatan yang diterima Aceh tidak berbanding lurus dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM) dan juga jumlah penduduk miskin di Aceh. IPM Aceh 71,31 [2009], 71,70 [2010], 72,16 [2011]. Penduduk Miskin Aceh 18,05% (2014), 17,6% (2013), 19,46 (2012) , 19,57% (2011).
ACEH : data hutan, deforestasi dan lingkungan Luas Daratan : 5.677.081 ha Luas Kawasan Hutan: 3.557.928 ha Areal Penggunaan Lain (APL): 2.119.153 ha Jumlah Penduduk Aceh: 4.906.835 jiwa (2014) Luas Tutupan Hutan Alam 2013: 3.027.006 ha (FWI, 2014) Proporsi Tutupan Hutan Alam terhadap luas propinsi: 54% Deforestasi 2009-2013: 127.210 (FWI, 2014) Emisi Karbon CO2: 79,8 juta ton Kejadian bencana ekologis - banjir sebanyak 31, longsor 15, kebakaran hutan 20 (2014).
Masalah Tata Kelola Hutan dan Lahan: Perspektif CSO Deforestasi dan degradasi yang terencana (by design) Tata ruang provinsi yang menghapuskan KEL (Qanun No. 19/2013) Pembukaan hutan lindung untuk pembangunan 11 ruas jalan provinsi Alih fungsi lahan yang cepat untuk perkebunan Penegakan hukum yang lemah Kebijakan perijinan yang kurang sesuai dengan peraturan dan peruntukannya (tumpang tindih izin) – Total 138 konsesi tambang dimana sebesar 399.959,76 ha berada di kawasan Hutan Lindung, 31.316,12 ha berada di kawasan hutan konservasi. Dari 138 izin konsesi tambang, hanya 1 izin yang punya Dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan Illegal logging masih banyak ditemukan – 157 kasus di 11 kabupaten Instrumen penegakan hukum yang lemah (Hukum dijadikan alat untuk kriminalisasi masyarakat, kapasitas hakim,polisi dan jaksa yang lemah) Lemahnya respon penegak hukum terhadap laporan CSO dan masyarakat Hutan dan lahan sebagai lahan korupsi Hutan dan lahan sebagai kapital untuk kampanye politik dan pilkada Kebijakan perizinan membuka ruang untuk korupsi (jual beli izin, penyalahgunaan wewenang, etc) Kurangnya transparansi dan keterlibatan masyarakat Dokumen perijinan tidak dipublikasi dan sulit diakses (IUP, Amdal, dll) – CSO banyak terlibat dalam sengketa informasi baik di kabupaten dan propinsi Dana Jaminan reklamasi dan golden share tidak transparan dan tidak jelas Kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan kebijakan Keterbatasan akses masyarakat untuk mendapatkan wilayah kelola hutan dan lahan serta pengakuan masyarakat hukum adat
Kebijakan Propinsi Kebijakan moratorium logging (2007) dan izin tambang (di pesisir tahun 2013 dan keseluruhan Aceh 2014) Pengangkatan 2.000 petugas pengamanan hutan (2007) Pembentukan Kaukus parlemen pembangunan berkelanjutan Aceh (lintas fraksi – 2015) Kebijakan pertambangan minerba yang mengatur skema bagi hasil dan dana kompensasi antar tingkat pemerintahan (Qanun 15/2013) Penyusunan Strategi Pembangunan Rendah Karbon melalui Rencana Kerja Pengurangan Emisi dan REDD+ Pembentukan Dewan Daerah Perubahan Iklim, dan Pokja REDD+ Pembentukan Tim Pemantauan Moratorium Minerba
Merespon masalah tkhl : Apa yang CSO lakukan ?
Menurunkan angka deforestasi dan degradasi Restorasi Lahan Kebun (HaKA) Pertambangan (HaKA, JKMA/KPHA, GeRAK ) ( MaTA, GeRAK, HaKA, JKMA/KPHA, Bytra/Walhi) Data & Info Pelaporan Kasus termasuk Korupsi (MaTA, HaKA, GeRAK ) Asistensi PPID (MaTA, GeRAK) Permohonan Informasi & Sengketa Informasi (MaTA, GeRAK, BYTRA) Mendorong partisipasi dan transparansi Penguatan Kapasitas Masyarakat terkait UU KIP Hutan Desa, HKM, HTR, Hutan Mukim (JKMA, BYTRA) Penguatan KIA (MaTA) Advokasi Anggaran Reformasi Keuangan Publik Analisis Kerugian Negara (GeRAK, MaTA) Advokasi Kebijakan Tata Ruang (BYTRA/Walhi JKMA/KPHA) Pengakuan terhadap masy adat (JKMA, BYTRA) Perlindungan DAS Akses Wilayah Kelola Dukungan pada Penegakan Hukum Judicial Review & Eksaminasi (Bytra/Walhi, MaTA) Reformasi Kelembagaan Pokja Penguatan Mukim (JKMA) Tim Monitoring Pertambangan (GeRAK, JKMA/KPHA, Walhi) Kajian Ekologis (BYTRA/Walhi) Review Izin (Bytra, MaTA) Kajian Hukum (Bytra/WALHI, JKMA/KPHA)
Beberapa Capaian Kebijakan moratorium izin tambang melalui instruksi gubernur Terbentuknya Tim Monitoring Moratorium izin tambang yang melibatkan masyarakat sipil Draft Peraturan Bupati Tentang Transparansi Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Aceh Barat Usulan revisi Qanun Tata Ruang masuk dalam prolegda Terbitnya SK Menhut No. 103/2015 sebagai revisi atas SK Menhut No. 865/2014 tentang penunjukan kawasan hutan Aceh Beberapa usulan masyarakat sipil terkait dengan masyarakat adat (mukim), kebijakan kehutanan dan skema transparansi pengelolaan pertambangan dan minerba sedang dalam proses review oleh pemerintah daerah Kebijakan pengelolaan dan penguasaan hutan adat mukim disyahkan Terbentuknya Multi Stakeholder Forum sektor tambang yang bertujuan melakukan pengawasan sektor pertambangan 7 sengketa informasi berhasil dimenangkan – dokumen perizinan perusahaan HTI, dokumen anggaran, dokumen IUP, AMDAL
Beberapa Capaian Pelembagaan keterbukaan Informasi di Dinas Kehutanan dan Perkebunan, serta Terbentuknya PPID di propinsi dan 1 di Kab. Aceh Besar 7 kasus pelanggaran izin, lingkungan dan korupsi dilaporkan ke penegak hukum dan KPK dan 2 kasus ditindaklanjuti Adanya rekomendasi tim monitoring izin pertambangan untuk mencabut 80 IUP dari 138 IUP yang ada paska kegiatan korsup KPK dan 35 IUP sudah diterbitkan SK Bupati tentang Pencabutan IUP Adanya peta wilayah adat mukim di 3 mukim dengan total luasan 42.423,58 ha Restorasi hutan lindung di Tamiang dari ancaman sawit seluas 25.000 ha Ada anggaran restorasi dari Pemda Tamiang dan Kementerian LHK 8 Milyar Ada SK Bupati untuk perlindungan kawasan DAS Tamiang seluas 5.500 ha di Aceh Timur Terbentuknya Tim DAS untuk Aceh Tamiang Komitmen bersama (MoU) untuk perlindungan hutan mangrove seluas 500 ha
Beberapa Capaian Peraturan Bupati (PERKADA) Nomor 4 Tahun 2015 Tentang pemerintahan Mukim. dikeluarkan melalui desakan masyarakat sipil dan Forum Komunikasi Imum Mukim Aceh utara. SK Bupati nomor 141/ 717/ 2014 Tentang pengukuhan Pengurus dan Dewan kehormatan Forum Komunikasi Imum Mukim (FORKIM) Kabupaten Aceh Utara Periode 2013-2018. SK pengukuhan pertama FORKIM yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Utara hasil Advokasi bersama. Anggaran pengembangan perkebunan alternative pengganti sawit dengan komoditi lada dalam APBK Aceh Utara Tahun 2015 sejumlah 800.000.000,- pada pos anggaran Dishutbun (Dinas Kehutanan dan Perkebunan) Gugatan terahadap Qanun Tataruang Provinsi Aceh Kemahkamah Agung (MA) Sengketa informasi Terahadap 34 SKPK dengan 57 dokumen yang disengketakan, proses persidangan berjalan sampai tahap mediasi Terlaksananya Sekolah Anti Korupsi sektor Tambang bagi masyarakat
Agenda Selanjutnya Memperkuat masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan kebijakan dan penegakan hukum posko pengaduan, drones, forum masyarakat, penggunaan sosial media, Menfasilitasi pembentukan bantuan hukum bagi masyarakat Memperluas wilayah kelola masyarakat adat penetapan wilayah adat, pemetaan hutan adat, pendampingan masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan wilayah adat Melanjutkan advokasi kebijakan untuk penyelamatan hutan dan lahan (revisi RTRW Aceh), termasuk skema penyelesaian konflik Memperkuat analisis kerugian negara atas praktek pengelolaan kebijakan hutan dan lahan yang buruk Mengekplorasi peluang UU 23 untuk memperkuat agenda advokasi masyarakat sipil Mendorong pembentukan tim monitoring moratorium logging dan tim review izin sektor hutan dan lahan