ASAS-ASAS DAN SYARAT SAHNYA PERJANJIAN PERTEMUAN 3
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya (1313 KUHPdt)
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum perjanjian terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu adalah : Asas Kebebasan Berkontrak Asas Konsensualisme Asas Kepastian Hukum Asas Itikad Baik Asas Kepribadian
Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas tentang yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dapat dianalisis dari pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang menyatakan : “Semua Perjanjian yang dapat dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Asas ini merupakan asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : membuat atau tidak membuat perjanjian; mengadakan perjanjian dengan siapapun; menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; serta Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Menurut asas ini, setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Akan tetapi, kebebasan tersebut dibatasi oleh 3 (tiga) hal, yaitu : Tidak dilarang oleh undang-undang Tidak bertentangan dengan ketertiban umum Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Asas Konsensualisme Asas yang menyatakan bahwa perjanjian telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPdt Pada pasal tersebut, bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Asas Kepastian Hukum (Pacta sunt servanda) Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Artinya dibutuhkannya suatu peraturan ataupun hukum yang mengatur dan digunakan pada perkara yang terjadi di luar perjanjian.
Asas kepastian hukum yang juga disebut asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”
Asas Itikad Baik Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
Asas Kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt. Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Dan pasal 1340 KUHPdt yang berbunyi : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Asas-asas Hukum Perikatan Nasional Disamping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional.
Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut: Asas Kepercayaan Asas Persamaan Hukum Asas Keseimbangan Asas Kepastian Hukum Asas Moralitas Asas Kepatutan Asas Kebiasaan Asas Perlindungan
Asas Kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka pada kemudian hari. Artinya kedua belah pihak harus saling mempercayai satu sama lain. Mempercayakan kepada rekannya dapat melaksanakan kewajiban yang ditanggung.
Asas Persamaan Hukum Asas persamaan hukum ini mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum tersebut beda warna kulit, agama, dan ras.
Asas Keseimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur. Akan tetapi, debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
Asas Moralitas Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum adalah didasarkan pada kesuliaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
Asas Kepatutan Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan pasal 1339 KUHPdt yang antara lain menyebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal- hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala sesuatu yang yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan”
Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.