KETENTUAN MATERIIL PAJAK PENGHASILAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Advertisements

WARISAN YANG BELUM TERBAGI
Pajak Penghasilan Umum M-2
Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy. Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang.
PAJAK PENGHASILAN UMUM
IN HOUSE TRAINING PERPAJAKAN–seri PPh OP
BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI – WP BUT PASAL 9.
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
PPh Triyanto Univ. Sebelas Maret – Surakarta. Dasar Hukum PPh 1.Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh); 2.Undang-Undang No. 7.
POLITEKNIK PRATAMA PURWOKERTO
Aspek Perpajakan Atas Jasa Penelitian
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
KLASIFIKASI BIAYA.
Biaya Konsep, Pengakuan, dan Realisasi
PAJAK PENGHASILAN.
Pajak Penghasilan.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER
PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN UMUM
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek PPh dan Non Objek PPh
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN DAN PPh PASAL 21
PAJAK PENGHASILAN.
PERTEMUAN KE 6 PAJAK PENGHASILAN UMUM.
PENGHASILAN KENA PAJAK
PAJAK PENGHASILAN Niken Nindya H., SE., MSA., CA., Ak
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI By. M. Firdaus Wahidi SE., ME.
PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Triyanto Univ. Sebelas Maret – Surakarta
Perpajakan PPh Pasal 26 Pertemuan ke-9.
Matakuliah :F0452/Akuntansi Perpajakan Tahun : 2006
Objek Pajak Penghasilan
Sebutkan definisi tentang penghasilan menurutr penjelasan Pasal 4
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PENGHASILAN KENA PAJAK
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
PAJAK PENGHASILAN UU NOMOR 17 / 2000
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PPh pasal 21
Program Studi Akuntansi FE-UII Yogyakarta 2009
Materi 4.
Penghasilan Kena Pajak 5
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pasal 21, 22, 23, 24, 25 & 26 (Undang-undang No. 36 Tahun 2008)
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pph PSL 26 MUST PRAM.
PAJAK PENGHASILAN.
Hukum Pajak Pajak Penghasilan (PPh)
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
AKUNTANSI PAJAK ATAS KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
Pengantar PPh Hafiez Sofyani, SE., M.Sc PPh_Obyek dan Subyek Pajak.
PERTEMUAN #3 PEMBUKUAN FISKAL
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pajak Penghasilan Pertemuan 02
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER Arif Muhlasin. ISU PERPAJAKAN  Kenaikan Target Pajak sebesar 600 T minimal 1250 T  Pegawai pajak baru mendapat suntikan “vitamin”
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PPh PAJAK PENGHASILAN.
BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN (DEDUCTIBLE EXPENSES DAN YANG TIDAK DAPAT DIPERKURANGKAN (NON DEDUCTIBLE EXPENSES)
Transcript presentasi:

KETENTUAN MATERIIL PAJAK PENGHASILAN PERTEMUAN KE 4

Pengertian Penghasilan Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP, dengan nama dan dalam bentuk apapun.   Pasal 4 ayat (1) UU PPh

Asas Pengenaan PPh Asas Domisili yaitu asas pemungutan pajak atas domisili atau tempat subyek pajak. Asas Sumber yaitu pemungutan pajak berdasarkan sumber penghasilan yang diperoleh oleh Subyek Pajak

Subjek dan Bukan Subjek PPh orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; Badan; Bentuk Usaha Tetap (BUT).     BUKAN SUBJEK PPh   1. Badan perwakilan negara asing; 2. Korps Diplomatik, Konsulat dan orang – orang yang bekerja serta bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya serta negara ybs memberikan prilaku timbal balik; 3. Organisasi–organisasi internasional yang ditetapkan menteri keuangan; 4. Pejabat–pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan;    

Badan & Pejabat Perwakilan Negara Asing Sesuai kelaziman internasional, badan perwakilan negara sing beserta pejabat-pejabatnya dikecualikan sebagai Subjek Pajak, dengan syarat: 1. pejabat-pejabat dimaksud tidak memperoleh Penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah WNI; 2. pejabat perwakilan Indonesia di negara yang membuka kantor perwakilan di Indonesia juga dikecualikan sebagai Subjek Pajak. Pasal 3 huruf a dan b UU PPh

Organisasi Internasional Organisasi/badan/lembaga/asosiasi/perhimpunan/forum antar pemerintah atau non pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama. Pasal 1 angka 1 KMK No. 574/KMK.04/2000

Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional yang memenuhi syarat sebagai bukan Subjek PPh yang bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia Pasal 1 angka 2 KMK No. 574/KMK.04/2000

Objek PPh Pasal 4 ayat (1) UU PPh Penghasilan, termasuk : 1 . Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh. 2 .Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. 3 .Laba usaha.

Objek PPh 4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta : - Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; - Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota; - Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha; - Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh menteri keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Objek PPh Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Royalti. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala contoh leasing.

Objek PPh Keuntungan karena pembebasan utang kecuali yang diatur pada PP 130 Tahun 2000 (atas keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra, KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil dan hanya dapat dinikmati satu kali dalam satu tahun pajak sampai dengan jumlah Rp 350 Juta). Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing; Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; Premi Asuransi; Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Bukan Objek PPh Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak, sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, usaha, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; Harta hibahan yang diterima oleh: - keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau satu derajat; - badan keagamaan, pendidikan, sosial, pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Kepmenkeu sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan pihak-pihak yang bersangkutan; - Warisan; - Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/sebagai pengganti penyertaan modal;

Bukan Objek PPh Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima/diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP/pemerintah; Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan : asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa Dividen/bagian laba yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan/organisasi yang sejenis, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yg didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia syarat: - kepemilikan saham 25% atau lebih dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham; dan - dividen tersebut berasal dari cadangan laba di tahan (Jika penerima dividen tersebut koperasi, syaratnya hanya dividen yang berasal dari cadangan laba yang ditahan); Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

Bukan Objek PPh Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang penanaman modal tertentu yang ditetapkan Menkeu; Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian/pemberian ijin usaha; Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat: merupakan perusahaan kecil, menengah, atau menjalankan kegiatah sektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Kewajiban Pajak Subjektif Subjek Pajak Dalam Negeri Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,menggantikan yang berhak

Subyek Pajak Luar Negeri Pasal 2 (4) UU PPh Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia : Yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia ; yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia ;

berakhirnya kewajiban pajak subyektif Pasal 2A UU PPh Subyek Pajak Dalam Negeri :   - Orang Pribadi pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.   - Badan pada saat dibubarkan/tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. b. Subyek Pajak Luar Negeri :   - Orang Pribadi pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.   - Badan pada saat tidak lagi menjalankan usaha, tidak lagi melakukan kegiatan BUT.

Kapan dimulai kewajiban pajak subyektif Pasal 2A UU PPh Subyek Pajak Dalam Negeri :   - Orang Pribadi pada saat dilahirkan, berada atau berniat tinggal di Indonesia.   - Badan pada saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. b. Subyek Pajak Luar Negeri :   - Orang Pribadi pada saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.   - Badan pada saat menjalankan usaha /melakukan kegiatan BUT

Pengertian Tahun Pajak Jangka waktu 1 (satu) tahun takwim (mulai 1 Januari sampai 31 Desember) kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Pasal 1 angka 7 UU KUP Apakah WP Badan dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim?   Dapat, dengan syarat konsisten selama 12 bulan dan mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak Badan. Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) enam bulan pertama atau lebih. Contoh: 1. Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2002.   2. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2003.  

TARIF WP ORANG PRIBADI Keputusan Perubahan: Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000 No. Lapisan Penghasilan Tarif 1. S.d Rp 25.000.000,- 5% 2. Di atas Rp25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,- 10% 3. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000 15% 4. Di atas Rp100.000.000,- s.d.Rp200.000.000,- 25% 5. Di atas Rp200.000.000,- 35% Keputusan Perubahan: No. Lapisan Penghasilan Tarif 1. S.d. Rp 50.000.000,- 5% 2. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000 15% 3. Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp 500.000.000,- 25% 4. Di atas Rp500.000.000,- 30% 6 20

TARIF WP BADAN Ketentuan UU No. 17 Tahun 2000: Keputusan Perubahan: Lapisan Penghasilan Tarif s.d Rp 50.000.000,- 10% Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,- 15% Di atas Rp 100.000.000,- 30% Keputusan Perubahan: Tarif tunggal 30% Diturunkan menjadi 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010. Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku. 8 21

TARIF PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN Jenis Pot/Put Tarif Non-NPWP dibandingkan Tarif NPWP Pasal 21 20% lebih tinggi Pasal 22 100% lebih tinggi Pasal 23 9 22

Perbedaan WP DN dan WP LN WP dalam negeri : Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto dengan tarif umum Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan   WP luar negeri : Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif PPh pasal 26 atau sesuai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Tidak wajib menyampaikan Saat Pemberitahuan Tahunan

Perbedaan Laporan Keuangan Komersil dan Fiskal BEDA TETAP 1. Beda Tetap Penghasilan - Penerimaan menurut STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) merupakan penghasilan tetapi menurut UU PPh bukan merupakan penghasilan. - Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan tetapi menurut UU PPh merupakan penghasilan. - Menurut SAK, penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final diperhitungkan dalam laporan penghasilan sedangkan menurut UU PPh tidak masuk dalam laporan penghasilan. 2. Beda Tetap Biaya - Pengeluaran yang menurut SAK merupakan beban tetapi menurut PPh tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto - Beda Tetap Murni - Beda Tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khusus - Beda Tetap yang disebabkan praktek-praktek akuntansiyang tidak sehat

BEDA WAKTU     Beda Waktu merupakan perbedaan biaya tiap tahun atau tahun buku karena perbedaan metode yang digunakan atau perbedaan penilaian persediaan yang digunakan, tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai biaya adalah sama

Koreksi Fiskal A. Latar Belakang Koreksi Fiskal : - Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. - Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. - Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).

Jenis-Jenis Koreksi Fiskal Beda Tetap : Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%.

Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), misalnya ; - Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. - Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan. - Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan. - Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang).

2. Beda Waktu : Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ; - Metode penyusutan - Metode penilaian persediaan - Penyisihan piutang tak tertagih - Rugi-laba selisih kurs - Dan sebagainya.

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) Ada 2 (dua) cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yaitu : Penghitungan dengan cara biasa Penghitungan dengan menggunakan norma penghitungan   Penghitungan Umum Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) dengan pengurangan-pengurangan (Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d dan huruf e UU PPh). Norma Penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi orang pribadi dan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh No. 17 Tahun 2000, dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, maka Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Wajib Pajak Luar Negeri Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh No. 17 Tahun 2000 dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d dan huruf e UU PPh No. 17 Tahun 2000. Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia, penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya sama dengan penghitungan Penghasilan Kena Pajak badan dalam negeri. Orang Pribadi Dalam Bagian Tahun Pajak Penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak dihitung berdasarkan penghasilan netto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan. Bagian Tahun Buku Apabila wajib pajak melakukan perubahan tahun buku dan telah mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak, maka penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru harus dilaporkan dengan Surat Pemberitahuan tersendiri dengan melampirkan neraca dan laporan laba rugi.