KEBIJAKAN FINANSIAL DAN FISKAL Joko Sugiono 125030107111060 Citra Dewi P. 125030101111030 Fitria M. H. 125030101111005 Kharisna K. 125030107111110 Santya Mawarni 125030107111009
BAB 19 : SUBSIDI PANGAN Pendahuluan Subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan / lembaga produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dapat dijakau oleh msyarakat. Dengan kehadiran subsidi maka diharapkan akan adanya akses masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah untuk menjangkau kebutuhan pokok atau kebutuhan minimal
Realisasi Subsidi JENIS 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 BBM 64,2 83,3 139,1 45,3 82,4 129,7 123,6 Listrik 30,4 33,1 83,9 49,5 57,6 65,6 45,0 Pangan 5.3 6,6 12,1 13,0 15,2 15,3 15,6 Pupuk 3,2 6,3 18,3 18,8 16,9 Lainnya 4,3 20,5 25,0 12,2 19,2 7,8 7,7
Mekanisme Subsidi Pangan Pada tahun 2011 ditetapkan subsidi pangan dg sasaran meliputi 17,48jt Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan alokasi 15kg/RTS/bulan selama 12bulan dg harga tebus Rp 1.6000/kg di titik distribusi
Alur Belanja Subsidi Pangan Tim Koordinasi Raskin Pusat Bulog Pelaksanaan Distribusi Raskin Perhitungan
Jumlah RTS-PM, Durasi, Jumlah Kilogram, dan Harga Tebus Program Raskin Tahun 2007-2012 Jumlah Kg/bulan Harga Tebus 2007 15,8 juta 12 bulan 10 Rp 1.000 2008 19,1 juta 10 bulan 15 Rp 1.600 2009 18,5 juta 2010 17,5 juta 13 bulan 13,84 2011 2012
Perhitungan Kuatum Penyaluran Beras Permasalahan data rumah tangga sasaran RTS Durasi penjualan raskin Harga tebus
STRUKTUR BIAYA HPB DAN RUANG EFISIENSINYA Perhitungan besaran subsidi yang menjadi kewajiban Pemerintah kepada Bulog Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah Menurut ketentuan tersebut, jumlah yang akan dibayarkan pemerintah kepada Bulog adalah sebesar harga pembelian beras (HPB) yaitu harga pokok produksi beras yang disalurkan Bulog ditambah dengan biaya distribusi
STRUKTUR BIAYA PERHITUNGAN HPB Stok Awal Biaya Produksi, overhead, dan majemen 1. Biaya Produksi a. Biaya pengadaan dalam negeri, meliputi pengadaan gabah dan pengadaan beras b. Biaya pengadaan luar negeri c. Biaya opslog/timbang d. Biaya survei e. Biaya giling gabah 2. Biaya Overhead a. Biaya penyimpanan dan perawatan b. Biaya movement c. Biaya rebagging d. Biaya asuransi dan bea masuk e. Biaya karantina/survei/surcharge f. Biaya karung pembungkus
3. Biaya manajemen 4. Margin Free C. Bunga dan administrasi bank D. Jumlah stok yang dikuasi ( A + B + C ) E. Stok Akhir F. Harga pokok produksi barang yang disalurkan ( D – E ) G. Biaya distribusi, yaitu biaya pendistribusian beras sampai titik distribusi H. Total anggaran HPB ( F + G ) Jumlah yang disalurkan J. HPB per kilogram ( H / I ) Dalam PMK 150/PMK.02/2011 di atas, tidak dijelaskan definisi / batasan komponen struktur perhitungan HPB di atas. Jika dilihat dari struktur di atas, biaya-biaya yang masih dapat dikendalikan untuk efisiensi yaitu biaya bunga dan administrasi bank serta biaya distribusi.
Bunga dan Administrasi Bank Sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 PMK Nomor 150/PMK.02/2011, dalam hal kebutuhan dana untuk mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 belum mencukupi. Bulog dapat mengajukan permohonan kredit perbankan kepada bank umum milik negara dan/ atau bank dewasa. Konsekuensi dari pembiayaan melalui kredit yaitu timbulnya biaya bunga dan biaya admnistrasi bank yang membebani HBP Adanya biaya bunga dalam penyediaan raskin seperti ini seharusnya bisa diminimalkan apabila dalam melaksanakan tugasnya Bulog dapat memperoleh dana dari APBN pada awal tahun, sehingga tidak harus meminjam ke bank
Biaya distribusi adalah biaya pendistribusian beras sampai ke titik distribusi. Makin banyak dan menyebarnya titik distribusi, naka akan makin meningkatkan biaya distribusi tersebut Upaya yang bisa ditempuh untuk mengurangi biaya distribusi tersebut antara. Lain dengan membagi tanggung jawab pendistribusian raskin dengan pemerintah Kabupaten atau kota Sebagai bagian dari tanggung jawab pelayanan publik. Pemerintah kabupaten atau kota diharapkan lebih meningkatkan perannya dalam program raskin. Melalui penyediaan anggaran di antaranya adalah untuk biaya distribusi yang akan lebih mendekatkan RTS-PM ke titik penyaluran raskin.
KESIMPULAN Kebijakan subsidi pangan yang diimplementasikan melalui program raskin merupakan bagian dari program perlindungan sosial masyarakat yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran RTS melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan masyarakat miskin dalam bentuk beras. Program raskin merupakan program pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya memerlukan koordinasi dan partisipasi dari pemerintah daerah, terutama pendanaan biaya distribusi yang bisa mendekatkan RTS-PM pada titik bagi beras. Dalam penentuan besaran alokasi tersebut, sangat tergantung pada jumlah RTS=PM. Durasi penyaluran, jumlah kilogram yang disalurkan, dan harga tebus yang ditetapkan.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana BAB 20 : DANA BENCANA Pendahuluan Peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan faktor alam, faktor nonalam, faktor sosial. Sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,kerusakan lingkungan, kerugian harta benda bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Bencana Bencana Alam Bencana Non- Alam Bencana Sosial
Dana Penanggulngan Bencana Dana yang disediakan dan digunakan untuk melakukan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA Sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Regulasi Dasar Hukum Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Dasar Pembentukan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPBD tingkat provinsi dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah Provinsi KEDUDUKAN BNBP BNPB merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang dipimpin seorang Kepala setingkat Menteri Tingkat Nasional Tingkat Provinsi Tingkat Kab./Kota BPBD tingkat provinsi dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah Provinsi BPBD tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota
PENGELOLAAN DANA PENANGGULANGAN BENCANA Dana Penanggulangan bencana temasuk keuangan sektor publik. Pengelolaan dana tersebut menggunakan ketentuan ysng berlaku di sektor publik Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan 22 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan dan Pendanaan Penanggulangan Bencana
Pengaturan Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana sumber dana penanggulangan bencana penggunaan dana penanggulangan bencana pengelolaan bantuan bencana pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana
SUMBER DANA Dana penanggulangan bencana itu berasal dari : APBN APBD masyatakat
PENGGUNAAN DANA Penggunaan dana penanggulangan bencana yang berasal dari APBN dan APBD serta dari masyarakat yang disalurkan melalui pemerintah didasarkan pada PP Nomor 21 tahun 2008 dan PP Tahun 2008. Pada saat keadaan belum bencana (prabencana) dan pascabencana penggunaan dana mengikuti sistem dan prosedur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU tentang keuangan Negara dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (permendagri) Nomor 13 Tahun 2006). Sedangkan dalam keadaan darurat, penggunaan dana menggunakan dana siap pakai, yaitu dana yang selalu tersedia dalam anggaran dan kas serta dapat digunakan setiap saat sewaktu dibutuhkan. Sesuai dengan Pasal 4 ayat 3 PP Nomor 21 tahun 2008, penggunaan dana penanggulangan bencana digunakan untuk pencarian dan penyelamatan korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, dan penampungan serta tempat hunian sementara. Proses berikutnya dari penggunaan dana penanggulangan bencana adalah pengelolaan bantuan, pengawasan, dan pelaporan
PERMASALAHAN DAN ANALISIS Pencatatan dana Masyarakat ke dalam APBN/APBD sebagai komitmen pemerintah terhadap prinsip penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu transparansi dan akuntabilitas atas penerimaan dan penggunaan dana masyarakat harus dicatat ke dalam APBN/APBD. Namun ketentuan ini menimbulkan keraguan yaitu proses penyusunan APBD/APBN di Indonesia tidak semudah dijelaskan dalam berbagai teori. Selain itu proses penyusunan anggaran adalah proses politik. Proses ini juga memeiliki rentang waktu yang cukup panjang dan mengikuti tahun anggaran yang sudah rutin dilaksanakan. Pada sisi lain, masyarakat biasanya menyalurkan dananya untuk penanggulan bencana pada saat terjadi bencana yang waktunya ridak bisa diperkirakan dan tujuan pemberian dana adalah untuk memebantu menanggulangi bencana yang saat itu terjadi. Kalau dana tersebut harus dicatat dalam APBN/APBD maka harus mengikuti proses penganggaran serta harus mengikuti proses pengelolaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebutuhan Penggunaan dana mewati batas waktu tahun anggaran sesuai dengan Permendagri Nomor 13 tahun 2006, seluruh prose pertanggungjawaban keuangan harus selesai sebelum tanggal 31 desember. Seluruh dana yang masih ada pada bendahara harus segera disetorkan ke kas daerah sampai dengan tanggal 10 tahun anggaran berikutnya. Pada saat yang sama kegiatan penanggulangan bencana harus tetap dilaksanakan pada awal tahun berikutnya. APBD tahun anggaran yang baru belum selesai dibahas atau kalaupun sudah mendapat persetujuan DPRD belum dibuatkan Daftar Pengesahan Anggaran (DPA) untuk masing-masing Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Proses berikutnya untuk melaksanakan anggaran mengikuti ketentuan sebagaimana Permendagri nomor 13 tahun 2006. sebelum DPA SKPD selesai disusun, maka proses pelaksanaan anggaran tersebut belum dapat dilaksanakan dan untuk keperluan penanggulangan bencana tidak dapat dipenuhi.
Laporan Pertanggungjawaban belum memadai pertanggungjawaban atas dana penanggulangan bencana yang berasal dari APBN/APBD dilakukan dengan mengacu kepada Standar Akuntasi Pemerintahan. Pertanggungjawaban dana masyarakat dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pedoman yang dimaksud sampai dengan saat ini belum terbit , sehingga belum ada pedoman baku pertanggungjawaban penggunaan dana masyarakat. Barsng Milik Negara (BMN) hasil pengadaan belum terlaporkan pengadaan barang meliputi penyediaan infrastruktur jalan, jembatan darurat, perlatan evakuasi, perlatan penunjangan keselamatan, sarana komunikasi dan lain-lain. Barang-barang tersebut sayangnya belum dapat dicatat ke dalam aset. Hal ini disebabkan karena : Belum adanya proses serah terima barang, terutama barang yang diterima dari pemerintah pusat. Tidak terdapat nilai yang dapat digunakan sebagai nilai perolehan, begitu banyak macam dan kuantitas bantuan masyarakat dalam bentuk barang, sehingga memerlukan cara-cara tersendiri untuk melakukan penilaian untuk dapat dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban. Belum ada ketentuan yang dinggap tetap untuk mencatat aset tersebut pada SKPD yang tepat. Kesesuain Kondisi Lapangan dengan Penggunaan dana siap pakai persoalannya adalah ketika pada masa tanggap darurat pihak pelaksana kegiatan menilai perlunya perbaikan sebuah sarana publik, namun dana tidak tersedia. Oleh karena dana siap pakai tidak tersedia, maka pelaksana kegiatan dalam masa tanggap darurat mengajukan permohonan dan siap pakai kepada BNPB. Persetujuan pendanaan dari BNPB dengan dana siap pakai diterima oleh pelaksana di daerah bencana melewati masa tanggap darurat, sehingga dana siap pakai tersebut tidak lagi dapat digunakan untuk kegiatan sebagaimana yang diajukan dalam proposal permohonan dana
KESIMPULAN Penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan dengan segera dan memerlukan pendanaan yang cukup besar. Pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan bencana, sehingga mengalirkan dana masyarakat untuk penanggulangan bencana melalui pemerintah maupun lembaga usaha/swasta
BAB 21 : Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB ke Daerah: dari Tantangan Menuju Peluang Berlakunya UU No.32/2004 dan yang kemudian di amandemen UU No.12/2008 tentang Pemerintahan Daerah. UU No.33/2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Otonomi daerah. UU N0.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang tercantum pada pasal 182 angka 1, terhitung dimulainya sejak 1 januari 2011 bahwa pemerintah mengalihkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (BPP-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB) menjadi pajak daerah
Penyusunan strategi pengailhan PBB-P2 dan BPHTB Strategi percepatan penyediaan pranata hukum : peraturan daerah, peraturan Bupati/Waikota Strategi pemungutan pajak : pendataan, penilaian, penetapan, penagihan, dll Strategi pembangunan teknologi informasi; sistem aplikasi Pertukaran data dll
Pemerintah telah memberikan bimbingan teknis mengenai BPHTB dan PBB-P2 kepada aparatur pemerintah daerah untuk membangun e-learning dan menyusun pilot project pemungutan PBB-P2 guna mendukung kesuksesan pengalihan pajak tersebut. Contoh; Kota Surabaya dipilih sebagai pilot project yang terhitung tanggal 1 Januari 2011 berdasarkan Surat Nomor S-642/MK.07/2011 adalah Pemerintah Surabaya mengelola PBB-P2 sebagai PAD, sehingga dalam APBN 2011 tidak ada lagi penerimaan PBB-P2 dan transfer dana bagi hasil dari dan untuk Kota Surabaya.
pemerintah pusat lebih suka untuk mengalihkan PBB-P2 dan BPHTB menjadi pajak daerah Mayoritas negara maju menyerahkan urusan pajak properti menjadi urusan pemerintah derah. Migas sudah tidak bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan nagi APBN. Reformasi birokasi
Peran utama pajak bagi Negara Indonesia ada dua; Sebagai alat penerimaan negara (fungsi bujeter) yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara Sebagai alat pengatur (fungsi regulator) yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan ekonomi. Fungsi pajak: Sebagai alat penerimaan negara Menempatkan pajak sebagai andalan pemrintah untuk menghasilkan penerimaan yang setinggi-tingginya dari sektor pajak.
Pengaruh pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai pajak daerah pada peningkatan PAD Akan menambah pekerjaan baru bagi daerah selain itu juga konsekuensi logis yang harus diterima sebagai biaya, secara sosial maupun materi Pemerintah daerah harus menganggarkan biaya sendiri untuk pemungutan dan pengelolaan PBB-P2 Kekhawatiran misleading dalam pelayanan PBB-P2 Kekhawatiran akan akses informasi PBB yang hanya bersifat lokal dan tidak bisa diakses oleh pemda lain.
Tantangan PEMDA dan Ditjen Pajak dalam menyikapi kebijakan pengalihan pajak daerah Ditjen pajak sebagai pengelola PBB (sebelumnya) mempunyai peran penting yakni melakukan transfer ok knowledge dan tehnology kepada pemerintah daerah Kekhawatiran akan dana PBB yang dapat diselewengkan oleh aparat pemerintah daerah Pemerintah daerah juga telah dan harus mulai mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana, dan biaya alokasi untuk menggarap proyek pengalihan
Langkah untuk mengelola PBB-P2 Regulasi (peraturan dan SOP) mengenai peraturan daerah (perda) tentang PBB-P2 yang telah disusun dan disahkan oleh DPRD. Perda tersebut dissampaikan ke provinsi untuk meminta persetujuan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. PEMDA membuat surat pemberitahuan ke MenKeu dan Mendagri mengeni permintaan pendaerahan PBB-P2 (paling lambat 31 Juni sebelum tahun pengalihan).
Pemda perlu melakukan replikasi aturan-aturan pendukung ke dalam peraturan bupati/walikota, menyangkut: Klasifikasi NJOP Tata cara pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subyek pajak Tata cara penerbitan SPPT Tata cara pembetulan dan pembatalan Tata cara pengajuan pengurangan, keberatan, banding, dan peninjauan kembali atas keputusan keberatan Tata cara penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika sekaligus Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 Tata cara pembayaran, penyetoran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak Tata cara pelayanan
Kesimpulan Dengan terbitnya UU Nomor 28//2009 tentang PDRD, pemda kini memiliki peluang tambahan sumber PAD yang berasal dari Pajak daerah. Pihak-pihak yang berperan dalm persiapan pengalihan PBB-P2 tercantum pada peraturan bersama MenKeu dan Mendagri adalah Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah.
Thank You..