KELOMPOK 9 TENTANG PPN dan PPnBM SATRIYO RAMADHANI ( 201412037 ) DAPID ( 201412064 ) FARHAN FATHURRAHMAN ( 201412073 )
Pengertian PPN dan PPnBM Pajak pertanbahan nilai atas barang dan jasa adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak terwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
1. Pengkreditan Pajak Masukan. 2. Restitusi. Mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM ini mencakup dua hal yaitu pengkreditan pajak masukan dan restitusi. 1. Pengkreditan Pajak Masukan. 2. Restitusi.
1. Pengkreditan Pajak Masukan. Pajak masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan denga pajak keluaran untuk masa pajak yang sama (Pasal 9 ayat (2) UU PPN). Apabila ketentuan tersebut tidak dapat dilakukan, misalnya faktur pajak standar terlambat diterima dari pemasoknya, maka pajak masukan belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama. Dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang: a. Pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak dikapitalisasikan ke dalam harga perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan, dan; b. Belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 9 ayat (8) huruf (i) UU PPN). Meskipun jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya tahun buku tersebut telah terlampaui, pengkreditan pajak masukan tersebut masih dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan selambat- lambatnya dalam jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya masa pajak.
2. Restitusi. Sedangkan dalam mekanisme restitusi PPN dan atau PPnBM , mulai tahun 2001 PKP boleh mengajukan permohonan restitusi pada setiap masa pajak. Mekanisme restitusi PPN dan/atau PPnBM adalah sebagai berikut. a. Permohona restitusi disampaikan kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan. b. Permohonan restitusi ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak. c. Permohonan restitusi dengan cara mengisi kolo yang tersedia dalam SPT Masa PPN atau dengan surat tersendiri (PPnBM atau atas kelebihan pembayaran pajak karena pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang) dan dilampiri faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran, untuk impor BKP harus ada pemberithuan impor barang, surat setoran pajak atau bukti pungutan pajak dari DJCB, laporan pemeriksaan surveyor (LPS), untuk ekspor BKP dilampirkan pemberitahuan ekspor barang (PEB), Bill of Lading atau Airway Bill dan wesel ekspor. Dalam hal penyerahan BKP atau JKP kepada pemungut PPN, dilampirkan kontrak surat perintah kerja dan suat setoran pajak. Sedangkan dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelumnya, maka yang dilampirkan meliputi seluruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran PPN Masa Pajak yang bersangkutan.
Objek Pajak pada PPN dan PPnBM Sesuai deng pasal 4 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek pajak pada PPN adalah: 1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut ini. a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak. b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak berwujud. c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor barang kena pajak. 3. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 4. Pemanafaatan barang kean pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 6. Ekspor barang kean pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak. 7. Ekspor barang kena pajak tidka berwujud oleh pengusaha kena pajak. 8. Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Sesuai dengan Pasal 5 UU PPN dan PPnBM yang menjadi objek PPnBM adalah sebagaimana di bawah ini. 1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayai (1) UU PPN dan PPnBM, yang dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah adalah: 1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok. 2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu. 3. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. 4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status. Sebagaimana telah disebutkan di atas. Salah satu objek PPnBM adalah penyerahan barnag kean pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah.
Subjek Pajak pada PPN dan PPnBM Dalam hukum pajak Indonesia, tidak semua undang-undang pajak memuat secara tegas siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajal. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang PPN dan PPnBM serta Undang-undang Bea Materai. Pada UU PPN dan PPnBM tidak diatur sama sekali siapa yang menjadi subjek pajak. Walaupun demikian bila memperhatikan mekanisme pengenaan dan pemungutan PPN dan PPnBM, maka dapat disimpulkan adanya destinaris pajak (pihak yang dituju oleh undang-undang pajak untuk menanggung beban akhir pajak). Destinaris pajak tersebut adalah konsumen akhir. Destinaris pajak ini dapat dikatakan mirip dengan subjek pajak, yaitu siapa yang akan dikenakan pajak dan menanggung pajak tersebut. Seperti halnya penyebutan subjek pajak, pada Undang-undang PPN dan PPnBM tidak disebutkan secara tersurat siapa yang menjadi wajib pajak. Tetapi dengan memperhatikan tata cara pengenaan dan pemungutan PPN maka dapat dikatakan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha kena pajak yang menyeahkan barang dan jasa kena pajak kepada pengusaha kena pajak tingkat lanjutan maupun langsung kepada konsumen akhir. Sedangkan PPnBM, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah ataupun melakukan impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Secara singkat, subjek pajak pada PPN, adalah pengusaha (Pasal 1 angka 14 UU PPN), yaitu orang- orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Saat Terutang Pajak Pajak terutang pada saat : 1. Penyerahan BKP/JKP 2. Impor BKP 3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean didalam daerah Pabean. 4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean 5. Ekspor BKP berwujud 6. Ekspor BKP tidak berwujud 7. Ekspor JKP 8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelu dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean.
Tempat Terutang Pajak a. Untuk penyerahan BKP/JKP : 1) Tempat tinggal 2) Tempat kedudukan 3) Tempat kegiatan usaha 4) Tempat lain Apabila Penguasa Kena Pajak terutang pajak pada lebih dari satu tempat kegiatan usaha, Pengusaha Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih satu tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak. b. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi ditempat barang kena pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. c. Orang pribadi atau badan yang mrmanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean terutang pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha. d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, ditempat bangunan tersebut didirikan.
Perhitungan PPN dan PPnBM Tarif PPN adalah 10% sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Berikut adalah contoh soal yang berkenaan dengan PPN. 1. Pada bulan Juli 2009 Pengusaha Kena Pajak QQ melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak Ichasenilai Rp 75.000.000,- (Eksklusif Pajak Pertambahan Nilai). Dalam bulan yang sama Pengusaha Kena Pajak QQ membeli barang kena pajak dari pengusaha Rizky senilai Rp 50.000.000,-. Hitunglah PPN-K dan PPN-M atas transaksi tersebut. Jawab: Bagi pengusaha kena pajak QQ Pajak Keluaran: 10% x Rp 75.000.000,- = Rp 7.500.000,- (sebagai pajak masukan bagi B) Pajak Masukan: 10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-
2. Harga jual kendaraan bermotor Rp 500. 000 2. Harga jual kendaraan bermotor Rp 500.000.000,- (termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%). Uang muka diterima pada tanggal 10 Agustus 2009 sebesar Rp 200.000.000,- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2009 dengan kekurangan bayar sebesar Rp 300.000.000,- Jawab: PPN dan PPnBM teutang dan harus dipungut: a. Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2009 PPN yang terutang= 10/30 x 200.000.000,- = Rp 14.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2009. PPnBM yang terutang 20/30 x Rp 200.000.000,- = 30.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009. b. PPN yang terutang = 10/30 x Rp 300.000.000,- = Rp 21.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September 2009.PPnBM yang terutang 20/130 x Rp 300.000.000,- = Rp 45.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009.