PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PEKERJAAN UMUM SERTA PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN YANG PERLU DITINDAKLANJUTI DENGAN PERATURAN DAERAH oleh: ADI SETIADI, SH. KEPALA SUB BAGIAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BINA MARGA DAN PIW Di Makassar Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
DASAR PENETAPAN NSPK
UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 16 Kewenangan Pemerintah Pusat ayat (1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk: a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. ayat (2) (2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah. ayat (3) (3) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
Jangka Waktu Penyusunan NSPK oleh Pemerintah Pusat Pasal 5 Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan. Urusan yang dibagi kewenangannya kepada Provinsi & kab/Kota perlu dirinci lebih lanjut agar tdk menimbulkan persepsi yg berbeda² pd setiap daerah Mempertegas & memperjelas landasan hukum pedoman & acuan pelaks urusan pemerintahan Memperjelas mekanisme, tatacara, persyaratan, kriteria, pengelolaan urusan pemerintahan Mempermudah Perencanaan prog. & keg serta pendanaan. Memperjelas Kewenangan Prov & Kab/Kota Memperjelas pelaks. Monev Memperjelas Pelaporan Memperjelas Binwas Memperjelas Manajemen Ursn Pemerintahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perlu Penetapan NSPK Oleh Pemerintah
Kewenangan Daerah Pasal 17 (1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. (2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
UU 12 TAHUN 2011 PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 8 Peraturan Perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 3 Perencanaan Rancangan Undang-Undang meliputi kegiatan: penyusunan Naskah Akademik; b. penyusunan Prolegnas jangka menengah; c. penyusunan Prolegnas prioritas tahunan; d. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang kumulatif terbuka; dan e. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas.
SUMBER DAYA AIR
Putusan Mahkamah Konstitusi Menyatakan: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan berlaku kembali.
6 Prinsip Dasar Pembatasan Pengelolaan SDA: Amanat Putusan Mahkamah Konstitusi 6 Prinsip Dasar Pembatasan Pengelolaan SDA: Pengusahaan atas air tidak boleh menganggu, mengesampingkan apalagi meniadakan hak rakyat atas air; Negara harus memenuhi hak rakyat atas air; Kelestarian lingkungan hidup; Pengawasan dan pengendalian negara atas air bersifat mutlak; Prioritas utama pengusahaan atas air diberikan kepada BUMN atau BUMD; Apabila semua batasan telah terpenuhi, Pemerintah dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat tertentu dan ketat. Negara harus hadir dalam penyelenggaraan SPAM dalam rangka menjamin hak rakyat atas air. Kehadiran negara direpresentasikan melalui BUMN/BUMD. BUMN/BUMD harus menjadi garda depan dalam penyelenggaraan SPAM Harus Sehat dan Mandiri 10 9
INTERPRETASI KONDISI SAAT INI Dengan dinyatakannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan berlaku lagi mempunyai konsekuensi peraturan pelaksanaannya menjadi berlaku, yang terdiri dari: (Dirjen Peraturan Perundang-undangan KEMENKUMHAM) : Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1981 Tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan; Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air; Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 Tentang irigasi; Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 Tentang Rawa; Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai; Mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan beserta Peraturan Pemerintah terkait dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah disusun: 1. Peraturan Pemerintah Pengusahaan Sumber Daya Air; 2. Peraturan Pemerintah SPAM; serta 3. Beberapa Rapermen, untuk mengakomodir kondisi kekinian.
2 (Dua) Peraturan Pemerintah 1. PP No 121 Tahun 2015 Pengusahaan Sumber Daya Air Tujuan: Untuk memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan Pengusahaan Sumber Daya Air dan melaksanakan amanat ketentuan Pasal 11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan Ruang Lingkup: Pengusahaan Sumber Daya Air Permukaan ( Air Tanah Diatur tersendiri). Pengusahaan Sumber Daya Air dapat dilakukan pada: a. titik atau lokasi tertentu pada sumber air; b. ruas tertentu pada sumber air; c. bagian tertentu dari sumber air; atau d. Satu wilayah sungai secara menyeluruh. Pengusahaan sumber daya air dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, badan usaha milik desa, badan usaha swasta, koperasi, perseorangan atau kerjasama antar badan usaha. Pengusahaan sumber daya air dapat berbentuk Pengusahaan Sumber Daya Air sebagai media, sebagai materi, sumber air sebagai media dan/atau penguasahaan air, sumber air dan/atau daya air sebagai medaia dan materi.
Pengusahaan SDA yang meliputi 1 (satu) Wilayah Sungai secara menyeluruh hanya dapat dilakukan oleh BUMN/ BUMD pengelola SDA atau kerjasama antara keduanya. Outline: BAB I Ketentuan Umum BAB II Asas dan Tujuan Pengusahaan SDA BAB III Dasar Penyelenggaraan Pengusahaan SDA BAB IV Jenis-Jenis Pengusahaan SDA BAB V Perijinan BAB VI Hak dan Kewajiban Pemegang Izin BAB VII Pengusahaan SDA Yang Meliputi 1(satu) WS BAB VIII Pengawasan dan Sanksi Administratif BAB IX Ketentuan Peralihan BAB X Ketentuan Penutup
Amanat dalam PP Pengusahaan SDA peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kabupaten/kota mengenai penyelenggaraan pengusahaan sumber daya air bawah tanah sesuai dengan kewenangannya. peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kabupaten/kota mengenai tata cara memperoleh izin pengusahaan Sumber Daya Air sesuai dengan kewenangannya. peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kabupaten/kota mengenai jangka waktu berlakunya izin pengusahaan Sumber Daya Air sesuai dengan kewenangannya. peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kabupaten/kota mengenai tata cara pengawasan pengusahaan sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.
2. PP No. 122 Tahun 2015 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tujuan: a. dalam rangka pemenuhan hak rakyat atas air; b. terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; c. tercapainya kepentingan yang seimbang antara pelanggan dan pengelola air minum; dan d. tercapainya penyelenggaraan air minum yang efektif dan efisien untuk memperluas cakupan pelayanan air minum.
Outline PP SPAM BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM Bab III PENYELENGGARAAN SPAM BAB IV PENCEGAHAN TERHADAP PENGOTORAN AIR BAB V WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BAB VI PELAKSANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BAB VII PEMENUHAN KEBUTUHAN SENDIRI BAB VIII BPPSPAM BAB IX HAK DAN KEWAJIBAN PELANGGAN BAB X PEMBIAYAAN, TARIF, RETRIBUSI, DAN IURAN BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN BAB XII GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Amanat PP SPAM Gubernur menyusun dan menetapkan Kebijakan dan Strategi Provinsi tentang Penyelenggaraan SPAM setiap 5 (lima) tahun sekali. Bupati/Walikota menyusun dan menetapkan Kebijakan dan Strategi Kabupaten/Kota tentang Penyelenggaraan SPAM setiap 5 (lima) tahun sekali.
Peraturan Menteri yang telah disusun Pengaturan lama Pengaturan Baru KEPPRES 12 Tahun 2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai Peraturan Menteri Nomor 04/PRT/M/2015 Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai Tujuan: Untuk memberikan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Ruang Lingkup: WS di Indonesia di bagi menjadi 128 WS yang terdiri atas: a. wewenang dan tanggung jawab Pemerintah: -WS Lintas Provinsi 31 - WS Lintas Negara 5 - WS STRANAS 28 Jumlah 64 b. wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi - WS Lintas Kabupaten/Kota 52 c. wewenang dan tanggung jawab pemerinta kabupaten/kota - WS dalam satu kabupaten/kota 12
Pengaturan lama Pengaturan Baru PERMEN PU Nomor 22/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan SDA Peraturan Menteri Nomor 10/PRT/M/2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Pengaturan Air dan Tata Pengairan Maksud dan Tujuan Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dalam menyusun Rencana dan rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan pada setiap wilayah sungai. Peraturan Menteri ini bertujuan untuk menjamin terselenggaranya tata pengaturan air dan tata pengairan yang baik pada setiap wilayah sungai guna mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat di segala bidang kehidupan. Amanat: Pasal 5 ayat (2) Penetapan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Penetapan garis sempadan sungai dilakukan oleh: Pengaturan lama Pengaturan Baru PERMEN PU Nomor 63/PRT/M/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai Peraturan Menteri Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, Sempadan Danau Tujuan: kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada disungai dan danau dapat memberikan hasil yang optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau. amanat: Pasal 13 Penetapan garis sempadan sungai dilakukan oleh: a. Menteri, untuk sungai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; b. gubernur, untuk sungai pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan c. bupati/walikota, untuk sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Pasal 17 Penetapan garis sempadan danau dilakukan oleh: a. Menteri, untuk danau yang berada pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; b. gubernur, danau yang berada pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan c. bupati/walikota, danau yang berada pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
Pengaturan lama Pengaturan Baru Tujuan: Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan Peraturan Menteri Nomor 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan Tujuan: Pembangunan dan pengelolaan bendungan dan beserta waduknya bertujuan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air, pengawetan air, pengendalian daya rusak air dan pengamanan tampungan limbah (tailing) atau tampungan lumpur. Amanat Pasal 102 (2) Dalam pemeliharaan kelangsungan fungsi daerah tangkapan air, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan: a. kawasan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air; b. norma, standar, dan prosedur pelestarian fungsi daerah tangkapan air; c. tata cara pengelolaan kawasan daerah tangkapan air; d. penyelenggaraan program pelestarian fungsi daerah tangkapan air; dan e. pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian fungsi daerah tangkapan air. Pasal 105 (2) Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang pada waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan: a. pemanfaatan ruang pada waduk; b. pengelolaan ruang pada waduk; dan c. pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang pada waduk.
Peraturan Menteri Nomor29/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Rawa Pengaturan lama Pengaturan Baru Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa Peraturan Menteri Nomor29/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Rawa Tujuan: Pengalolaan rawa dilakukan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air pada rawa. Amanat Pasal 25 (1) Penetapan sempadan Rawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangan dalam pengelolaan rawa.
Pengaturan lama Pengaturan Baru SE DIRJEN SUMBER DAYA AIR Nomor 1/SE/D/2013 tentang Operasi dan Pemeliharaan Penggunaan Sumber Daya Air Peraturan Menteri Nomor 06/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Sumber Air dan Bangunan Pengairan Tujuan: untuk menjamin kelestarian fungsi bangunan pengairan guna menjaga tata pengairan dan tata air yang baik. agar eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan dilaksanakan secara tertib untuk menjaga kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air. Amanat pasal 7 (4) Rancangan rencana tahunan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 11 (1) Penetapan urutan prioritas alokasi sumber daya air pada setiap wilayah sungai dilakukan oleh Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dengan memperhatikan pertimbangan wadah koordinasi
Pengaturan lama Pengaturan Baru PERMEN PU Nomor 17/PRT/M/2011 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi Peraturan Menteri Nomor 08/PRT/M/2015 Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi Tujuan Untuk memberikan arahan kepada Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, perseorangan, badan usaha dan/ atau badan social dalam menetapkan garis sempadan jaringan irigasi dan tertib penatausahaan administrasi bmn/bmd Amanat Pasal 14 (2) Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota, daerah irigasi dengan luasan 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi bupati/walikota. Pasal 15 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam menetapkan garis sempadan jaringan irigasi yang telah terbangun, membentuk tim teknis yang terdiri atas wakil instansi terkait sesuai dengan kebutuhan. Pasal 16 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya menetapkan garis sempadan jaringan irigasi yang akan dibangun berdasarkan perencanaan teknis.
Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penggunaan Sumber Daya Air Tujuan: Untuk memberikan dasar dan tuntunan dalam penyelenggarakan pengelolaan air dan/atau sumber-sumber air Amanat Pasal 6 (2)Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masig- masing. Pasal 54 (3) Dalam keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dan/atau pemerintah daerah berwenang mengatur dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air.
BINA MARGA
Permen PU No. 11/PRT/M/2011 Pedoman Penyelenggaraan Jalan Khusus Pasal 17 Biaya yang ditimbulkan atas penyelenggaraan jalan khusus baik yang digunakan sendiri maupun umum menjadi beban penyelenggara jalan khusus. Biaya pemeliharaan jalan khusus yang diizinkan digunakan untuk umum dapat disubsidi oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Biaya yang ditimbulkan atas proses penyerahan atau pengambilalihan jalan khusus oleh Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi beban pemerintah Kabupaten/Kota. APBD/sumber pembiayaan lain
Permen PU No. 01/PRT/M/2012 Pedoman Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Jalan Pasal 4 Peran masyarakat dalam membantu meningkatkan mutu Penyelenggaraan Jalan, dapat diberikan untuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.
Permen PU No. 02/PRT/M/2012 Pedoman Penyusunan Rencana Umum Jaringan Jalan Pasal 7 dan Pasal 9 Rencana Umum Jangka Panjang dan Menengah Jaringan Jalan Provinsi ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 6 dan Pasal 10 Rencana Umum Jangka Panjang dan Menenggah Jaringan Jalan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
Permen PU No. 03/PRT/M/2012 Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan Pasal 7 Gubernur menetapkan ruas jalan sesuai dengan kewenangannya sebagai penyelenggara jalan provinsi berdasarkan usulan Bupati/Walikota. Pasal 9 Gubernur menetapakan fungsi ruas jalan sesuai dengan kewenangannya sebagai penyelenggara jalan provinsi dengan memperhatikan Keputusan Menteri tentang Penetapan Ruas Jalan dan usulan Bupati/Walikota tentang fungsi jalan Pasal 11 Penetapan status ruas jalan sebagai jalan provinsi dilakukan secara berkala paling singkat 5 (lima) tahun dengan keputusan Gubernur. Penetapan status ruas jalan sebagai jalan kabupaten/kota dan jalan desa dilakukan secara berkala paling singkat 5 (lima) tahun dengan keputusan Bupati/Walikota.
Permen PU No. 04/PRT/M/2012 Tata Cara Pengawasan Jalan Pasal 21 -Pengawasan jalan provinsi merupakan kewenangan Gubernur. -Pengawasan jalan kabupaten dan jalan desa merupakan kewenangan Bupati. -Pengawasan jalan kota merupakan kewenangan Walikota. Berdasarkan Penetapan Menteri
Permen PU No. 05/PRT/M/2012 PEDOMAN PENANAMAN POHON PADA SISTEM JARINGAN JALAN Penaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan dilaksanakan oleh penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangannya.
CIPTA KARYA
PP 36 TAHUN 2005 PERATURAN PELAKSANAAN UU NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG Pasal 6 Pemerintah daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, dalam izin mendirikan bangunan gedung berdasarkan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.
Permen PU No. 05/PRT/M/2016 Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung Pasal 8 Pelaksanaan pedoman teknis izin mendirikan bangunan gedung di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah tentang bangunan gedung yang berpedoman pada peraturan ini.
PERUMAHAN
UU 1 TAHUN 2011 PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN Pasal 36 Kemudahan akses munuju pusat pelayanan atau tempat kerja diatur dengan peraturan daerah. Pasal 49 pemanfaatan rumah diatur dengan peraturan daerah. Pasal 98 Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dengan peraturan daerah.
UU 20 TAHUN 2011 RUMAH SUSUN Pasal 33 Permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan serta permohonan izin pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan diatur dengan peraturan daerah.
Pengaturan penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 Permen Perumahan Rakyat Nomor 15 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Nelayan Amanat: Pengaturan penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 (1) Untuk pengaturan penyelenggaraan kawasan nelayan di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pengaturan penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI Amanat: Pengaturan penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 (1) Untuk pengaturan penyelenggaraan perumahan kawasan industri di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka terhadap penyelenggaraan perumahan kawasan industri di Daerah diberlakukan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan perumahan kawasan industri sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan harus menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan perumahan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. .
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 34/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN KETERPADUAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS (PSU) KAWASAN PERUMAHAN Amanat Pasal 5 Pengendalian dan hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini akan diatur lebihlanjut oleh Pemerintah Kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI Amanat Pasal 190 (1) Penyelenggaraan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siang Bangun yang Berdiri Sendiri yang melanggar Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administrasi yang akan ditetapkan dalam Peraturan Daerah masing-masing. (3) Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di dalam Peraturan Daerah dapat diatur mengenai pengenaan denda, tindakan pembongkaran serta disinsentif lainnya atas terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.
Amanat lanjutan Pasal 191 (1). Untuk pengaturan penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba yang Berdiri Sendiri di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2). Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka terhadap penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba yang Berdiri Sendiri di Daerah diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (3). Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba yang Berdiri Sendiri sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan harus menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan dalam Peraturan Menteri ini.
Permen Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Amanat: Administrasi Keuangan Pasal 26 (1) Ketentuan mengenai penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan diatur dengan atau berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara, sedangkan ketentuan mengenai penatausahaan administrasi lainnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Daerah atau peraturan perguruan tinggi atau peraturan instansi lainnya. (2) Administrasi keuangan rusunawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti status pengelolaan rusunawa dengan ketentuan: b. pada status pengelola tetap, biaya operasi dan pemeliharaan diatur sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh daerah/perguruan tinggi dan Instansi lainnya.
Permen Perumahan Rakyat Nomor 15 tahun 2007 tentang Tata Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik Amanat: Pasal 39 Tata laksana pembentukan perhimpunan penghuni rusunami disusun sebagai pedoman: a. bagi pemerintah daerah dalam menerbitkan peraturan daerah; b. bagi pelaku pembangunan untuk menyerahkan secara resmi pengelolaan rusunami kepada PPRS sebagai pemenuhan terhadap hak dan kewajiban pemilik; c. bagi pengurus dan anggota PPRS dalam penyelenggaraan organisasi.
Penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN PERBATASAN Amanat: Penyelenggaraan di Daerah Pasal 8 (1) Untuk pengaturan penyelenggaraan perumahan kawasan perbatasan di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka terhadap penyelenggaraan perumahan kawasan perbatasan di Daerah diberlakukan ketentuan –ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan perumahan kawasan perbatasan sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan harus menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan perumahan kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. .
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 10 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang Amanat: Pasal 15 ayat 4 Ketentuan mengenai unit kerja teknis Pengendalian perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/Kota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.
Permen Perumahan Rakyat Nomor 5 tahun 2013 tentang Pedoman Bantuan Stimulan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Amanat: Pasal 8 Pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan bantuan stimulan peningkatan kualitas (BSPK) mempunyai tugas dan wewenang: c. Menetapkan lokasi permukiman kumuh melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.
BINA KONSTRUKSI
PP NOMOR 28 TAHUN 2000 USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Pasal 18 Badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah di tempat domisilinya.
LINTAS SEKTOR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENTAAN RUANG
Permen PU No. 01/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pasal 4 Pemerintah Provinsi menyelenggarakan pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan Penataan Ruang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang terdiri atas: Jenis pelayanan dasar Sasaran; Indikator Batas waktu pencapaian. Pasal 5 SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang oleh Pemprov meliputi jenis pelayanan dasar: Sumber Daya Air c. Jasa Konstruksi Jalan d. Penataan Ruang
Permen PU No. 01/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pasal 6 Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan Penataan Ruang Pasal 7 SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi jenis pelayanan dasar: Sumber Daya Air Jalan Cipta Karya Jasa Konstruksi Penataan Ruang
Permen PU No. 01/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Penetapan Target dan Pencapaian Pasal 9 Penetapan SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dapat disempurnakan dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan dan kebutuhan daerah. (2) Target Pencapaian SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 7 dapat disesuaikan berdasarkan evaluasi pencapaian SPM pada akhir batas waktu pencapaian.
Permen PU No. 01/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pembinaan dan Pengawasan Pasal 11 Menteri melakukan pembinaan dan pengawan teknis penyelenggaraan SPM bidang PU dan Penataan Ruang Pasal 12 Menteri melakukan pembinaan dan pengawan teknis penyelenggaraan SPM bidang PU dan Penataan Ruang yg dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Gubernur sbg wakil Pemerintah di daerah melakukan pembinaan dan pengawan teknis penyelenggaraan SPM bidang PU dan Penataan Ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pelaporan SPM Pasal 16 Gubernur Menteri dan Menteri Dalam Negeri Gubernur Menyampaikan Ringkasan laporan teknis tahunan hasil penerapan dan pencapaian kinerja SPM Bidang PU dan Penataan Ruang Kepada Menteri dan Menteri Dalam Negeri Bupati/Walikota Kota laporan teknis tahunan hasil penerapan dan pencapaian kinerja SPM Bidang PU dan Penataan Ruang kepada Gubernur Unit Kerja Bidang PU dan Taru di Kab/Kota Menyampaikan laporan teknis tahunan hasil penerapan dan pencapaian kinerja SPM Bidang PU dan Penataan Ruang Kepada Walikota/Bupati
Pembiayaan / Pasal 19 Pembiayaan atas penyelenggaraan SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Masing-masing.
Permen PU No. 47/PRT/M/2015 Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Pasal 4 (1) Dalam rangka mensinergikan dan mensinkronisasikan program-program DAK Bidang Infrastruktur, pemerintahdaerah harus menyusun Dokumen Perencanaan yangmengacu pada RPJMN, RPJMD, dan Renstra Kementerian. (2) Pemerintah Provinsi harus menyusun Dokumen Perencanaan Bidang Infrastruktur khususnya untuk Subbidang Jalan dan Subbidang Infrastruktur Irigasi. (3) Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyusun Dokumen Perencanaan Bidang Infrastruktur khususnya untuk Subbidang Jalan, Subbidang Infrastruktur Irigasi, Subbidang Air Minum, Subbidang Sanitasi, dan Subbidang Perumahan. (4) Penyusunan Rencana Kegiatan dan usulan perubahannya harus mengacu pada Dokumen Perencanaan Bidang Infrastruktur yang telah disepakati.
Kebijakan Deregulasi dan Simplifikasi Peraturan menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia pada Sidang Kabinet Paripurna tanggal 8 Desember 2015 di Istana Bogor (1) Perlu melakukan pemangkasan regulasi pusat dan daerah (simplifikasi regulasi. Pemangkasan regulasi disesuaikan dengan pencapaian target pada RKP 2016, RKPD 2016, dan Nawa Cita dengan mengutamakan pada Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala KPNK, Peraturan Daerah serta regulasi teknis terkait lain dibawahnya (seperti Peraturan Dirjen, Surat Edaran Menteri, Peraturan Kepala Daerah, Surat Edaran Kepala Daerah).
Tujuan Deregulasi dan Simplifikasi Peraturan (1)Memastikan pelaksanaan dan mempercepat pencapaian target rencana kerja pemerintah (RKP2016), RKPD 2016, dan Nawa Cita; Mewujudkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan negara di bidang ekonomi dan investasi di indonesia; Memberikan kepastian bagi pemerintah selaku pelaksana penyelenggaraan negara serta bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi dan investasi di Indonesia; Mendorong pertumbuhan iklim investasi serta pembangunan di Indonesia.
Kriteria Regulasi yang Perlu di Deregulasi atau di Simplifikasi a. Regulasi bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah diterbitkan terlebih dahulu yang mengatur substansi yang sama dengan regulasi yang lebih baru, namun regulasi lama (yang mengatur substansi yang sama dengan regulasi yang baru tersebut) belum dicabut; b. Regulasi bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menghambat pencapaian target RKP dan RKPD 2016 serta Nawa Cita; c. Regulasi bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang tidak memiliki dasar pengaturan dari peraturan yang lebih tinggi, yang memuat ketentuan yang menghambat kegiatan ekonomi dan investasi; d. Regulasi bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang bertentangan/inkonsisten degnan regulasi yang lebih tinggi atau dengan regulasi lainnya yang diterbitkan oleh instansi yang sederajat; e. Regulasi bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang multitafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
T e r i m a K a s i h