Judicial Review di Mahkamah Konstitusi
Oleh : Lia Intan S. 8111409010 Kholif Nur R. 8111409027 M. Rifky Dhafin 8111409060 Maya Liana D. S. 8111409142 Sulis Setiyani A. S. 8111409183 Bachtiar Dwi A. R. 8111409207 Putri Nur C 8111409213 Nurhayati 8111409214 Genoveva S. G. 8111409257
Dasar Hukum Pengujian Undang- Undang Di Makhakamah Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 24, Pasal 24C ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 29 ayat (1) huruf a) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 10 ayat (1) huruf a) Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (PMK) No. 06/PMK /2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
Judicial review pengujian peraturan perundang-undangan tertentu oleh hakim (yudikatif). Hal ini berarti hak atau kewenangan menguji (toetsingsrecht) dimiliki oleh hakim. Pengujian tersebut dilakukan atas suatu ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau terhadap konstitusi sebagai hukum tertinggi
Toetsingsrecht Constitutional review hak uji. Istilah ini digunakan pada saat membicarakan hak atau kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan. Constitutional review pengujian suatu ketentuan perundang-undangan terhadap konstitusi. Parameter pengujian dalam hal ini adalah konstitusi sebagai hukum tertinggi. Hal ini berbeda dengan judicial review yang dari lingkup materinya lebih luas karena menguji suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, jadi tidak terbatas pada konstitusi sebagai parameter pengujian
Pendapat Para Ahli Bintan R. Saragih hak dari Mahkamah Agung untuk menilai atau menguji secara material apakah suatu undang-undang bertentangan dengan atau tidak berlaku undang-undang yang dinyatakan bertentangan atau tidak sesuai tersebut.
Mauro Capelletti Secara substantif mengartikan judicial review sebagai sebuah proses penerjemahan nilai-nilai yang ditentukan oleh konstitusi melalui sebuah metode tertentu untuk menjadi suatu keputusan tertentu. Sri Sumantri Hak menguji materiil adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende acht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Jadi hak menguji materiil ini berkenaan dengan isi dari suatu peraturan dalam hubungannya dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya.
Pengujian Undang-Undang Di Indonesia dibagi dua: 1. Hak Menguji Formal (formele toetsingsrecht) wewenang untuk menilai suatu produk legislatif seperti undang-undang, misalnya terjelma melalui prosedur sebagaiman telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Pengujian formal biasanya terkait dengan soal-soal prosedural dan berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya (Fatmawati 2005:5).
2. Hak Menguji Material (materiele toetsingsrecht) suatu wewenang untuk menyelidiki dan menilai isi apakah suatu peraturan perundang-undangan itu sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (PUU) Hal-hal Terkait Dengan PUU Undang-undang yang dapat dimohonkan pengujian, yaitu undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Pasal 50 UU Nomor 24 Tahun 2003) Pihak yang dapat bertindak dalam permohonan pengujian undang-undang (Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003) Bentuk pengujian undang-undang;
Kewajiban MK menyampaikan salinan permohonan kepada institusi/lembaga negara tertentu (terutama lembaga negara pembentuk undang-undang); Hak MK meminta keterangan terhadap lembaga negara terkait dengan permohonan; Materi putusan; Akibat putusan pengujian undang-undang dan kewajiban MK setelah putusan.
Perorangan WNI Badan Hukum Publik atau Privat Kesatuan PEMOHON DALAM PERKARA PUU Badan Hukum Publik atau Privat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Lembaga Negara
Penyampaian Salinan Permohonan kepada Presiden RI KEWAJIBAN MK TERKAIT PERMOHONAN PUU Pemberitahuan dan permintaan untuk penghentian pengujian peraturan dibawah UU kepada Mahkamah Agung RI Penyampaian Salinan Permohonan kepada Presiden RI Penyampaian Salinan Permohonan kepada DPR RI
HAL-HAL TERKAIT DENGAN PUTUSAN PUU 1. Putusan yang mengabulkan permohonan pengujian undang-undang harus dimuat dalam Berita Negara RI dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Ps. 57 ayat (3)) 2. Putusan Mahkamah Konstitusi berlaku ke depan (prospektif)
3. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden dan MA (Ps.59) 4. Terhadap materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang yang dimohonkan pengujian dan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi tidak dapat dimohonkan pengujian kembali (Ps.60) 5. Pengkecualian bila permohonan didasarkan pada alasan konstitusional berbeda (Ps. 42 PMK tentang PUU)
Tahapan pengajuan dan pemeriksaan permohonan uji materil 1. Pengajuan permohonan Pasal 4, 5 PMK No. 06/PMK/2005) Tertulis ( Bahasa Indonesia ) Tanda Tangan Pemohon Pengajuan permohonan
2. Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera Mahkamah Konstitusi (Pasal 6 PMK No. 06/PMK/2005) Panitera MK Memberi tahu jika syarat kurang lengkap Memerikjsa kelengkapan administrasi
3. Pencatatan permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) (Pasal 7 PMK No. 06/PMK/2005) Panitera melakukan pencatatan permohonan yang sudah lengkap ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). DPR & PRESIDEN salinan MK MA
4. Pembentukan Panel Hakim Susunan Panel Hakim Berkas perkara PANITERA
5. Penjadwalan Sidang (Pasal 8 PMK No. 06/PMK/2005) Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam BRPK, Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama untuk sidang pemeriksaan permohonan Pemanggilan sidang harus sudah diterima oleh pemohon atau kuasanya dalam jangka waktu paling lambat tiga hari sebelum hari persidangan.
Pemeriksaan Pendahuluan 6. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan (Pasal 10, 11 PMK No. 06/PMK/2005) PANEL HAKIM Hakim memberi nasihat Kepada pemohon untuk Melengkapi dan atau memperbaiki permohonannya Pemeriksaan Pendahuluan
7. Sidang pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti; (Pasal 12, 13, 14, 15, 16, 17 PMK No. 06/PMK/2005) 9 Hakim Sidang Pleno & Terbuka untuk umum Para pihak yang berperkara
Rapat Permusyawaratan 8. Putusan (Pasal 31-43 PMK No. 06/PMK/2005) Musyawarah RPH Rapat Permusyawaratan Hakim Putusan MK Ketua Sidang PUTUSAN
Putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan pengajuan permohonan pengujian undang-undang dapat berupa: (Pasal 43 PMK No. 06/PMK/2005) Dikabulkan Apabila materi muatan yang terdapat dalam undang-undang melanggar UUD dan apabila pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD; Ditolak Apabila dalam persidangan terbukti bahwa ternyata undang-undang yang oleh pemohon diajukan uji materil baik pembentukan maupun materinya tidak bertentangan dengan UUD; Tidak diterima Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang tidak dipenuhi