AI MIDA USMIATI SEMESTER VII A FIQH SIYASAH AI MIDA USMIATI SEMESTER VII A
Kepemimpinan Dalam Islam Status keberadaan dalam islam Sebutan / nama untuk pemimpin Syarat pemimpin Metode dan teknis mendapatkan pemimpin Tugas tanggung jawab dan wewenang pemimpin Pemberhentian pemimpin
1. Status Keberadaan Kepemimpinan Kepemimpinan dijalankan oleh lembaga kepala negara dan pemerintahan yang diadakan sebagai pengganti fungsi keNabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Keberadaannya wajib berdasarkan syari’at (Al – qur’an, As- Sunah dan Ijma’) dan rasio.
2. Sebutan / Nama Untuk Pemimpin Khalifah Amirul Mukminin Imam 3. Syarat Khalifah Muslim Baligh Berakal Adil Merdeka Laki – laki Mampu melaksanakan amanat kholifah
4. Metode dan Teknis Mendapatkan Kepemimpinan Pemilihan oleh kalangan ahlul halli wal aqdi Penyerahan mandate dari kepala negara sebelumnya Pemilihan umum oleh rakyat
5. Tugas, Tanggung jawab dan Wewenang Pemimpin Bertanggung jawab terhadap politik dalam dan luar negeri (menerapkan, mempertahankan dan memperluaskan islam) Berhak memutuskan para mu’awin (pembantu) wali dan berhak mengangkat pejabat – pejabat negara. Berhak mengadopsi hokum syara’ sehingga berlaku umum.
6. Pemberhentian Pemimpin, Pemberhentian Otomatis, jika: Murtad Gila Tertawan musuh, tidak mungkin bisa melepaskan dari yang punya kewenangan untuk berhentikan khalifah adalah mahkamah Madzalim, bukan rakyat atau majlis umat
BAI’AT Pengertian: Posisi Bai’at dalam pemerintahan Bai’at berasal dari kata Al – bai’in (penjualan), yaitu transaksi (kontrak, janji, aqod) Bai’at adalah perjanjian antara umat dengan penguasa, yaitu agar penguasa menjalankan pemerintahan menurut ketentuan syara’ dan agar umat mentaati penguasa. Posisi Bai’at dalam pemerintahan Bai’at merupakan metode islam dalam rangka mengankat seseorang menjadi penguasa yang dilakukan oleh umat.
Hukum Bai’at Adalah wajib, berdasar : As – Sunnah : Man maata laisa fii’unuqihi maata maitatan jaahiliyyatan (barang siapa mati dan pundaknya tidak ada bai’at, maka matinya adalah mati jahiliyyah) Ijma’ sahabat : peristiwa di saqifah Bani Saidah dan diakhiri dengan pembai’atan Abu Bakar
Pihak Yang Terlibat Dalam Bai’at Pihak yang memberi mandate dalam kontrak imamah adalah umat dengan kerelaan Pihak yang diberi mandate adalah yang memenuhi syarat sebagai khalifah. Lafadz bai’at Tidak wajib dengan lafadz tertentu, yang penting teksnya berisi 2 perkara, yaitu : Untuk khalifah : janji untuk mengamalkan kitabullah dan Sunnah Rasul Untuk ummat : janji untuk mentaati dan menolong dalam berbagai keadaan
Metode melaksanakan bai’at Ada dua, yaitu : Bai’at In’iqod Yaitu penyerahan kekuasaan oleh orang yang membai’at kepada khalifah. Tidak harus seluruh kaum muslimin, tetapi cukup dengan mayoritas yang mewakili kaum mukminin (konsep iktifa / representatisi). Bai’at Tho’at Yaitu buat mayoritas kaum muslimin kepada orang telah bibai’at in’iqod.
Ahlul halli wa Al – Aqdi (AHWA) Tiga syarat ahwa : Memiliki rasa keadilan yang integral (ketaqwaan dan akhlak yang mulia) Kapabilitas keilmuan, sehingga mengetahui yang berhak untuk jabatan imamah (fit an frovertest) Memiliki sikap dan kebijaksanaan (hikma) sehingga mampu memiliki orang yang paling layak
Pengertian konstitusi dan UU Konstitusi dan UU adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh pemerintah / penguasa guna mengatur hubungan diantara mereka dan memiliki kekuatan yang mengikat rakyat. Formalisasi (legalisasi / adopsi hokum syara’ menjadi peraturan yang berlaku mengikat secara umum pada masyarakat.
Dasar Pelaksanaan Legalisasi Hukum Syara’ Adalah ijma’ sahabat, yaitu masa khalafaur Rasyidin dimana pada masa tersebut, wahyu sudah turun lagi, tidak ada pihak yang maksum, yang kebenaran pendapatnya mutlak. Ada kaidah syara’ yang berbunyiAmrul imam yarfa’ul khilaf (perbedaan akan menghilangkan perbedaan) Kehidupan system politik alamiah kaum muslim bermula dari masa tersebut Kepemimpinan basyariyah (manusiawi) yang sesungguhnya juga bermula dari masa tersebut.
Wilayah legalisasi hukum Sebaliknya dibatasi pada hokum – hokum tertentu saja, yaitu wilayah muamalah dan uqubad, namun bisa juga tergantung kondisi kualitas pemahaman islam dari kaum muslimin. Adopsinya sebaiknya bersifat umum yang mencakup seluruh bidang, sehingga kreatifitas dalam berijtihad tetap tumbuh dan berkembang.
Urgensi legalisasi hokum syara’ Menjaga dan melanjutkan kesatuan kekuasaan negara, hokum dan administrasi. Menjaga persatuan umat muslimin, terutama pola wilayah. Wilayah perbedaan pendapat (khilafah) yang potensial memunculkan konflik dan perpecahan dalam tubuh kaum muslimin. Kekuatan legalisasi hokum syara’ untuk ilmu saat ini Aspek ideologis Legalisasi hokum syara’ adalah bentuk perlawanan terhadap beroperasinya ideology kapitalisme yang dipaksakan di dunia Islam 2. Aspek politis Legalisasi hokum syara’ adalah bentuk kesadaran memposisikan kembali islam sebgai ajaran politik yang selama ini diredukasi sebagai jaran agam / ritual semata