Hukum Acara Perdata
I. PENDAHULUAN Hukum Perdata Materil adalah Suatu kumpulan dari pada peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban keperdataan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Hukum Perdata Materil Hukum Perdata Hukum Perdata Formil atau Hukum Acara Perdata adalah Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan sanksi hukum terhadap para pelanggar hak-hak keperdataan sesuai dengan hukum perdata materil mengandung sanksi yang sifatnya memaksa (Sarwono). Hukum Perdata Formil
Perkara Perdata Sengketa Perdata Perkara Perdata adalah Suatu perkara yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dalam hubungan keperdataan. (Sarwono) Perkara Perdata adalah perkara yang meliputi baik perkara yang mengandung sengketa ( Contentieus) maupun yang tidak mengandung sengketa (Voluntair). (Sudikno Mertokusumo) Perkara Perdata Sengketa Perdata adalah Suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang bersengketa di dalamnya mengandung sengketa yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak. Jadi, Sengketa tersebut merupakan suatu pelanggaran hak yang nyata-nyata telah merugikan pihak lain dan tidak dapat dengan cara damai diluar persidangan. Pihak yang melakukan pelanggaran hak tidak bersedia dengan sukarela memberikan ganti kerugian. Sengketa Perdata
Pengertian Hukum Acara Perdata H.M. Tirtaamidjaya Hukum Acara Perdata adalah “ Suatu akibat yang timbul dari hukum perdata materil”. Wiryono Prodjodikoro Hukum Acara Perdata adalah “ Rangkaian peraturan-peraturan yang memuat bagaimana cara orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindakk satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan perdata.” Sudikno Mertokusumo Hukum Acara Perdata adalah “ Peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan perkataan lain peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, menerima serta memutuskannyadan pelaksanaan daripada putusannya.”
Retnowulan Sutantio Hukum Acara Perdata disebut juga Hukum Perdata Formil adalah keseluruhan kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materil.” Hasil Simposium BPHN Departemen Kehakiman: Menurut laporan hasil simposium pembaharuan hukum nasional, yang diselenggarakan di Yogyakarta oleh BPHN Departemen Kehakiman tanggal 21-23 Desember 1981, dinyatakan bahwa “ Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditegakannya atau dipertahankkannya hukum perdata materil.”’
Sifat Hukum Acara Perdata Ada tidaknya suatu perkara tergantung kepada pihak/orang yang merasa haknya dilanggar yg disebut Penggugat atau inisiatif datangnya dari piahak penggugat, sehingga penggugat sangat berpengaruh terhadap jalannya suatu perkara bahkan dalam batas-batas tertentu penggugat dapat mencabut gugatannya, melakukan perdamaian dan melakukan perubahan atas gugatannya . Bersifat memaksa karena dianggap untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Misalnya tenggang waktu mengajukan Banding 14 hari setelah putusan dijatuhkan atau 30 hari jika pembanding tidak berdiam ditempat putusan tersebut dijatuhkan, apabila tenggang waktu banding terlampaui maka pengajuan banding ditolak. Kesederhanaan disini dimaksudkan suatu proses beracara tidak rumit dan menurut UU Kekuasaan Kehakiman sederhana disini yaitu penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yg efisien dan efektif.
Sumber Hukum Acara Perdata antara lain: HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement). ( Staatsblad 1941 No. 44) Rbg ( Reglement tot regeling van hetrechtswezen in de gewesten buiten java en madura ). ( S. 1927 No 227 ). Rv (Reglement op de rechtsvordering). ( S. 147 No. 52, 1849 No. 63) Ro ( Reglement of de rechtterlijike organisatie in het beleid der justitie in Indonesia). ( S. 1847 No. 23 ) Ordonansi dengan Staatsblad 1867 Nomor 29 tanggal 14 Maret 1867 tentang kekuatan bukti, surat-surat dibawah tangan yang dibuat oleh golongan Bumi Putera. BW ( Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( Wetboek van Koophandel) UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Yurisprudensi, dan lain-lain.
Asas-Asas Hukum Acara Perdata adalah Suatu pedoman atau dasar yang harus dilaksanakan oleh Hakim dalam mengadili suatu perkara di persidangan pengadilan. Hakim Bersifat Menunggu Hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. Hakim Pasif Ruang lingkup atau luas pokok sengketa ditentukan oleh para pihak yang berperkara bukan oleh hakim. 3. Sifat Terbukanya Persidangan Terbuka untuk umum yang berarti bahwa setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. 4. Mendengar Kedua Belah Pihak Kedua belah pihak diperlakukan sama tidak memihak dan didengar bersama-sama. 5. Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili.
6. Beracara Dikenakan Biaya Biaya perkara tersebut meliputi biaya kepaniteraan, biaya panggilan, pemberitahuan para pihak, serta biaya materai. 7. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan Para Pihak tidak diwajibkan untuk mewakilkan kepada orang lain. 8. Bebas Dari Campur Tangan Para Pihak Diluar Pengadilan Hakim dalam memberikan putusan harus berdasarkan keyakinan dan tidak boleh terpengaruh pihak lain diluar persidangan. 9. Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Dalam memeriksa perkara harus dalam tempo waktu yang singkat 10. Putusan Harus Dilaksanakan Setelah 14 hari Lewat Putusan pengadilan dilaksanakan dalam tenggang waktu 14 hari dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Peraturan perundang-undangan Hindia Belanda tentang hukum acara perdata Ada 3 peraturan perundang-undangan Kolonial Hindia Belanda mengenai hukum acara perdata antara lain: Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) termuat dalam Staatsblad1847:52 dan berlaku sejak tanggal 1 Mei 1848 yg berisi ketentuan hukum acara yg berlaku secara khusus untuk golongan Eropa dan yg dipersamakan dengan mereka. HIR (Herzein Indonesia Reglement) HIR berasal dari IR (Inlandsche Reglement) yg dimuat dalam Stb.1848:16 jo.57). RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) yang berlaku sejak ditetapkan dalam Pasal 2 Ordonansi 11 Mei 1927 Stb.1927:227 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 juli 1927.
Lingkungan Peradilan Lingkungan badan peradilan berpuncak pada Mahkamah Agung (MA). Berbagai lingkungan peradilan dibagi dalam 2 kategori: Peradilan umum Peradilan khusus peradilan khusus hanya mengadili perkara tertentu (misalnya : peradilan agama, Militer, tata usaha negara) Pasal 18 UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekkuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yg ada dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.