مقاصد الشريعة
Menta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil al-Qur’an dan al- Sunnah sepanjang sesuai dengan kandungan syari’ah. Adapun kaidah al-hukmu yaduru ma’a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman dalam hal-hal tertentu dapat berlaku
PENGERTIAN MAQA<<<S{ID AL-SYARI<‘AH Maqa>s}id : jamak dari maqs}id, berarti tujuan atau sasaran Maqa>s}id al-syari>‘ah : makna-makna dan hikmah-hikmah yang menjadi perhatian dan tujuan Syari’ dalam menetapkan syariat, baik bersifat umum maupun khusus, yakni untuk mewujudkan kemaslahatan manusia
DALIL MAQA<<<S{ID AL-SYARI<‘AH Dalil Naqli/tekstual Penjelasan Allah dalam banyak ayat bahwa Dia maha bijaksana (al-Hakim). Penjelasan Allah bahwa Dia penuh rahmat kepada hamba-Nya وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْء (الأعراف :156) قُلْ لِمَنْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلْ لِلَّهِ كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ َ …. (الأنعام: 12)
Penegasan Allah bahwa diutusnya Nabi Muhammad adalah sebagai rahmat وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء 107) Penjelasan Allah dalam banyak hal bahwa Dia menetapkannya karena suatu tujuan مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (المائدة: 6) كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُم (الحشر:7)
Penjelasan Allah tentang urgensi dan manfaat al-Qur’an serta tujuan diturunkannya يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ * قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (يونس :58-57)
Disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah sebagian maqashid al-syari’ah, baik yang umum maupun yang khusus وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ (الحج 78) يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر (البقرة 185) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا (التوبة 103) وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة 179)
Ada sejumlah nash umum yang memuat realisasi kemaslahatan إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (النحل 90) Menurut ‘Izzuddin bin ‘Abdussalam, ayat itu memerintahkan kemaslahatan dan sebab- sebabnya, dan melarang kemadlaratan dan sebab-sebabnya لا ضرر ولا ضرار
B. Dalil ‘Aqli/Rasional Tidak adanya hikmah dan tujuan suatu hukum tidak lain karena: Kebodohan pembuat hukum tsb. Ketidakmampuannya untuk mewujudkan hikmah dan tujuan tsb. Tidak adanya kehendak untuk menciptakan dan memberikan kebaikan bagi subyek hukum. Adanya sesuatu yang menghalangi kehendak si pembuat hukum. Pilihan pembuat hukum sendiri untuk menjadikan hukumnya tidak sempurna. Allah mustahil memiliki sifat-sifat itu
Setiap muslim berakal tahu bahwa Allah menghendaki kebaikan hambanya dalam penciptaannya dan kehidupannya لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الجاثية 13) Karena itu, mustahil Allah tidak menghendaki kebaikan bagi hambanya dalam hukum-hukum yang disyariatkannya
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang mulia وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ …. (الإسراء 70) Konsekuensi dari menjadikannya sebagai makhluk yang mulia adalah terwujudnya kemaslahatan dengan sebaik-baiknya bagi mereka
Sebagaimana diketahui (berdasarkan akal sehat dan kebiasaan yang berlaku), setiap peraturan yang tidak dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslahatan atau mencegah kemadlaratan adalah peraturan yang sia-sia dan buruk, dan menunjukkan bahwa pembuat peraturan itu bodoh, lalai dan patut diduga bermaksud jahat. Dan tidak ada seorang pun ingin dianggap seperti itu. Jika peraturan buatan manusia saja tidak ingin dianggap seperti itu, apakah syari’at Allah yang Maha Baik akan seperti itu?
SIKAP UMAT ISLAM BERKAITAN DENGAN MAQASHID AL-SYARI’AH Kelompok yang mengabaikan maqashid al- Syari’ah dan tidak menjadikannya sebagai pertimbangan hukum Kelompok yang berlebihan dalam berpegang pada maqashid al-Syari’ah hingga mengabaikan ketentuan-ketentuan Syari’ah Kelompok yang memperhatikan maqashid al- Syari’ah tanpa mengabaikan ketentuan- ketentuan Syari’ah
Kelompok Pertama: Mengabaikan maqashid al-Syari’ah Pemahamannya literalis dan tekstual, dogmatis dan formalistik, tanpa memikirkan “pesan”, illah dan tujuan suatu hukum Menolak mempertimbangan ‘illah dalam menetapkan hukum Memandang negatif penggunaan nalar dalam memahami al-Qur’an dan Hadis
Cenderung mempersulit diri Menganggap pendapatnya sebagai benar Mengingkari kelompok lain yang berbeda sehingga enggan untuk berdiskusi dengan mereka Mudah menyalahkan bahkan mengkafirkan kelompok lain yang punya pendapat berbeda Seakan-akan menganggap kelompok lain tidak ada
Sebagian dari pendapat mereka Menolak nilai uang kertas, uang kertas tidak syar’i Menganggap harta perdagangan tidak wajib zakat Mengharuskan zakat fitrah dengan bahan makanan Mengharamkan gambar dan fotografi Mengharamkan isbal secara mutlak Menghalalkan perbudakan
Kelompok Kedua: Berlebihan dalam Berpegang pada Maqashid Syari’ah Mengagungkan akal di atas wahyu Cenderung mengabaikan ketentuan- ketentuan hukum, khususnya ketika dipandang tidak sejalan dengan akal mereka Berani meninggalkan ketentuan yang qath’i bahkan menomorduakan rukun Islam atas pertimbangan kemaslahatan
Sebagian dari pendapat mereka Jilbab (khimar) tidak wajib. Hukuman qishash, jilid bagi pezina, potong tangan bagi pencuri Homoseksual, lesbian, minuman keras yang tidak berlebihan, hukumnya boleh
Kelompok Ketiga: Mengaitkan Nash dengan Maqashid Meyakini adanya hikmah dari syariat Islam, dan bahwa syari’at Islam mengandung kemaslahatan Mengaitkan nash-nash dan hukum-hukum syari’at, sebagian dengan yang lain Mengkaji maqashid nash sebelum menetapkan hukum
Memahami nash dengan memperhatikan sebab dan kondisi yang melatarbelakangi Membedakan antara tujuan yang bersifat tetap dengan sarana (wasilah) yang bisa berubah Membedakan antara ibadah dan muamalah dalam kaitannya dengan maqashid
Sebagian dari pendapat mereka Gambar dan fotografi tidak haram mutlak, tergantung sifat, tujuan dan penggunaannya Isbal tidak haram mutlak, tergantung motifnya Wanita pergi tidak harus dengan muhrim dalam kondisi aman Hukum memanjangkan jenggot tidak sampai pada tingkat wajib
Siwak tidak mesti dengan kayu arok Jilbab wanita tidak harus dengan model arab Menentukan masuknya awal bulan tidak harus dengan rukyat Ibadah seperti shalat dan puasa tetap wajib dilakukan walaupun seseorang sudah berperilaku baik dan berhati bersih
URGENSI MAQA<<<S{ID AL-SYARI<‘AH DALAM BERIJTIHAD Maqa>s}id al-syari>‘ah penting dalam semua bentuk aktifitas ijtihad yang meliputi: Ijtihad isislahi
Ijtihad qiyasi Ijtihad bayani
Ijtihad tawfiqi
Bahkan maqa>s}id al-syari>‘ah tetap penting dalam hal-hal yang tidak dapat diketahui hikmahnya
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG MAQA<<<S{ID AL-SYARI<‘AH Rasul saw. mengisyaratkan pentingnya perhatian thd maqa<<<s{id al-syari<‘ah
Para sahabat dlm berijtihad memperhatikan maqa>s}id al-syari>‘ah
Para ulama memperhatikan maqa>s}id al-syari>‘ah
IMAM AL-MAQASIDI PERTAMA : Imam al-haramain Abu Hamid al-Ghazali penerus al-Juwayni
IMAM AL-MAQASIDI KEDUA: ‘Izzuddin bin ‘Abdussalam Al-Qaffal penerus ‘Izzuddin
IMAM AL-MAQASIDI KETIGA: al-Syatibi
IMAM AL-MAQASIDI KETIGA: Muhammad Tahir bin ‘Asyur ‘Allal al-Fasyi