UNDANG-UNDANG Nomor 12 TH 1984 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UU NOMOR 28 TH 2009 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH (PDRD )
DASAR HUKUM UU Nomor 12 Tahun 1985 UU Nomor 12 Tahun 1994 PERDA PEMDA DKI No.16 Tahun 2011 Tentang PBB PP No. 46 Tahun 2000 KMK No. 201/KMK.04/2000 KEP-251/PJ.6/2000
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) Terdiri dari 4 Sektor Sektor Perdesaan; Sektor Perkotaan; Sektor Perkebunan/Kehutanan Sektor Pertambangan; Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang PDRD Menjadi Pajak Daerah Kab/Kota Kecuali DKI Jakarta. sedangkan sektor lainnya tetap menjadi Pajak Pusat.
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BUMI DAN/ATAU BANGUNAN (PBB) ADALAH PAJAK KEBENDAAN ATAS BUMI DAN/ATAU BANGUNAN DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI ATAU BADAN SECARA NYATA: MEMPUNYAI HAK DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS BUMI, DAN/ATAU MEMILIKI, MENGUASAI, DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS BANGUNAN
PENGERTIAN BUMI adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya; Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan; Nilai Jual objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual objek Pajak Pengganti;
SPOP & SPPT (Pasal 1) 4.Surat Pemberitahuan objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan UU ini; 5.Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Dit Jen Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada WP;
OBJEK PAJAK BUMI BANGUNAN Pasal 1 angka 2 Pasal 2 ayat (1) ADALAH : PERMUKAAN BUMI YG MELIPUTI TANAH DAN PERAIRAN PEDALAMAN SERTA LAUT WILAYAH INDONESIA, DAN TUBUH BUMI YG ADA DIBAWAHNYA Pasal 1 angka 1 ADALAH : KONSTRUKSI TEKNIK YG DITANAM ATAU DILEKATKAN SECARA TETAP PADA TANAH DAN/ATAU PERAIRAN Pasal 1 angka 2
OBJEK PAJAK BANGUNAN TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN Pasal 2 ayat (1) BANGUNAN TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN ADALAH (Penjelasan Pasal 1 angka 2) : Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, & emplasemennya, & lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; JALAN TOL; KOLAM RENANG; PAGAR MEWAH; TEMPAT OLAH RAGA; GALANGAN KAPAL, DERMAGA; TAMAN MEWAH; TEMPAT PENAMPUNGAN/KILANG MINYAK AIR DAN GAS, PIPA MINYAK; FASILITAS LAIN YANG MEMBERIKAN MANFAAT.
UU NO. 28 TAHUN 2009 (Pasal 77)””” (1) Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah: Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
TERMASUK DALAM PENGERTIAN BANGUNAN: (Pasal 77 Ayat 2)*** a.jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; b.jalan tol; c. kolam renang; d. pagar mewah; e. tempat olahraga; f. galangan kapal, dermaga; g. taman mewah; h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan i. menara. j. rumah susun. ** k.apartemen strata title. ** **Berdasar Perda Pemda DKI Jakarta No. 16 Tahun 2011
BANGUNAN Rumah Susun adalah suatu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bangunan-bangunan yang terstrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal, merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat-tempat hunian yang dilengkapi dengan bangunan bersama dan tanah bersama.
BANGUNAN Apartemen strata title adalah suatu bangunan bertingkat tinggi yang beratap dasar yang biasanya ditinggali orang sebagai tempat tinggal milik pribadi, yang bergandengan dengan milik bersama dalam bagian-bagian yang diperuntukan bagi pemakaian bersama, biasanya penghuninya lapisan masyarakat keatas, dengan dilengkapi sarana yang mewah dan modern.
FAKTOR YANG MENENTUKAN KLASIFIKASI Objek PAJAK Pasal 2 ayat (2) BUMI/TANAH - Letak - Peruntukan - Pemanfaatan Kondisi lingkungan Dan lain-lain BANGUNAN - Bahan bangunan - Rekayasa - Letak Kondisi lingkungan Dan lain-lain
YANG TIDAK DIKENAKAN PBB OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB Pasal 3 ayat (1) ADALAH OBJEK PAJAK YANG : Digunakan Semata-mata Untuk Melayani Kepentingan Umum Di Bidang Ibadah, Sosial, Kesehatan, Pendidikan Dan Kebudayaan Nasional, Yang Nyata-nyata Tidak Dimaksudkan Untuk Memperoleh Keuntungan; Digunakan Untuk Kuburan, Peninggalan Purbakala, Atau Yang Sejenis Dng Itu; Merupakan Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata, Taman Nasional, Tanah Penggembalaan Yang Dikuasai Oleh Desa, Dan Tanah Negara yg Belum Dibebani Suatu Hak; Digunakan Oleh Perwakilan Diplomatik, Konsulat Berdasarkan Asas Perlakuan Timbal Balik; Digunakan Oleh Badan Atau Perwakilan Organisasi Internasional Yang Ditentukan Oleh Menteri Keuangan.
PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERATURAN PEMERINTAH OBJEK PAJAK YANG DIGUNAKAN UNTUK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Pasal 3 Ayat (2) PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERATURAN PEMERINTAH
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB PERDESAAN & PERKOTAAN (Pasal 77 Ayat 3)*** a.digunakan oleh Pemerintah dan Daerah utk penyelenggaraan pemerintahan; b.digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c.digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB PERDESAAN & PERKOTAAN (Pasal 77 Ayat 3)*** d.merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e.digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f.digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB PERDESAAN & PERKOTAAN (Perda No 16) (1) Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang: a.digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB PERDESAAN & PERKOTAAN (Perda No 16) d. merupakan cagar budaya yg tidak dimanfaatkan sebagai tempat hunian/tempat tinggal, dan kegiatan usaha atau sejenisnya, tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan ; e.merupakan Ruang Terbuka Hijau (Kawasan hijau lindung dan hijau binaan), hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; f.digunakan oleh perwakilan diplomatik & konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan g.digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Per. Menteri Keuangan.
Pasal 3 (3) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. (4) Penyesuaian besarnya NJOPTKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Keuangan."
BESARNYA NJOPTKP (Pasal 77)*** 4. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. 5. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BESARNYA NJOPTKP (Perda No.16 Pemda DKI) (2) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
CONTOH *** Seorang WP mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan nilai Rp.12.000.000,00 dan besarnya NJOPTKP untuk Objek Pajak wilayah tersebut adalah Rp15.000.000,00. Karena NJOP berada di bawah batas NJOPTKP (Rp15.000.000,00), maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan PBB.
CONTOH PENGHITUNGAN PBB Langkah Pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut yang mempunyai nilai paling besar, yaitu Desa A. Maka NJOP untuk perhitungan PBB adalah: NJOP Bumi Rp 13.000.000,00 NJOP Bangunan 9.000.000,00 NJOP sbg DP PBB Rp 22.000.000,00 NJOPTKP 10.000.000.00 NJOP utk PBB Rp 12.000.000,00 Desa B: NJOP untuk penghitungan PBB: NJOP Bumi Rp 8.000.000,00 NJOP Bangunan 10.000.000,00 NJOP utk pengh PBB 18.000.000,00 NJOPTKP 0 NJOP utk pengh PBB 18.000.000,00
SUBJEK PAJAK ORANG ATAU BADAN Pasal 4 ayat (1) ORANG ATAU BADAN Memperoleh manfaat atas bangunan Memperoleh manfaat atas bumi Memiliki, menguasai bangunan Mempunyai suatu hak atas bumi Pasal 4 ayat (2) SUBJEK PAJAK Dikenakan kewajiban membayar pajak WAJIB PAJAK
SUBJEK PAJAK OBJEK PAJAK YANG BELUM JELAS WAJIB PAJAKNYA Pasal 4 ayat (3) DIRJEN PAJAK MENETAPKAN SUBJEK PAJAK OBJEK PAJAK YANG BELUM JELAS WAJIB PAJAKNYA
PASAL 78 SUBJEK PAJAK PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN *** Subjek Pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah: Orang Pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
WAJIB PAJAK PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN ** (2) WP PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah: Orang Pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai,dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
SUBJEK PAJAK (Pasal 5)** (1) Yang menjadi Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki,menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. (2) Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Peraturan Daerah ini. ** PERDA NO. 16 Th.2011 DKI JAKARTA
SUBJEK PAJAK (Pasal 5)** (3) Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atas nama Gubernur dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai Wajib Pajak. (4) Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
SUBJEK PAJAK (Pasal 5)** (5) Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. (6) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
SUBJEK PAJAK (Pasal 5)** (7) Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Dinas Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
NILAI JUAL Objek PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP) NJOPTKP Pasal 3 Ayat (3) NJOPTKP SETINGGI-TINGGINYA RP. 12.000.000,00 Per Wajib Pajak; Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan; Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek pajak yang nilainya terbesar.
(Nilai Jual Objek Pajak) DASAR PENGENAAN Pasal 6 Ayat (1), (2) N J O P (Nilai Jual Objek Pajak) ADALAH HARGA RATA-RATA YANG DIPEROLEH DARI TRANSAKSI JUAL BELI YANG TERJADI SECARA WAJAR BILAMANA TIDAK TERDAPAT TRANSAKSI JUAL BELI, NILAI JUAL OBJEK PAJAK DITENTUKAN MELALUI : - PERBANDINGAN HARGA DENGAN OBJEK LAIN YANG SEJENIS;ATAU - NILAI PEROLEHAN BARU; ATAU NILAI JUAL OBJEK PAJAK PENGGANTI. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya
DASAR PENENAAN PAJAK (DPP) Pasal 79 *** (1) DPP PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. (2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. (3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Daerah.
DASAR PENGENAAN PAJAK (Pasal 7)** (1) Dasar pengenaan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). (2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 1 (satu) tahun. (3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. ** PERDA NO. 16 Th.2011 DKI JAKARTA
PENENTUAN NJOP PENILAIAN OBJEK PBB PENDEKATAN PENILAIAN Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) Pendekatan Biaya (Cost Approach) Pendekatan Pendapatan (Income Approach) CARA PENILAIAN Penilaian Massal Penilaian Individual
PENDEKATAN DATA PASAR (Market Data Approach) PENDEKATAN PENILAIAN PENDEKATAN DATA PASAR (Market Data Approach) NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek pajak yang sejenis dengan Objek lain yang telah diketahui harga pasarnya. Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.
PENDEKATAN PENILAIAN (Cost Approach) PENDEKATAN BIAYA (Cost Approach) Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan terutama untuk menentukan NJOP bangunan dng menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi dengan penyusutan phisiknya.
PENDEKATAN PENILAIAN PENDEKATAN PENDAPATAN (Income Approach) Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi ditentukan berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian tambang atau objek perairan
PENILAIAN MASSAL (Mass Appraissal) CARA PENILAIAN PENILAIAN MASSAL (Mass Appraissal) NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT). NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dikurangi penyusutan phisik. Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan program komputer (Computer Assisted Valuation / CAV).
(Individual Appraissal) CARA PENILAIAN PENILAIAN INDIVIDUAL (Individual Appraissal) Diterapkan untuk Objek tertentu yang bernilai tinggi atau keberadaannya mempunyai sifat khusus, antara lain Jalan Tol Pelabuhan Laut/Sungai/Udara Lapangan Golf Industri Semen/Pupuk PLTA, PLTU, PLTG Pertambangan Tempat Rekreasi Dan Lain-lain Sejenisnya Objek Pajak Tertentu, Seperti Rumah Mewah, Pompa Bensin, Jalan Tol, Lap. Golf, Objek Rekreasi, Usaha Perkebunan, Perhutanan, & Pertambangan.
DASAR PENGHITUNGAN SELAIN PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN NILAI JUAL KENA PAJAK SERENDAH-RENDAHNYA 20 % & SETINGGI-TINGGINYA 100 % PERSENTASE NJKP DITETAPKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENETAPAN BESARNYA NILAI JUAL KENA PAJAK NILAI JUAL KENA PAJAK (PP No. 25 TAHUN 2002) NILAI JUAL KENA PAJAK 1.OBJEK PAJAK PERKEBUNAN 2. OBJEK PAJAK KEHUTANAN 3. OBJEK PAJAK PERTAMBANGAN 4.OBJEK PAJAK LAINNYA YANG NJOP-NYA Rp.1.000.000.000,00 (satu milliar rupiah) atau lebih. OBJEK PAJAK LAINNYA YANG NJOP-NYA KURANG DARI Rp.1.000.000.000,00 (satu milliar rupiah). 40% X NJOP 20% X NJOP
TARIF Pasal 5 TARIF TUNGGAL 0,5 %
CARA MENGHITUNG x 0,5% x 20% x NJOP 40% x NJOP 0,5% x PBB = TARIF N J K P 0,5% x 20% x NJOP 40% x NJOP = = 0,5% x DPP = (NJOP - NJOPTKP)
TARIF PBB PERDESAAN & PERKOTAAN (Pasal 80)*** Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). (2) Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
PBB TERUTANG (Pasal 81)*** Besaran pokok PBB Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dengan DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (5).
TARIF PAJAK Pasal 6** Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut : Tarif 0,01% (nol koma nol satu persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan kurang dari Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah); Tarif 0,1% (nol koma satu persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dari Rp.2.000.000.000. (dua miliar rupiah);
TARIF PAJAK Pasal 6** Tarif 0,2% (nol koma dua persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.2.000.000.000.- (dua miliar rupiah) sampai dengan kurang dari Rp.10.000.000.000.- (sepuluh miliar rupiah); Tarif 0,3% (nol koma tiga persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) atau lebih.
CARA MENGHITUNG*** TARIF X (NJOP – NJOPTKP) NJOP: TARIF : 0,3% (NJOP TANAH + NJOP BANGUNAN) - NJOPTKP TARIF : 0,3%
SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (Pasal 82) *** (1) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. (2) Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari. (3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak.
NJOP sbg DPP PBB Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 yang diberlakukan mulai tahun pajak 2001 yaitu: 1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP); a. Objek Pajak perkebunan. b. Objek Pajak kehutanan. c. Objek Pajak lainnya, apabila Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP) Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih.
NJOP sbg DPP PBB 2.Sebesar 20 % (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP); a. Objek Pajak pertambangan. b. Objek Pajak lainnya, apabila Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP) kurang dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Rumusan PBB Terutang: = Tarif Pajak x % NJKP = 0,5%x (% NJKPx (NJOP-NJOPTKP))
PBB PERDESAAN & PERKOTAAN*** WP A mempunyai sebidang tanah dengan nilai Rp.20.000.000,00 yang NJOP-nya Rp.15.000.000,00 dan bangunan dengan nilai Rp.30.000.000,- yang NJOPnya Rp.20.000.000,- NJOPTKP utk daerah tsb. Rp.12.000.000,00 Besarnya pajak terutang adalah: NJOP sbg Dasar Penghitungan PBB: Rp.15.000.000,00 + Rp.20.000.000,00 = Rp.35.000.000,00 0,3% X (35.000.000,00-12.000.000,00)= PBB : 0,3% x Rp.23.000.000 = Rp.69.000,-
CONTOH PENGHITUNGAN PBB Th 2013 WP Tuan Hartono di Jakarta Selatan mempunyai tanah (bumi) dan bangunan dengan luas dan harga pasar sbb: Tanah (bumi) seluas 2.000 m2 dengan harga jual Rp 500.000,00 per m2 dibeli pada tahun 2009, NJOP Rp.464.000,- per m2 Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai bangunan Rp 1.100.000,00 per m2 dan selesai dibangun pada akhir tahun 2010. NJOP Rp1.200.000- Kolam renang seluas 200 m2 dengan harga jual Rp 500.000,00 per m2 NJOP Rp505.000- /m2 dan selesai dibangun pertengahan tahun 2011. taman mewah seluas 100 m2 dengan harga jual Rp1.500.000,00 per m2 NJOP Rp1.400.000- /m2 dan dibuat mulai bulan Marct 2013 dan selesai pada bulan Juni 2013. NJOPTKPditetapkan sebesar Rp15.000.000,00.
JAWABAN SOAL PBB Besarnya PBB yang terutang tahun 2006 dihitung SBB: a.Harga tanah Rp 500.000,00 per m2 N}OP nya Rp 464.000,00 per m2 NJOP tanah: 2.000 m2 x Rp 464.000,00 = Rp.928.000.000,00 b. Harga bangunan Rp 1.100.000,00 per m2 NJOPnya Rp 1.200.000,00 per m2 NJOP bangunan: 400 m2 x Rp 1.200.000,00 = Rp480.000.000,00 c.Harga kolam renang Rp500.000,00/m2 NJOP-nya Rp505.000,00 per m2 NJOP kolam renang: 200 m2 x Rp 505.000,00 = Rp101.000.000,00
JAWAB SOAL PBB Nilai Jual Kena Pajak: 40% xRp 1.497.000.000,00 = NJOP SBG DASAR PENGHITUNGAN PBB = Rp.928.000.000,00 + Rp480.000.000,00 + Rp101.000.000,00 = Rp 1.509.000.000,00 NJOPTKP Rp 12.000.000,00 NJOP SBG dasar penghitungan PBB Rp 1.497.000.000,00 Nilai Jual Kena Pajak: 40% xRp 1.497.000.000,00 = Rp.598.800.000,00 PBB TERUTANG = 0,5% x Rp 598.800.000,00 = Rp.2.994.000,00
JAWABAN SOAL ASUMSI TAHUN 2013 *** NJOP SBG DASAR PENGHITUNGAN PBB = Rp.928.000.000,00 + Rp480.000.000,00 + Rp101.000.000,00 = Rp 1.509.000.000,00 NJOPTKP Rp 12.000.000,00 (-) NJOP SBG dasar penghitungan PBB Rp 1.497.000.000,00 PBB TERUTANG = 0,3% x Rp1.497.000.000,00 = 4.491.000,-
TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG Pasal 8 ayat (1), (2), (3) Tahun Pajak = jangka waktu satu tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 Januari s/d 31 Desember. Saat yang menentukan pajak terutang Adalah menurut keadaan Objek pajak pada tanggal 1 Januari. TEMPAT PAJAK TERUTANG : UNTUK DAERAH JAKARTA, DI WILAYAH DKI JAKARTA; UNTUK DAERAH LAINNYA, DI WILAYAH KABUPATEN ATAU KOTA; YANG MELIPUTI LETAK OBJEK PAJAK.
WAJIB PAJAK MENGISI SPOP PENDATAAN Pasal 9 ayat (1), (2), (3) WAJIB PAJAK MENGISI SPOP JELAS BENAR LENGKAP DITANDATANGANI
PENDATAAN DG SPOP (Pasal 83) *** (1) Pendataan dilakukan dengan menggunakan SPOP. (2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak.
SPOP & SPPT (Pasal 84) *** (1) Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT. (2) Kepala Daerah dapat mengeluarkan SKPD dalam hal-hal sebagai berikut: SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) tidak disampaikan dan setelah WP ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
PENERBITAN KETETAPAN SPPT SKP SPOP Pasal 10 SPOP tidak disampaikan dalam waktu 30 hari disampaikan dalam waktu 30 hari Setelah ditegor secara tertulis SPPT SKP BERDASARKAN PEMERIKSAAN/ DATA LAIN SPOP TIDAK BENAR
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN Pasal 11, 12, 13, dan 14 DASAR PENAGIHAN SPPT SEJAK D I T E R M A 6 bulan TEMPAT PEMBAYARAN - Bank, - Kantor Pos , - Tempat lain yg ditunjuk S K P 1 bulan S T P 1 bulan MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA : - GUBERNUR DAN/ATAU - BUPATI/WALIKOTA
PENDAFTARAN, PENAGIHAN, DAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 9 dan 10 SPOP 30 hr DIKEM- BALIKAN TIDAK SKP + denda 25% dari pokok pajak YA SPPT Ternyata SPOP tdk benar (Ketetapan kurang) SKP + denda 25% dari selisih pajak terutang 6 bulan JATUH TEMPO 1 bulan Segera stlh. 7 hr 1 bln 21 hr JATUH TEMPO SURAT PAKSA STP TEGORAN + bunga 2% sebulan (maks 24 bulan) 2 X 24 JAM Paling cepat 10 hr PERMINTAAN JADWAL WAKTU & TEMPAT PELELANGAN SURAT PERINTAH MELAKUKAN PE- NYITAAN KLN
KEBERATAN DIAJUKAN ATAS : Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT); KEBERATAN DAN BANDING Pasal 15 dan 16 KEBERATAN DIAJUKAN ATAS : Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT); Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 (tiga) bulan setelah SPPT atau SKP diterima oleh WP kecuali WP dalam keadaan di luar kekuasaannya. Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Atas keberatan yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang.
KEBERATAN DAN BANDING Keberatan dapat diajukan dalam hal terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan Fiskus Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan Pasal 27 UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994. Pengajuan keberatan atau banding tidak menunda pembayaran pajak.
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB Pasal 18 DATI I I 64,8 % DATI I 16,2 % PEM. PUSAT 10 % BIAYA PEMUNGUTAN 9 % - Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83/KMK.04/1994 tanggal 19 Maret 1994, 10% bagian pemerintah pusat dibagikan kepada seluruh Daerah Tingkat II - SKB DJA-DJP KEP. 56/A/44/1996 KEP. 50/PJ.6/1996
ALUR PENERIMAAN PBB WAJIB PAJAK Pelimpahan TEMPAT BANK PEMBAYARAN PERSEPSI/ KANTOR POS Pembayaran WAJIB PAJAK Pelimpahan Pembayaran BANK/ OPERASIONAL V PETUGAS PEMUNGUT Pembagian 9% 10% 16,2% 64,8% PEM. PUSAT BIAYA PEMUNGUTAN DATI I DATI II
KARENA HAL-HAL TERTENTU PENGURANGAN Pasal 19 dan 20 Men Keuangan dlm hal : - Kondisi tertentu Objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak/sebab -sebab tertentu lainnya - Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa PAJAK TERUTANG DIRJEN PAJAK ATAS PERMINTAAN WP KARENA HAL-HAL TERTENTU DENDA ADMINISTRASI
KEWAJIBAN PEJABAT YANG DALAM JABATAN/TUGAS PEKERJAANNYA BERKAITAN LANGSUNG DENGAN Objek PAJAK (Pasal 21&22) 1. MENYAMPAIKAN LAPORAN BULANAN MENGENAI SEMUA MUTASI DAN PERUBAHAN Objek PAJAK KEPADA DJP; 2. MEMBERIKAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN ATAS PERMINTAAN DJP KEWAJIBAN TERSEBUT BERLAKU JUGA BAGI PEJABAT LAIN YANG ADA HUBUNGANNYA DENGAN Objek PAJAK KEWAJIBAN UNTUK MERAHASIAKAN DITIADAKAN SEPANJANG MENYANGKUT PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PBB TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN DIKENAKAN SANKSI MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR SECARA KHUSUS DALAM UU PBB Pasal 23 TIDAK DIATUR DALAM UU PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BERLAKU KETENTUAN : - UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN - PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA
KETENTUAN PIDANA KARENA ALPA PIDANA KURUNGAN SELAMA-LAMANYA Pasal 24 KARENA ALPA TIDAK MENGEMBALIKAN SPOP KEPADA DITJEN PAJAK SPOP TIDAK BENAR/ TIDAK LENGKAP DAN/ATAU MELAMPIRKAN KETERANGAN YANG TIDAK BENAR MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA PIDANA KURUNGAN SELAMA-LAMANYA 6 (ENAM) BULAN, ATAU - DENDA SETINGGI-TINGGINYA 2 (DUA) KALI PAJAK TERUTANG
MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA KETENTUAN PIDANA Pasal 25 ayat (1) D E N G A N S E N G A J A TIDAK MENGEM BALIKAN/ MENYAM PAIKAN SPOP KEPADA DITJEN PAJAK SPOP TIDAK BENAR/ TIDAK LENGKAP DAN/ATAU MELAMPIR KAN KETERA NGAN YANG TIDAK BENAR MEMPERLIHATKAN SURAT/ DOKU- MEN PALSU ATAU DIPALSU KAN TIDAK MEMPERLIHATKAN/ MEMIN JAMKAN SURAT/ DOKUMEN LAINNYA TIDAK MENUN JUKKAN/ MENYAM PAIKAN DATA/ KETERA NGAN YANG DIPERLU KAN MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA - PIDANA PENJARA SELAMA-LAMANYA 2 (DUA) TAHUN, ATAU DENDA SETINGGI- TINGGINYA 5 (LIMA) KALI PAJAK TERUTANG
Pasal 25 ayat (2), (3) dan Pasal 26 KETENTUAN PIDANA Pasal 25 ayat (2), (3) dan Pasal 26 Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan, yang dengan sengaja melakukan tindakan : tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya; tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
KETENTUAN PIDANA Ancaman pidana dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara/ sejak dibayarnya denda. Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
KEP. DIRJEN PAJAK NO. KEP. 16/PJ.6/1998 PENGENAAN PBB TERHADAP OBJEK PAJAK YANG DINILAI SECARA INDIVIDUAL KMK No. 523/KMK.04/1998 OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS DAPAT DITENTUKAN BERDASARKAN PENILAIAN SECARA INDIVIDUAL KEP. DIRJEN PAJAK NO. KEP. 16/PJ.6/1998 OBJEK PAJAK YANG BERSIFAT KHUSUS ADALAH SEBAGAI BERIKUT : Jalan tol Pelabuhan laut/sungai/udara Lapangan golf Industri semen/pupuk PLTA, PLTU, PLTG Pertambangan Tempat rekreasi Dan lain-lain sejenisnya
KETENTUAN PERALIHAN UU NO KETENTUAN PERALIHAN UU NO.28 TAHUN 2009 TENTANG PDRD (BERLAKU 1 JAN 2010) Pasal 181 Ketentuan mengenai Pajak Rokok sebagaimana diatur dalam UU ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Pasal 182 Pada saat UU ini berlaku: Men Keu bersama-sama dengan Men DAGRI mengatur tahapan persiapan pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah dalam waktu paling lambat 31 Desember 2013; dan 2) Men Keu bersama-sama dengan Men DAGRI mengatur tahapan persiapan pengalihan BPHTB sebagai Pajak Daerah paling lama 1 (satu) TH sejak berlakunya UU ini.
SELAMAT BELAJAR