The Hague, Geneva, New York

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Penyelesaian Sengketa Internasional (politik)
Advertisements

Subyek Hukum Internasional
PENDAHULUAN IKANINGTYAS,SH.
Hukum Internasional Kelautan
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Mahkamah Pidana Internasional
MEKANISME HAM PBB.
MAHKAMAH KEJAHATAN INTERNASIONAL
Persoalan Hak Asasi Manusia
Instrumen Hukum HAM International dan Peradilannya
SANKSI PELANGGARAN HUKUM PERANG
Are Sonsumer Rights Human Rights?
GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL.
NAMA ANGGOTA KELOMPOK Rinta Anis S Rika Dwi S Rafida Kurniawati
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
Sejarah Pengakuan HAM.
Kepalangmerahan dan HPI
ANGGOTA: ANGGI JANTI T Y (02) DHINA WINDY A (09) MUHAMMAD IRSYAD S (19) ZUHROUL FAUZIATUL U (32) XI IPA 2 Kelompok 7.
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
HUKUM HUMANITER Oleh : W A R I D I.
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK
Prinsip-Prinsip dalam Hukum Humaniter
menjalin hUBUNGAN INTERNASIONAL
PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Implementasi dan Penegakan HHI
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI kemaritiman
PENDAHULUAN IKANINGTYAS,SH.
PERLINDUNGAN TAWANAN PERANG (PRISONER OF WAR)
menjalin hUBUNGAN INTERNASIONAL
INSTRUMEN HAM INDONESIA
Warga Negara 1 Hak asasi pribadi (personal rights) 2 Hak asasi ekonomi (property rights atau harta milik) 3 dan perlakuan yang sama dalam keadilan.
Hukum Perikemanusiaan Internasional
Konvensi Jenewa IKANINGTYAS.
DR.Eva Achjani Zulfa,SH,MH
Instrumen Hukum Dan Peradilan Internasional HAM
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Subyek Hukum Internasional
“CONSTRAINTS ON THE WAGING OF WAR: An Introduction to International Humanitarian Law” USMAR SALAM.
CONSTRAINTS ON THEWAGING OF WAR
PENGANTAR HUKUM HUMANITER
CONSTRAINTS on the WAGING of WAR Chapter 1: Introduction
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
Pengertian, Sejarah & Sumber-sumber HHI
The protocols of 1977.
PRINSIP-PRINSIP ETIK BIOMEDIK
INTERNATIONAL HUMANITARIAN LAW APAAN TUH ? 1.LAWS OF WAR ARE THE RULES OF LAW OF NATIONS RESPECTING WARFARE (LAUTERPACHT, 1955) 2. THE LAWS OF WAR.
HAM di Indonesia Mahendra P. Utama.
HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
SUMBER HUKUM HUMANITER
PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
HAK ASASI MANUSIA DAN PERAN KOMNAS HAM DALAM HUKUM NASIONAL DI INDONESIA Oleh Muhammad Nurkhoiron (Komisioner Komnas HAM )
REVOLUSI AMERIKA SERIKAT
INSTRUMEN HAM INDONESIA
Instrumen HAM Modern.
Subyek Hukum Internasional
LIGA BANGSA-BANGSA (THE LEAGUE OF NATIONS)
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB)
Kelompok 3: Bagus Kurniawan Pratikto Pelangi Pangestika Dwi
Pengungsi Korea Utara, Pelanggaran HAM dan Upaya UNHCR dalam Menyelesaikannya North Korean Refugees, Human Rights Violation and UNHCR Efforts Fadilla Jamila.
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Oleh : Johannes Sidabalok, S.Pd.
ORGANISASI INTERNASIONAL. Organisasi Internasional adalah badan hukum yang didirikan oleh dua atau lebih negara yang merdeka dan berdaulat, memiliki kepentingan.
DI SUSUN OLEH : 1.ADI SAPUTERA NUGRAHA 2.BAHRI 3.MAHDA R E T N P S A E KELOMPOK 4 S E HUKUM HAM UNIVERSITAS BALIKPAPAN SEMESTER V (LIMA) KELAS D.
1 PRINSIP-PRINSIP ETIK BIOMEDIK. 2 SEJARAH (1) KEMAJUAN ILMU & TEKNOLOGI BIOMEDIK  –KECEMASAN MASYARAKAT –MASALAH ETIK MERANCANG USAHA & MELINDUNGI PENYALAHGUNAAN.
LAMBANG. FUNGSI LAMBANG IDENTITAS PENGENAL … (NEGARA, ORGANISASI, KLUB, AKTIVITAS, PERUSAHAAN, DSB)
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT. Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan.
Transcript presentasi:

The Hague, Geneva, New York II The Main Currents : The Hague, Geneva, New York MATERI KELAS HHI

The Hague Sejarah Awal Bermula dari "Instructions of the Government of the Armies of the United States in the Field" (Lieber Code) mengenai bagaimana perang dijalankan dan penanganan warga sipil. Pembedaan antara tahanan perang, orang terluka, franc tireurs, dll. "Declaration Renouncing the Use, in Time of War, of Explosive Projectiles Under 400 Grammes Weight" di St. Petersbug mengatur tentang penggunaan proyektil. Pemerintah Rusia meneruskan inisiatifnya dengan mengundang Pemerintah Belanda untuk membahas permasalahan mengenai perang dan damai di The Hague.

The Hague I Diusulkan :Adanya kewajiban negara-negara untuk melaporkan sengketanya kepada Arbitrasi Internasional dan mengadakan pertemuan rutin guna menjaga perdamaian. Gagal karena beberapa negara tidak menyetujui konsep Arbitrasi Internasional yang mengurangi hak negara untuk memutuskan. Dilanjutkan dalam " Declation of Brussels 1824" :definisi combatant, penanganan tawanan perang, serta larangan pengadopsian maksud dan cara perang. Dalam pembukaannya dicantumkan bahwa walaupun negara tidak menemukan konsensus dalam deklarasi ini, pengadaan perang tetap akan diatur oleh hukum internasional.

The Hague II Tujuan utama : memastikan perdamaian internasional. Revisi kecil dari "Convention and Regulations of 1899" mengenai teknik serangan bom terhadap kota pertahanan. Hasil penting mengenai penembakan oleh angkatan laut di masa perang walaupun tidak mencapai konsensus mengenai peraturan substantif mengenai angkatan laut tersebut.

Law of the Hague (1923 ) Mengatur mengenai perang udara. Diadopsi oleh PBB pada tahun pertama pendirian (1945). Salah satu konsentrasi PBB pada tahun itu adalah mengenai bom atom. Deklarasi the Hague (1954) mengenai perlindungan budaya di lahan konflik.

Geneva Sejarah Awal Pada pertengahan abad ke-19, hampir semua keadaan tentara di lapangan pertempuran luka- luka. Perawatan untuk korban cedera sangat sederhana dan tidak mencukupi dalam segala hal, ada sedikit tentara, medis dan personil tambahan, operasi dan pengobatan lain dilakukan dalam kondisi yang sederhana; kurangnya pengetahuan dalam membersihkan dan mengobati luka, antibiotik dan darah tidak pernah ditemukan

Sehingga mendorongnya untuk: Korban yang berjatuhan sering ditangkap dan ditawan oleh musuh dalam keadaan terluka. Warga yang menolong korban terluka justru dianggap memihak sehingga tidak berani untuk menolong. J. Henry Dunant setelah pertempuran Solferino di utara Italia, berada di tengah ribuan orang Perancis dan Austria yang cedera Sehingga mendorongnya untuk: Pertama, pembentukan di setiap negara, sebuah organisasi bantuan swasta nasional membantu tugas medis dalam perang militer. Henry Dunant mendirikan ‘Komisi Internasional Bantuan kepada yang Terluka ’, dengan mengangkat tugas mendorong penciptaan bantuan masyarakat nasional dan mengadopsi perjanjian pekerjaan mereka. (Komite tersebut berganti nama menjadi Komisi Palang Merah Internasional, dan akan disebut sebagai ‘ ICRC ’). Ada dihampir setiap negara, dengan nama Palang Merah atau Sabit Merah. Kedua, membuat perjanjian agar organisasi tersebut dilindungi dan berjalan dengan baik.

Geneva Law Konvensi Jenewa 1949 terdiri dari empat konvensi, yaitu : Konvensi JENEWA Pertama, mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Darat, 1864 Konvensi JENEWA Kedua, mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit, dan Karam di Laut, 1906 Konvensi JENEWA Ketiga, mengenai PerlakuanTawanan Perang, 1929 Konvensi JENEWA Keempat, mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, 1949

Perlindungan tentara dalam perang darat Tentara yang luka-luka dikumpulkan dan dirawat tanpa diskriminasi. Personil Medis yang bertugas di medan perang adalah netral 3. Lambang dasar palang putih merah diatas adalah tanda perlindungan Perlindungan tentara dalam perang di laut Anggota angkatan perang di laut yang luka sakit karam harus dirawat diskriminasi apapun dan korban kapal dikumpulkan dan tan[pa adanya atau pembedaan

Perlakuan tawanan perang Tawanan perang bukanlah seorang kriminal. Selama ditahan, tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi. Tawanan perang harus dibebaskan setelah masa permusuhan berakhir. Perlindungan masyarakat sipil waktu perang Orang- orang sipil yang tidak turut serta dalam permusuhan harus dilindungi. Menyerang orang sipil dan harta bendanya dilarang. Serangan yang dilakukan secara membabi buta dilarang.

New York "London Agreement August 1945" -> pendirian pengadilan, pembagian tindak kriminal sesuai yuridiksi pengadilan : kriminal melawan perdamaian, kriminal dalam perang, kriminal melawan kemanusiaan. Diadopsi PBB tahun 1946. Fokus PBB menganai pengaturan bom atom, pendirian Atomic Energy Commision tahun 1946. Pembicaraan berkembang pada tahun 1961 mengenai pelarangan senjata nuklir namun tidak mencapai konsensus karena banyak negara yang menolak. Perhatian PBB tentang konflik bersenjata sejak resolusi 2444.

Muncul resolusi mengenai perlindungan wanita dan anak, posisi jurnalis, dan para pejuang pembebasan (kemerdekaan). Hak mengenai self determination dalam hal pejuang pembebasan atau kemerdekaan. Pada tahun 1970 PBB juga menghasilkan peraturan pelarangan terhadap senjata konvensional, munculnya WMD (Weapon Mass Destruction). Tiga perubahan besar yang dilakukan PBB tahun 1970 : Mulai mengikisnya banyak ketabuan dalam subyek yang dibahas. Ide proteksi dan HAM dalam konflik bersenjata. Posisi para gerilya dalam perjuangan pembebasan.

Pertemuan Pasca 1977 Pada dekade 1950-an, Palang Merah Internasional mengajukan seperangkat rancangan aturan terkait aspek-aspek yang belum cukup ditekankan dalam Hukum Hague, seperti perlindungan masyarakat sipil terhadap dampak dari perang. Proposal yang diajukan pada saat puncak Perang Dingin tersebut tidak berujung pada hasil yang memuaskan karena pada saat itu mayoritas negara belum siap untuk ikut serta dalam diskusi mengenai subyek serumit regulasi yang mendetail dan pembatasan pengeboman udara. Satu dekade kemudian, Palang Merah Internasional mengambil inisiatif baru melalui jalur yang sangat berbeda, yaitu tanpa adanya proposal mendetail terkaitperaturan yang saksama, melainkan suatu pernyataan mengenai beberapa prinsip fundamental terkait hukum perang, dengan keabsahan yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun.

Pendekatan ini pun sukses Pendekatan ini pun sukses. Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang dilaksanakan di Wina pada 1965, mengadopsi Resolusi XXVII dimana di dalamnya sunguh-sungguh dinyatakan bahwa setiap negara dan pemegang otoritas yang lain bertanggung jawab untuk memastikan bahwa tindakan dalam konflik bersenjata herus sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: •Bahwa hak suatu pihak yang terlibat dalam konflik untuk melukai musuh bukan berarti tak terbatas •Bahwa dilarang untuk melancarkan serangan terhadap penduduk sipil •Bahwa harus dibedakan setiap saat antara kombatan dan non kombatan dalam perang •Bahwa prinsip-prinsip umum Hukum Perang berlaku terhadap penggunaan nuklir dan senjata-senjata sejenisnya.

Resolusi Konferensi tersebut ditetapkan dan diadopsi dalam Wina, yang mengindikasikan dengan jelas Sabit Merah, bahwa selain Palang Merah dan Bulan pemerintah dari berbagai negara di dunia juga siap untuk menegaskan kembali hukum konflik bersenjata. dan mengembangkan Kesiapan ini terlihat lebih nyata dengan diadopsinya Resolusi Majelis Umum 2444 (XXIII) pada bulan Desember 1968 dimana sebelumnya, prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Resolusi tersebut telah sejak luas diakui sebagai ranah hukum adat.

•Dengan pengadopsian Resolusi 2444, berarti Majelis Umum menolak gagasan ‘ coercive war' sebagai suatu metode dalam berperang untuk memaksa pihak lawan menyerah dan menegaskan kembali prinsip- prinsip perlindungan warga sipil yang diwujudkan dalam Resolusi Wina. •Dengan begitu, berarti negara, PBB dan Palang Merah Internasional telah berpartisipasi untuk mempercepat penyatuan Hukum Hague yang mengatur mengenai perang, Hukum Jenewa yang mengatur mengenai perlindungan korban perang dan Hukum New York terkait perlindungan terhadap HAM dalam konflik bersenjata bersama-sama menjadi satu arus utama. •Dalam perkembangannya hingga saat ini, interaksi yang erat antara bagian-bagian utama dari hukum humaniter konflik bersenjata tersebut semakin terlihat, terutama dalam situasi perang kontemporer.

Pada 1974 di Jenewa, atas undangan dari pemerintah Swiss, dimulailah penyelenggaraan konferensi diplomatik yang membahas mengenai hukum yang berlaku dalam konflik bersenjata dan penegasan kembali tentang pengembangan hukum humaniter internasional yang seluruhnya telah tertulis pada konvensi Jenewa 1974. Dalam konferensi tersebut disusun dua jenis bentuk perjanjian tambahasan untuk Konvensi Jenewa 1949: - Protokol I berkaitan dengan perlindungan korban konflik bersenjata internasional - Protokol II berkaitan dengan perlindungan korban konflik bersenjata internal-- bagian ini merupakan campuran mementingkan antara hukum Deg Haag dan Jenewa serta elemen HAM Protokol-protokol tersebut diadopsi pada tanggal 8 Juni 1977, ditandatangani pada 12 Desember 1877 di Bern dan kemudian diratifikasi oleh banyak negara lalu mulai diberlakukan pada 7 Desember 1978.

•Adapun terdapat perdebatan yang muncul pada konferensi diplomatik tahun 1974-1977, mengenai kemungkinan larangan atau pembatasan penggunaan senjata konvensional tertentu seperti napalm dan senjata pembakar lainnya, serta tambang dan booby-traps. Akhirnya perdebatan tersebut dibahas dalam konferensi PBB yang diadakan dalam dua sesi yakni pada 1979 dan 1980. •Pada 10 Oktober 1980, diadopsilah Konvensi Pelarangan atau Pembatasan Penggunaan Senjata Konvensional Tertentu yang Bisa Dianggap Melukai Secara Berlebihan atau Memiliki Efek membabi buta, dengan tiga Protokol Dianeksasi (atas 'fragmen-fragmen yang tidak terdeteksi, tambang, booby-traps dan perangkat lain serta senjata pembakar). •Konvensi dengan Protokol Dianeksasi mulai berlaku pada 2 Desember 1983, enam bulan setelah instrumen ratifikasi ke-20 telah diserahkan pada Sekretaris Jenderal PBB, yang bertindak sebagai penyimpan Konvensi ini.

•Pada 1995, terdapat tambahan protokol lagi yakni protokol keempat mengenai senjata laser dan pada tahun 1996 dilakukan amandemen. Adanya adopsi dan pemberlakuan protokol tambahan 1977 terinspirasi dari keprihatinan terhadap perlindungan benda budaya yang merupakan upaya UNESCO yang kemudian mencapai hasil akhir dengan diadopsinya Protokol Second Hague untuk perlindungan properti budaya dalam acara konflik bersenjata pada 26 Maret 1999. •Sementara, perkembangan hukum berarti peperangan laut semenjak tidak mengalami Jenewa sebab Konvensi hukum yang berlaku, San Remo Manual on International Law Applicable to Armed Conflicts at Sea, walaupun bukan merupakan treaty, masih dianggap patut diperhatikan.

Mengenai Peradilan Kejahatan Perang... Geneva Convention maupun Protocol 1977 tidak mampu memberikan suatu prosedur kriminal internasional dan konsep mengenai suatu badan hukum yang khusus menangani kejahatan perang tidak berkembang semenjak International Military Tribunals di Nuremberg dan Tokyo. Ide mengenai penegakan hukum internasional mengenai konflik bersenjata baru muncul kembali setelah UNSC mengadakan dua peradilan internasional yang bersifat Ad Hoc pada tahun 1993 untuk mengadili pelanggar-pelanggar berat hukum kemanusiaan dari Rwanda dan Yugoslavia. kedua tribunal ini nantinya memberi jalan bagi dibentuknya Statute of the International Criminal Court.