ULUMUL HADITS “HADITS DI DUNIA MODERN” KELOMPOK 7: Syifa Safina 20150730035 Rahmat Rizky Saputra 20150730036 Agus Alfisyahri 20150730037 Adji Pahlawan Mahdiantoro 20150730039 Rizky Wahyu Setiyawan 20150730040 Mathori Noor Hidayat 20150730041 Sintiya 20150730042
OUTLINE Sejarah perkembangan hadits. Ulama-ulama hadits modern. Tokoh-tokoh dalam studi hadits di Barat. Kritik M.M. Azami terhadap studi hadits di Barat.
Sejarah Perkembangan Hadits - 1 Sebelum menuturkan tentang siapa-siapa saja tokoh yang berperan dalam hadits modern, ada baiknya untuk melihat sejarah perkembangan ilmu hadits dari periode ke periode. Nûr al-Dîn ‘îtr (Nuruddin ‘Itr), dalam bukunya, membagi sejarah perkembangan ilmu hadits menjadi tujuh periode. Pertama, tahap kelahiran (dawr al-nusyû´). Periode ini berlangsung mulai fase shahabat sampai akhir abad I H. Kedua, tahap penyempurnaan (dawr al-takâmul). Periode ini berlangsung dari abad II sampai awal abad III H. Ketiga, tahap pembukuan ilmu hadits secara terpisah (dawr al-tadwîn li ‘ulûm al-hadîts mufarriqah). Periode ini berlangsung sejak abad III sampai pertengahan abad IV H. Keempat, penyusunan kitab-kitab induk ‘ulûm al-hadîts dan penyebarannya (‘ashr al-ta´lîf al-jâmi’ah wa inbitsâq fann ‘ulûm al-hadîts mudawwinân). Fase ini bermula pada pertengahan abad IV sampai awal abad VII.
Sejarah Perkembangan Hadits - 2 Kelima, tahap kematangan dan penyempurnaan pembukuan ‘ulûm al-hadîts (dawr al-nadhj wa al-iktimâl fî tadwîn fann [‘ulûm al-hadîts]). Periode ini dimulai abad VII sampai abad X H. Keenam, tahap kebekuan dan kejumudan (‘ashr al-rukûd wa al-jumûd). Periode ini dimulai pada abad X sampai menjelang permulaan abad XIV H. Ketujuh, tahap kebangkitan kedua (dawr al-yaqzhah wa al-tanabbuh fî al-‘ashr al-hadîts). Periode ini dimulai sekitar abad XIV H atau periode modern.
Dalam periode tahap kebangkitan kedua (dawr al-yaqzhah wa al-tanabbuh fî al-‘ashr al-hadîts) atau periode modern, umat Islam bangkit untuk melakukan kajian-kajian yang ekstensif atas eksistensi Sunnah. Hal ini dilakukan berdasarkan sejumlah kekhawatiran, yaitu implikasi persentuhan antara dunia Islam dengan dunia Timur dan Barat,
Ulama-ulama dalam Hadits Dunia Modern Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida’iyah. Beliau mempelajari Al-Qur’an dari ayahnya sampai selesai. Beliau wafat pada hari Jum’at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania.
Allamah Siddiq Al-Ghumari Beliau lahir pada bulan Jamadil Awal 1338 (1920) di Tonjah (Tangiers), Morocco. Beliau memulai pendidikan pada usia lima tahun dengan menghafal Al-Quran melalui bimbingan Syeikh Muhammad Bu Durrah. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1418 (1998) dan disemadikan di Madrasah Siddiqiyyah berhampiran pusaka keluarganya. Syaikh Ahmad Syakir Beliau lahir di Kairo, Mesir pada tanggal 29 Jumadil Akhir 1309 (sekitar akhir abad ke-19), pada hari Jum’at ketika fajar menyingsing. Beliau masih keturunan sahabat Rasulullah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Asy-Syaikh Ahmad Syakir mulai menjadi seorang penuntut ilmu sejak usianya belumlah mencapai sepuluh tahun. Ayah beliaulah yang menjadi guru utama beliau. Beliau belajar berbagai cabang ilmu. Waktu itu usia beliau belumlah sampai 20 tahun, akan tetapi beliau telah bersemangat untuk mempelajari ilmu hadits. Beliau pada hari Sabtu tanggal 26 Dzulqa’dah 1377 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Juni 1958.
Tokoh-tokoh dalam Studi Hadits di Barat G.H.A Juynboll Lahir di Leiden, Belanda pada 1935 adalah seorang pakar di bidang sejarah perkembangan awal hadits selama tiga puluh tahun lebih. Sebagian seorang ilmuan dan peneliti dalam bidang studi Hadits, Juynboll dalam pemikirannya terutama yang terkait dengan studi hadits dan teori common link di elaborasikan dalam tiga bukunya : The Authenticity of the Tradition Literature : Discussion in Modern Egypt, Muslim Tradition : Studies and Cronology, Provenence and Autochip of Early Hadits, dan Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadits.
Harald Motzki Beliau adalah salah seorang Profesor di Institute of Languages and Cultures of the Middle-East, University of Nijmegen, Belanda. Selain itu beliau juga sering melakukan penelitian tentang Islam, terutama hukum Islam. Hal ini terlihat dari karya-karya beliau yang lebih terfokus pada hukum Islam dan kehidupan Muhammad SAW. Khusus untuk pemikiran Schaht dan teori-teori kritik sanadnya, beliau menyusun sebuah penelitian tersendiri untuk membuktikan keotentikan hadis dengan meneliti salah satu karya ulama pada abad kedua Hijriah, yaitu Musannaf Abdul Razaq al Shan’aniy.
Kritik M.M. Azami terhadap Studi Hadits di Barat - 1 Biografi singkat : Syekh Muhammad Mustafa al-A’zami, begitulah nama lengkapnya. Muhammad Mustafa Azami (dalam versi Arab ditulis al-A’zami), itulah nama yang lebih akrab. Pendekar hadits masa kini ini lahir di kota Mano, Azamgarh Uttar Pradesh, India Utara, pada tahun 1932.
Kritik M.M. Azami terhadap Studi Hadits di Barat - 2 PROBLEM OTENTITAS HADIS Di antara orientalis yang pertama kali mempersoalkan masalah otentitas hadis adalah Sprenger. Dalam kesimpulan teorinya, dia berpendapat bahwa kebanyakan hadis nabi adalah palsu. Sementara itu, Ignas Goldzher berpendapat bahwa hadis nabi sesungguhnya merupakan hasil evolusi social historis Islam selama abad kedua hijriyyah. Menurutnya sedikit sekali hadis yang benar-benar asli berasal dari nabi. Bagi M. M Azami, otentisitas hadis itu sampai sekarang tetap dapat dibuktikan secara ilmiah dan historis. Ia telah menunjukkan fatwa bahwa semua masalah mengenai hadis Nabi bertumpu pada masalah sentral tentang status sunnah yang merupakan sumber ajaran kedua setelah setelah al-Qur’an. Kehidupan nabi merupakan model yang harus diikuti oleh kaum muslimin tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Karena alasan ini, maka para sahabat bahkan sejak beliau masih hidup telah mulai menyebarluaskan pengetahuan tentang sunnah dan nabi sendiri juga memerintahkan mereka melakukan hal itu.
Kritik M.M. Azami terhadap Studi Hadits di Barat - 3 Menurut M. M. Azami, untuk memperoleh otentitas hadis, maka seseorang harus melakukan kritik hadis baik itu menyangkut sanad hadis maupun matannya. Adapun rumusan metodologis yang ditawarkan untuk membuktikan keotentikan hadis adalah: Memperbandingkan hadits-hadits dari berbagai murid seorang guru. Memperbandingkan pernyataan-pernyataan dari para ulama dari beberapa waktu yang berbeda. Memperbandingkan pembacaan lisan dengan dokumen tertulis. Memperbandingkan hadis-hadis dengan ayat al-Qur’an yang berkaitan.
Kritik M.M. Azami terhadap Studi Hadits di Barat - 4 PEMAKAIAN SANAD DAN KRITIK AZAMI TERHADAP J. SCHACHT Dalam mengkaji hadis nabi, Schacht lebih banyak menyoroti aspek sanad (transmisi, silsilah keguruan) dari pada aspek matan (materi hadis). Sementara kitab-kitab yang dipakai dalam ajang penelitiannya adalah kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik, kitab al-Muwatta’ karya Imam Muhammad al-Shaibani, serta kitab al-Umm dan al-Risalah karya Imam al-Shafi’i. Menurut M. M Azami, kitab-kitab ini lebih layak disebut kitab-kitab fiqih dari pada kitab hadis. Sebab kedua jenis kitab ini memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, meneliti hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih hasilnya tidak akan tepat. Penelitian hadis haruslah pada kitab-kitab hadis. Schacht menegaskan bahwa Hukum Islam belum eksis pada masa al-Sha’bi (w. 110 H).
Kritik M.M. Azami terhadap Studi Hadits di Barat - 5 COMMON LINK IMAJINASI BELAKA M. M. Azami tidak hanya mempertanyakan interpretasi tentang fenomena common link dan single strand, tetapi juga meragukan validitas teori tersebut. Azami cenderung menyatakan bahwa metode common link dan semua kesimpulan yang dicapai dengannya tidak relevan dan sama sekali tidak berdasar. Terlepas dari sedikit kesalahpahaman Azami atas metode common link, Azami telah memberikan bukti yang cukup berarti ketika ia menelusuri perkembangan isnad berdasarkan naskah Suhayl bin Abu Salih. Hasilnya, hadis-hadis yang terdapat dalam naskah tersebut dapat dibagi atas tiga kategori:
Pertama, hadits-hadits yang diriwayatkan hanya oleh seorang sahabat, yang mana ia memiliki seorang murid, dan murid itu sendiri juga hanya mempunyai seorang murid yang meriwayatkan hadits darinya. Hadits-hadits yang termasuk pada kelompok ini berjumlah 5 hadits (hadits nomor 11, 28, 35, 43, dan 44). Kedua, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu yang hanya mempunyai seorang murid. Akan tetapi, hadits-hadits ini di dukung oleh para sahabat lainnya. Hadits yang tercakup dalam kategori ini berjumlah 11 hadits, yakni hadits nomor 1, 2, 13, 14, 29, 31, 34, 37, 38, 39, dan 42. Ketiga, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu yang memiliki lebih dari seorang murid. Pada saat yang sama, hadits tersebut diriwayatkan oleh para sahabat lain yang menyampaikannya kepada sejumlah muridnya. Menurut Azami, fenomena common link sangat jarang, jika tidak pernah terjadi dalam periwayatan hadis. Metode common link hanyalah imajinasi dari Schacht yang tidak pernah ada dalam kenyataan.
TERIMA KASIH...