Pertanggungjawaban pidana dalam islam Faiq Tobroni, SHI, MH
pengertian Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai bentuk pembebanan pada seseorang akibat perbuatan sesuatu yang dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan dengan kemauan sendiri dan ia tahu akan akibat-akibat dari berbuat atau tidak berbuat.
Hal-hal yang mempengaruhi pertanggungjawaban pidana Menjalankan Ketentuan Syari’at Surat an-Nisa’ 105: sesungguhnya Kami telah turunkan kepadamu Kitab (ini) dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukumdi antara manusia dengan (faham) yang Allah tunjukkan kepadamu, dan janganlah engkau jadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat. Surat an-Nisa’ 58: sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak, dan (Ia perintahkan) apabila kamu menghukum di antara manusia, supaya kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah menasehati kamu dengan sebaik-baik perkara, karena sesungguhnya Allah itu adalah maha mendengar lagi maha melihat.
Hal-hal…. 2. Karena perintah jabatan Syari’at Islam memberi batasan tentang ketaatan terhadap uli al-amri, artinya bagaimana ketaatan seseorang muslim diberikan kepada pemimpinnya secara mutlak dan dalam hal bagaimana ketaatan itu tidak diberikan. “Tidak ada ketaatan kepada seorang makhluk dalam hal-hal yang maksiat kepada Allah”. Perintah taat kepada uli al-amri seperti dalam surat an-Nisa 59 (taatilah Allah, Rasul dan ulul amri kamu sekalian) dijelaskan oleh hadis Nabi bahwa ketaatan itu hanya terbatas pada berbuat yang ada ketentuannya dari al-Quran bukan untuk maksiat.
Hal-hal… 3. Keadaan Terpaksa Paksaan adalah membawa manusia kepada sesuatu perkara yang secara pasti perkara itu tidak dikehendakinya. Menurut ulama Hanafiyah, ada empat syarat untuk dapat dikatakan terpaksa: Ancaman yang menyertai paksaan adalah berat, sehingga dapat menghapuskan kerelaan, seperti membunuh, pukulan berat dan sebagainya. Apa yang diancamkan adalah seketika yang mesti (hampir) terjadi, jika orang yang dipaksa tidak melaksanakan keinginan si pemaksa. Orang yang memaksa mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan ancamannya, meskipun dia bukan penguasa atau petugas tertentu, sebab yang menjadi ukuran ialah kesanggupan nyata.
3. Keadaan terpaksa… d. Pada orang yang menghadapi paksaan timbul dugaan kuat bahwa apa yang diancamkan padanya benar-benar akan terjadi, kalau ia tidak memenuhi tuntutannya. e. Perkara yang diancamkan adalah perbuatan yang dilarang. Hukuman dalam hal paksaan tidak harus bebas sama sekali karena ada tanggungjawab dari orang yang memaksa.
Hal-hal… 4. Pembelaan Diri Riwayat Imam Muslim: Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Anda jika datang seorang laki- laki bermaksud mengambil harta saya?”. Rasulullah berkata, “Janganlah engkau beri dia hartamu”. Laki-laki itu berkata lagi, “Bagaimana pendapat Anda jika ia menyerang saya?”. Rasulullah menjawab, “Seranglah dia”. Laki-laki itu berkata, “Bagaimana seandainya saya yang terbunuh?”. Rasulullah menjawab, “Engkau mati sahid.” Laki-laki itu berkata lagi, “Bagaimana kalau dia kubunuh?”. Jawab Rasulullah, “Dia masuk neraka”. At-Taubah 111: sesungguhnya Allah telah membeli dari mukminin jiwa-jiwa mereka, harta mereka dengan balasan bahwa baginya adalah surga, yaitu hendaklah mereka berperang di jalan Allah lalu mereka membunuh dan terbunuh sebagai suatu perjanjian yang benar tentang itu (yang tersebut) dalam Taurat, Injil dan Al Quran, karena bukannya tidak ada yang menyempurnakan janjinya lebih dari Allah. Lantaran bergembiralah dengan perjanjian kamu yang kamu janjikan kepada-Nya, karena yang demikian adalah kebahagian yang besar.
4. Pembelaan… Berdasarkan argumentasi yang tertera dalam surat at- Taubat ayat 111, maka pembunuhan yang dilakukan karena membela harta, kehormatan, jiwa dan keluarganya dianggap pembunuhan yang dihalalkan. Maka dari segi sanksi, pelaku pembunuhan dikategorikan sebagai pengecualian dalam hukuman. Adapun syarat-syarat pembelaan diri adalah sebagai berikut: Adanya serangan atau tindakan melawan hukum, serangan itu harus perbuatan jarimah dan pelakunya tidak perlu dapat dimintai pertanggunghawaban pidana, demikian pendapat Imam Malik, sedang Abu Hanifah, bahwa pelaku harus dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Penyerangan harus terjadi seketika, sehingga tidak mungkin dihindari kecuali harus dengan membalas. Tidak ada jalan lain dalam pembelaan diri kecuali harus menyerang. Dalam pembelaan digunakan alat seperlunya, tidak berlebih-lebihan.
Hal-hal.. 5. Syubhat Adalah sesuatu yang pada dasarnya tetap tetapi pada hakikatnya tidak tetap. Dalam kaitannya dengan hukum pidana Islam, maka perbuatan itu dianggap secara formil ada tetapi secara materil tidak ada. Dasar dari pada pengecualian hukuman oleh karena adanya syubhat, alah hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adda, bahwa Rasulullah telah berkata: “Hindari hukuman-hukuman had dalam keserupaan (syubhat)”. 6. Unsur Pemaaf Al-Baqarah 178