SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PETERNAKAN DAN VETERINER Efek Pencairan Kembali Terhadap pH, Susut Masak, dan Warna Daging Sapi Bali yang Dibekukan Harapin Hafid Astriana Napirah, Lisa Meliana FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
Daging sapi bali digemari dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. PENDAHULUAN Sapi Bali banyak dijumpai di Sulawesi Tenggara dan telah dikenal luas oleh masyarakat. Daging sapi bali digemari dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Agar tahan lama, daging biasanya disimpan dalam bentuk beku (dibekukan).
Sebelum diolah, daging beku perlu disegarkan kembali. PENDAHULUAN Penyegaran kembali (thawing) dapat dilakukan dengen beberapa cara, tetapi perlu diketahui metode thawing yang baik dan dapat mempertahankan kualitas daging. . Sebelum diolah, daging beku perlu disegarkan kembali.
MATERI DAN METODE Thawing pada suhu kamar (28-300C) (T1) selama 3 jam Thawing dengan direndam air biasa (T2) selama 3 jam Daging sapi bagian longisimus dorsi dibersihkan dari lemak, kemudian dibekukan di dalam freezer selama 24 jam Setelah beku, daging kemudian disegarkan kembali menggunakan 3 metode berbeda Thawing dengan direndam air hangat (600C) (T3) selama 3 jam
PARAMETER PENGAMATAN pH Diukur menggunakan pH meter (Soeparno, 2011) Susut masak Warna daging Diukur menggunakan skor warna daging (SNI 3932: 2008)
RANCANGAN PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan Analisis Data Analisis sidik ragam digunakan dalam penelitian ini. Jika perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil menurut petunjuk Gasperz (1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode penyegaran yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap pH daging sapi. Daging beku yang disegarkan dengan metode berbeda mempunyai pH relatif sama. Belum ada pengaruh lingkungan luar, terutama cemaran bakteri terhadap daging beku yang dicairkan. Buckle et al. (2009) menyatakan bahwa bila daging sapi memiliki pH pada kisaran 6,2 – 7,2 maka lebih rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Feiner (2006) menyebutkan bahwa secara umum, pH daging dan produk olahannya berkisar 4,6 – 6,4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode penyegaran yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi. Meskipun demikian, kisaran susut masak daging 25,80 – 48,30% tergolong tinggi yang mengindikasikan bahwa ada kerusakan struktur jaringan daging yang telah dibekukan. Daging yang telah dibekukan tidak dapat mempertahankan air yang terikat dengan protein maupun air tidak bergerak dalam daging sehingga keluar bersama air bebas pada permukaan daging.
HASIL DAN PEMBAHASAN Warna daging dipengaruhi (P<0,05) oleh metode penyegaran kembali yang digunakan. Warna daging paling baik (merah cerah) diperoleh pada penyegaran dengan suhu kamar. Warna daging dipengaruhi oleh pigmen mioglobin pada daging (Lawrie et al., 2003). Jeong et al. (2009) dalam Kuntoro et al. (2013) menjelaskan bahwa ketika daging terekspos pada udara terbuka (O2) akan terjadi reaksi antara mioglobin dengan oksigen sehingga menghasilkan warne merah cerah pada daging. Tetapi bila terekspos terlalu lama, maka warna daging akan berwarna cokelat.
KESIMPULAN Metode penyegaran yang berbeda mempengaruhi warna daging sapi bali beku, tetapi tidak mempengaruhi pH dan susut masak daging. Warna daging paling cerah diperoleh pada perlakuan penyegaran kembali pada suhu kamar (28-300C). Referensi Buckle KA, Edwards, Fleet, Wootton. 2009. Ilmu Pangan. Terjemahan Purnomo H dan Adiono.Jakarta (Indonesia): UI Press. Feiner G. 2006. Meat Products Handbook, Practical Science and Technology. UK: Woodhead Publishing Ltd. Cambridge. Kuntoro B, Maheswari, dan Nuraini H. 2013. Mutu fisik dan mikrobiologi daging sapi asal rumah potong hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 10(1): 1 – 8. Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging.Terjemahan Parakasi A. Jakarta (Indonesia): Universitas Indonesia Press. Soeparno, 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah Mada University Press.
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PETERNAKAN DAN VETERINER