Perihal Upaya-upaya Hukum
Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. Dalam Hukum Acara Perdata dikenal dua macam upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah perlawanan terhadap putusan prestek, banding, dan kasasi. Pada azasnya, upaya hukum ini menangguhkan eksekusi. Pengecualinnya adalah, apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad ex. Pasal 180 (1) H.I.R .), maka meskipun diajukan upaya biasa, namun eksekusi akan berjalan terus.
Berbeda dengan hukum biasa, mengenai upaya hukum luar biasa pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi. Yang termasuk upaya hukum luar biasa adalah perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial dan peninjauan kembali. jadi, meskipun diajukan perlawanan pihak ketiga terhadap eksekutorial atau dajukan permohonan peninjauan kembali, maka eksekusi berjalan terus. Di samping perlawanan pihak ketiga terhadap eksekutorial, juga dikenal perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, baik yang berupa sita conservatoir atau sita revindicatoir buka merupakan upaya hukum luar biasa.
Apabila ada banyak penggugat mereka kesemuannya disebut para terlawan penyita atau terlawan penyita I, II, dan seterusnya. Demikian pula apabila ada banyak tergugat, misalnya sebidang sawah disita dari tergugat I, dan disamping itu sebidang kalam dari tergugat II, maka mereka dalam perkara perlawanan disebut terlawan sita I dan terlawan tersita II. Sedang bagi turut tergugat apabila ada disebut relawan. Justru, oleh karena barangnya tidak disita, maka ia/turut tergugat tidak bisa disebut terlawan tersita.
Perkara yang diajukan oleh pihak ketiga tersebut di atas disebut perlawanan pihak ketiga atau bantahan pihak ketiga, dalam bahasa Belanda “Derden verzet” atau verzet door derden”. Sudah dikemukakan di atas, bahwa yang harus dibuktikan oleh pelawan dalam perkara perlawanan tersebut adaah, bahwa pihak ketiga ini benar-benar pemilik dari barang yang disita itu. Sehubungan dengan hal di atas dikemukakan, bahwa semua barang yang diperoleh dalam perkawinan siapapun yang membelinya, adalah harta gono-gini. Juga misalnya apabila sang suami hanya pandai main jadi judi saja, sedang sang isteri yang dengan jerih-payah mencari nafkah atau uang, harta yang telah diperoleh isterinya tersebut merupakan harta gono-gini keluarga.
Perlawanan pihak ketiga yang menganggap dirinya sebagai pemilik atas dasar perjanjian utang-piutang dengan klausula pemilikan sebagaimana yang diuraikan di atas yang mana masih belum diikuti dengan serah terima atau ijab-qabul jual-beli, oleh karena pihak ketiga tersebut belum/bukan merupakan pemilik dan hal itu tidak akan dibenarkan oleh Pengadilan. Dengan demikian, maka pihak ketiga tersebut akan dinyatakan sebagai pahlawan yang tidak benar.
Thank’s