UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 Tentang Perubahan ketiga Atas UU No. 8 TH 1983 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI & PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PPN ADALAH PAJAK ATAS KONSUMSI BARANG ATAU JASA PENGERTIAN UMUM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PPN ADALAH PAJAK ATAS KONSUMSI BARANG ATAU JASA DI DALAM DAERAH PABEAN OLEH - ORANG PRIBADI; ATAU OLEH - BADAN;
CIRI KHAS PPN FAKTUR PAJAK MERUPAKAN BUKTI PUNGUTAN PPN PENGENAAN PPN DILAKSANAKAN BERDASARKAN SISTEM FAKTUR SETIAP TERJADINYA PENYERAHAN BKP / JKP, WAJIB DIBUATKAN FAKTUR PAJAK FAKTUR PAJAK MERUPAKAN BUKTI PUNGUTAN PPN FAKTUR PAJAK BAGI PENJUAL MERUPAKAN BUKTI PAJAK KELUARAN FAKTUR PAJAK BAGI PEMBELI MERUPAKAN BUKTI PAJAK MASUKAN
DAERAH PABEAN D A N Ps. 1 angka 1 WILAYAH RI YANG DI DALAMNYA BERLAKU UU YG MENGATUR TENTANG KE PABEANAN MELIPUTI WILAYAH DARAT D A N RUANG UDARA DI ATASNYA PERAIRAN TEMPAT-TEMPAT TERTENTU DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF LANDAS KONTINEN
B A R A N G BARANG ADALAH BARANG BERWUJUD BARANG TIDAK BERWUJUD BARANG Ps. 1 angka 2 BARANG ADALAH BARANG BERWUJUD BARANG TIDAK BERWUJUD BARANG BERGERAK CONTOH : HAK ATAS MEREK DAGANG HAK PATEN HAK CIPTA BARANG TIDAK BERGERAK
BARANG BARANG KENA PAJAK (BKP) YANG DIKENAI PAJAK BERDASARKAN UU PPN Ps. 1 angka 3 ADALAH BARANG YANG DIKENAI PAJAK BERDASARKAN UU PPN
J A S A SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN Ps. 1 angka 5 SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN SUATU PERIKATAN/PERBUATAN HUKUM YANG MENYEBABKAN - SUATU BARANG; - FASILITAS; - KEMUDAHAN; - HAK TERSEDIA UNTUK DIPAKAI TERMASUK JASA YG DILAKUKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG KARENA PESANAN ATAU PERMINTAAN DGN BAHAN & ATAS PETUNJUK DARI PEMESAN
JASA KENA PAJAK (JKP) YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN Ps. 1 angka 6 YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN
JASA KENA PAJAK SETIAP KEGIATAN PEMBERIAN JASA KENA PAJAK PENYERAHAN Ps. 1 angka 7 SETIAP KEGIATAN PEMBERIAN JASA KENA PAJAK
PEMANFAATAN JKP DAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN Ps. 1 angka 8 & 10 ADALAH : SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN Ps. 1 angka 8 SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN KARENA SUATU PERJANJIAN DI DALAM DAERAH PABEAN Ps. 1 angka 10
IMPOR, EKSPOR DAN PERDAGANGAN Ps. 1 angka 9, 11, 12 ADALAH SETIAP KEGIATAN MEMASUKKAN BARANG DARI LUAR DAERAH PABEAN KE DLM DAERAH PABEAN IMPOR ( Ps. 1 angka 9 ) ADALAH SETIAP KEGIATAN MENGELUARKAN BARANG DARI DLM DAERAH PABEAN KE LUAR DAERAH PABEAN EKSPOR ( Ps. 1 angka 11) ADALAH KEGIATAN USAHA MEMBELI & MENJUAL BRG, TERMASUK KEGIATAN TUKAR MENUKAR BRG TANPA MENGUBAH BENTUK ATAU SIFATNYA PERDAGANGAN ( Ps. 1 angka 12)
B A D A N SEKUMPULAN ORANG DAN ATAU MODAL YANG MERUPAKAN KESATUAN Ps. 1 angka 13 SEKUMPULAN ORANG DAN ATAU MODAL YANG MERUPAKAN KESATUAN BAIK YANG MELAKUKAN USAHA MAUPUN YANG TIDAK MELAKUKAN USAHA MELIPUTI : PERSEROAN TERBATAS; PERSEROAN KOMANDITER; PERSEROAN LAINNYA; BUMN/BUMD; FIRMA, KONGSI; KOPERASI; DANA PENSIUN; PERSEKUTUAN; PERKUMPULAN; YAYASAN; ORGANISASI MASSA; ORG. SOSPOL ATAU ORG LAINNYA; LEMBAGA DAN BENTUK BADAN LAINNYA TERMASUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DAN BUT.
DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA PENGUSAHA Ps. 1 angka 14 ORANG PRIBADI BADAN DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA - MENGHASILKAN BARANG; - MENGIMPOR BARANG; - MENGEKSPOR BARANG; - MELAKUKAN USAHA PERDAGANGAN; - MELAKUKAN USAHA JASA, TERMASUK MENGEXPOR JASA; - MEMANFAATKAN BARANG TIDAK BERWUJUD / JASA DARI LUAR DAERAH PABEAN.
YANG MELAKUKAN PENYERAHAN BKP/JKP PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) Ps. 1 angka 15 PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PENYERAHAN BKP/JKP YANG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN UU PPN
MENGHASILKAN A. KEGIATAN MENGOLAH MELALUI PROSES MENGUBAH BENTUK Ps. 1 angka 16 A. KEGIATAN MENGOLAH MELALUI PROSES MENGUBAH BENTUK ATAU SIFAT SUATU BARANG DARI BENTUK ASLINYA MENJADI BARANG BARU MEMPUNYAI DAYA GUNA BARU B. KEGIATAN MENGOLAH SUMBER DAYA ALAM, ATAU C. MENYURUH ORANG PRIBADI ATAU BADAN LAIN MELAKUKAN KEGIATAN Tsb PADA HURUF A DAN B DI ATAS
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) Ps. 1 angka 17 HARGA JUAL PENGGANTIAN YANG DIPAKAI SEBAGAI DASAR UNTUK MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG NILAI IMPOR NILAI EKSPOR NILAI LAIN
HARGA JUAL NILAI BERUPA UANG SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA Ps. 1 angka 18 NILAI BERUPA UANG TERMASUK SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL KARENA PENYERAHAN BKP TIDAK TERMASUK PPN YG DIPUNGUT MENURUT UU PPN & POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN DLM FAKTUR PAJAK
PENGGANTIAN NILAI BERUPA UANG SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA Ps. 1 angka 19 NILAI BERUPA UANG TERMASUK SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PEMBERI JASA KARENA PENYERAHAN JKP TIDAK TERMASUK PPN YG DIPUNGUT MENURUT UU PPN & POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN DLM FAKTUR PAJAK
PENGGANTIAN ADALAH NILAI BERUPA UANG, TERMASUK SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENGUSAHA KARENA: PENYERAHAN JKP, EKSPOR JKP ATAU EKSPOR BKP TIDAK BERWUJUD, TETAPI TIDAK TERMASUK PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU INI DAN POTONGAN HARGA YANG DICANTUMKAN DALAM FAKTUR PAJAK, ATAU NILAI BERUPA UANG YANG DIBAYAR ATAU SEHARUSNYA DIBAYAR OLEH PENERIMA JASA KARENA PEMANFAATAN JKP DAN/ATAU OLEH PENERIMA MANFAAT BKP TIDAK BERWUJUD KARENA PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN.
NILAI IMPOR NILAI BERUPA UANG YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGAN Ps. 1 angka 20 NILAI BERUPA UANG YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGAN BEA MASUK DITAMBAH PUNGUTAN LAINNYA YG DIKENAKAN PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN DLM PERUNDANG-UNDANGAN KEPABEANAN DAN CUKAI UNTUK IMPOR BKP TIDAK TERMASUK PAJAK YG DIPUNGUT MENURUT UU PPN
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK (PER.MEN.KEU. NO.38 Th 2013) PASAL (2) Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sbb: a) untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; b) untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; c) untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata; d) untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK (PER.MEN.KEU. NO.38 Th 2013) e) untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran; f) untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar; g) untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/ atau penyerahan BKP ntar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; h) untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK (PER.MEN.KEU. NO.38 Th 2013) i) untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang; j) untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; k) untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK (PER.MEN.KEU. NO.38 Th 2013) l) untuk penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan adalah 20% (dua puluh persen) dari harga jual emas perhiasan atau nilai penggantian; m) untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK (PER.MEN.KEU. NO.38 Th 2013) Pasal 2A (1) Penetapan Nilai Lain untuk penyerahan film cerita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d tidak termasuk penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor. (2) Penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Per Men Keuangan yang mengatur mengenai Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor, serta DPP PPh Pasal 22 atas kegiatan impor film cerita.
YANG MENERIMA ATAU SEHARUSNYA MENERIMA PENYERAHAN BKP/JKP PEMBELI DAN PENERIMA JASA Ps. 1 angka 21 & 22 ORANG PRIBADI BADAN YANG MENERIMA ATAU SEHARUSNYA MENERIMA PENYERAHAN BKP/JKP & YANG MEMBAYAR ATAU SEHARUSNYA MEMBAYAR HARGA BKP ATAU PENGGANTIAN ATAS JKP TSB.
BUKTI PUNGUTAN PAJAK YG FAKTUR PAJAK Ps. 1 angka 23 BUKTI PUNGUTAN PAJAK YG DIBUAT OLEH : PKP DJBC KARENA KARENA PENYERAHAN BKP/JKP IMPOR BKP
PPN YG SEHARUSNYA SUDAH PAJAK MASUKAN Ps. 1 angka 24 PPN YG SEHARUSNYA SUDAH DIBAYAR OLEH PKP KARENA PEROLEHAN BKP PENERIMAAN JKP D A R I PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD LUAR DAERAH PABEAN PEMANFAATAN JKP IMPOR BKP
PAJAK KELUARAN PPN YANG TERUTANG YANG WAJIB DIPUNGUT OLEH PKP KARENA Ps. 1 angka 25 PPN YANG TERUTANG YANG WAJIB DIPUNGUT OLEH PKP KARENA PENYERAHAN BKP / JKP, ATAU KARENA EKSPOR BKP BERWUJUD/ BKP TDK BERWUJUD/ATAU EKSPOR JKP
SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA NILAI EKSPOR Ps. 1 angka 26 NILAI BERUPA UANG TERMASUK SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU SEHARUSNYA DIMINTA OLEH EKSPORTIR
YANG DITUNJUK OLEH MENTERI KEUANGAN PEMUNGUT PPN Ps. 1 angka 27 - BENDAHARAWAN PEMERINTAH; - BADAN; - INSTANSI PEMERINTAH. YANG DITUNJUK OLEH MENTERI KEUANGAN UNTUK MEMUNGUT PAJAK YG TERUTANG OLEH PKP ATAS PENYERAHAN BKP/ JKP KEPADA PEMUNGUT PPN TSB MENYETOR MELAPORKAN
EKSPOR BKP TDK BERWUJUD & EKSPOR JKP (Psl 1- 28 & 29) Ekspor BKP Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan penyerahan BKP Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean. Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean.
TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BKP Ps. 1 A ayat (1) ADALAH : PENYERAHAN HAK ATAS BKP KARENA SUATU PERJANJIAN, MIS : JUAL BELI, TUKAR MENUKAR, JUAL BELI DENGAN ANGSURAN PENGALIHAN BKP OLEH KARENA SUATU PERJANJIAN SEWA BELI, ATAU PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) PENYERAHAN BKP KEPADA PEDAGANG PERANTARA (KOMISIONER), ATAU MELALUI JURU LELANG PEMAKAIAN SENDIRI & PEMBERIAN CUMA-CUMA ATAS BKP, SEPERTI PEMBERIAN CONTOH BARANG UNTUK PROMOSI KEPADA RELASI ATAU PEMBELI PERSEDIAAN BKP & AKTIVA YG MENURUT TUJUAN SEMULA TIDAK UNTUK DIPERJUAL BELIKAN YG MASIH TERSISA PADA SAAT PEMBUBARAN PERUSAHAAN, PENYERAHAN BKP DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA & PENYERAHAN BKP ANTAR CABANG PENYERAHAN BKP SECARA KONSINYASI
TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BKP (Ps. 1 A ayat (1)) h. penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
Pasal 1 huruf h Contoh Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari PK P A atas pesanan Nasabah Bank Syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip Syariah, Bank Syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan UU ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh P KP A kepada Tuan B.
TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BKP Ps.1 A ayat (2) ADALAH : PENYERAHAN BKP KEPADA MAKELAR SEBAGAIMANA DIMAKSUD DLM KUHD (PEDAGANG PERANTARA YANG DIANGKAT OLEH PRESIDEN ATAU OLEH PEJABAT YANG BERWENANG, UNTUK MENYELENGGARAKAN PERUSAHAAN ATAU MELAKUKAN PEKERJAAN DENGAN MENDAPAT UPAH ATAU PROVISI ATAS AMANAT DAN ATAS NAMA ORANG LAIN YANG DENGAN MEREKA TIDAK TERDAPAT HUBUNGAN KERJA) PENYERAHAN BKP UNTUK JAMINAN UTANG PIUTANG PENYERAHAN BKP DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA & PENYERAHAN ANTAR CABANG, DALAM HAL PKP TELAH MEMPEROLEH IJIN PEMUSATAN TEMPAT PAJAK TERUTANG DARI DIR JEN PAJAK
TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BKP Ps.1 A ayat (2) d. pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP; dan e. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
HUBUNGAN ISTIMEWA HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN Ps. 2 ayat (1) DALAM HAL HARGA JUAL/PENGGANTIAN LEBIH RENDAH DARI HARGA PASAR WAJAR KARENA PENGARUH HUBUNGAN ISTIMEWA MAKA HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN SEBAGAI DPP DIHITUNG ATAS DASAR HARGA PASAR WAJAR PADA SAAT PENYERAHAN BKP/JKP DILAKUKAN
HUBUNGAN ISTIMEWA DIANGGAP ADA DALAM HAL Ps. 2 ayat (2) HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN YANG MENJADI DASAR PENGENAAN PAJAK DITEKAN LEBIH RENDAH DARI HARGA PASAR WAJAR YANG DISEBABKAN OLEH : FAKTOR KEPEMILIKAN ATAU PENYERTAAN LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG SEBESAR 25% ATAU LEBIH PADA PENGUSAHA LAINNYA, ATAU HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHA DENGAN PENYERTAAN 25% ATAU LEBIH FAKTOR PENGUASAAN MELALUI MANAJEMEN ATAU PENGGUNAAN TEKNOLOGI 3. FAKTOR HUBUNGAN KELUARGA, SEDARAH DAN SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS SATU DERAJAT DAN KESAMPING SATU DERAJAT
CONTOH FAKTOR KEPEMILIKAN / PENYERTAAN (DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA) PENYERTAAN LANGSUNG (PL) PT D PT A P T L > 25 % P T L P T L P L > 50 % PT B P L > 50 % PT C PTL = PENYERTAAN TIDAK LANGSUNG
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA) CONTOH FAKTOR PENGUASAAN MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI (DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA) APABILA LEBIH DARI SATU ATAU BEBERAPA PERUSAHAAN BERADA DI BAWAH PENGUASAAN PENGUSAHA YANG SAMA DALAM BIDANG MANAGEMEN DAN TEKNOLOGI, MAKA DIANGGAP ADA HUBUNGAN ISTIMEWA CONTOH : - PT. A SELAKU PERUSAHAAN REAL ESTAT MENEMPATKAN TENAGA AHLI PEMASARANNYA PADA PT. B YANG JUGA PERUSAHAAN REAL ESTAT. - ANTARA PT. A DENGAN PT. B DIANGGAP TELAH TERJADI HUBUNGAN ISTIMEWA
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA) CONTOH FAKTOR HUBUNGAN KELUARGA (DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA) SEDARAH SEMENDA AYAH + IBU MERTUA PKP 10 KE ATAS 10 KE ATAS 10 KE SAM PING 10 KE SAM PING SAUDARA KANDUNG PKP + ISTRI IPAR PKP 10 KE BAWAH 10 KE BAWAH ANAK KANDUNG ANAK TIRI PKP SEDARAH SEMENDA
PENGUSAHA YANG MELAKUKAN : PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK; KEWAJIBAN PENGUSAHA MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP Ps. 3 A ayat (1) dan (2) PENGUSAHA YANG MELAKUKAN : PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK; PENYERAHAN JASA KENA PAJAK, DAN EKSPOR BARANG KENA PAJAK TERMASUK PENGUSAHA KECIL YG MEMILIH UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP WAJ IB MEMUNGUT PPN / PPn BM YANG TERUTANG MENYETORKAN PPN / PPn BM YANG MASIH HARUS DIBAYAR MELAPORKAN PENGHITUNGAN PAJAK
PER MEN KEU. R I NOMOR 68/PMK.03/2010 TTG BATASAN PENG. KECIL PPN Pasal 1 (1)Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (2)Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. (3)Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tahun kalender.
KEWAJIBAN PENGUSAHA MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP (1a) Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. (2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN : KEWAJIBAN ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN BKP TIDAK BERWUJUD DAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN Ps. 3A ayat (3) ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN : - BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN; - JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERH PABEAN WAJ IB MEMUNGUT PPN YG TERUTANG MENYETOR, DAN MELAPORKAN PENGHITUNGAN & TATA CARANYA DIATUR DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
OBJEK PAJAK PPN DIKENAKAN ATAS Ps. 4 PPN DIKENAKAN ATAS PENYERAHAN BKP ATAU JKP DI DALAM DAERAH PABEAN OLEH PENGUSAHA; (BAIK PENGUSAHA YANG TELAH DIKUKUHKAN MENJADI PKP, MAUPUN PENGUSAHA YANG SEHARUSNYA DIKUKUHKAN MENJADI PKP TETAPI BELUM DIKUKUHKAN) IMPOR BKP; PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD ATAU JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN; EKSPOR BKP OLEH PKP.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIKENAKAN ATAS: (Pasal 4 Ayat 1) penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; impor BKP; Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; ekspor BKP Berwujud oleh PKP; ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; atau ekspor JKP oleh PKP.
Pasal 4 (2) Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
PPN DIKENAKAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN JASA SYARAT SUATU PENYERAHAN UNTUK DAPAT DIKENAKAN PPN Penjelasan Ps. 4 huruf a dan c. PPN DIKENAKAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN JASA APABILA BARANG BERWUJUD DAN JASA YG DISERAHKAN ADALAH BKP ATAU JKP; BARANG TIDAK BERWUJUD YANG DISERAHKAN ADALAH BKP TIDAK BERWUJUD; PENYERAHAN DILAKUKAN DI DALAM DAERAH PABEAN; PENYERAHAN DILAKUKAN DALAM RANGKA KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN PENGUSAHA
JENIS BARANG YANG TIDAK DIKENAKAN PPN Ps. 4 A Ayat (2) JENIS BARANG YANG TIDAK DIKENAKAN PPN DIDASARKAN ATAS KELOMPOK BARANG SBB : BARANG HASIL PERTAMBANGAN ATAU HASIL PENGEBORAN YANG DIAMBIL LANGSUNG DARI SUMBERNYA SEPERTI MINYAK MENTAH, GAS BUMI, PASIR DAN KERIKIL, BIJI BESI/TIMAH/EMAS BARANG-BARANG KEBUTUHAN POKOK YANG SANGAT DIBUTUHKAN OLEH RAKYAT BANYAK, SEPERTI BERAS & GABAH, JAGUNG, SAGU, KEDELAI, GARAM BAIK YG BERYODIUM MAUPUN YG TIDAK BERYODIUM MAKANAN DAN MINUMAN YG DISAJIKAN DI HOTEL, RUMAH MAKAN, WARUNG DAN SEJENISNYA, MELIPUTI MAKANAN-MINUMAN YG TERMASUK UANG, EMAS BATANGAN, DAN SURAT-SURAT BERHARGA
Pasal 4A Ayat (2) Huruf a Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi: a. minyak mentah (crude oil); b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; c. panas bumi; d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
Pasal 4A Ayat 2 Huruf b Barang Kebutuhan Pokok yang sangat dibutuhkan oleh Rakyat Banyak Meliputi: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; g. daging, yaitu daging segar yang diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
Pasal 4A Ayat 2 Huruf b susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah- buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Pasal 4A AYAT (1)Dihapus. Ayat (2) Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sbb: barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan uang, emas batangan, dan surat berharga.
jasa pelayanan kesehatan medis; jasa pelayanan sosial; JENIS JASA YANG TIDAK DIKENAI PPN ADALAH JASA TERTENTU DALAM KELOMPOK JASA SBB: Pasal 4A Ayat (3) jasa pelayanan kesehatan medis; jasa pelayanan sosial; jasa pengiriman surat dengan perangko; jasa keuangan; jasa asuransi; jasa keagamaan; jasa pendidikan; jasa kesenian dan hiburan; jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
Pasal 4A Ayat (3) lanjutan 10.jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; jasa tenaga kerja; jasa perhotelan; jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; Jasa penyediaan tempat parkir; Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan Jasa boga atau catering
PENGENAAN PPn BM (Pasal 5) (1)Disamping pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dikenai juga PPn BM terhadap: a. Penyerahan BKP yg tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan b. Impor BKP yang tergolong mewah. (2) PPn BM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah.
ATAU PEKERJAAN PENGUSAHA OBYEK PPn BM Ps. 5 ayat (1), (2) Ps. 5 (1) PPn BM DIKENAKAN ATAS PENYERAHAN BKP YANG TERGOLONG MEWAH IMPOR BKP YANG TERGOLONG MEWAH OLEH PENGUSAHA YANG MENGHASILKAN BKP YANG TERGOLONG MEWAH DALAM DAERAH PABEAN DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN PENGUSAHA PPn BM DIKENAKAN HANYA SATU KALI PADA WAKTU PENYERAHAN BKP YANG TRGOLONG MEWAH OLEH PKP YANG MENGHASILKAN BARANG MEWAH ATAU PADA WAKTU IMPOR Ps. 5 (2)
DASAR PERTIMBANGAN PENGENAAN PPn BM Penjelasan Ps. 5 (1) ATAS PENYERAHAN BKP YANG TERGOLONG MEWAH OLEH PRODUSEN ATAU ATAS IMPOR BKP YANG TERGOLONG MEWAH, DI SAMPING DIKENAKAN PPN, JUGA DIKENAKAN PPn BM DENGAN PERTIMBANGAN PERLU KESEIMBANGAN PEMBEBANAN PAJAK ANTARA KONSUMEN YANG BERPENGHASILAN RENDAH DENGAN KONSUMEN YANG BERPENGHASILAN TINGGI PERLU ADANYA PENGENDALIAN POLA KONSUMSI ATAS BKP YANG TERGOLONG MEWAH PERLU ADANYA PERLINDUNGAN TERHADAP PRODUSEN KECIL ATAU TRADISIONAL PERLU UNTUK MENGAMANKAN PENERIMAAN NEGARA
TERMASUK PENGERTIAN MENGHASILKAN Penjelasan Ps. 5 (1) ADALAH KEGIATAN MERAKIT = MENGGABUNGKAN BAGIAN-BAGIAN LEPAS DARI SUATU BARANG MENJADI BARANG SETENGAH JADI ATAU BARANG JADI, SEPERTI MERAKIT MOBIL, BRG ELEKTRONIK, PERABOT RUMAH TANGGA, DSB. MEMASAK = MENGOLAH BARANG DENGAN CARA MEMANASKAN BAIK DICAMPUR BAHAN LAIN ATAU TIDAK MENCAMPUR = MEMPERSATUKAN DUA ATAU LEBIH UNSUR (ZAT) UNTUK MENGHASILKAN SATU ATAU LEBIH BARANG LAIN MENGEMAS = MENEMPATKAN SUATU BARANG KE DALAM SUATU BENDA YANG MELINDUNGINYA DARI KERUSAKAN DAN ATAU UNTUK MENINGKATKAN PEMASARANNYA MEMBOTOLKAN = MEMASUKKAN MINUMAN ATAU BENDA CAIR KE DALAM BOTOL YANG DITUTUP MENURUT CARA TERTENTU
PENYERAHAN BKP YANG DIKEMBALIKAN (RETUR PENJUALAN) Ps. 5A A T S PPN DAN PPn BM PENYERAHAN BKP YANG DIKEMBALIKAN DPTDIKURANGKAN PK DAN PPn BM TERUTANG OLEH PKP PENJUAL PM DARI PKP PEMBELI DG CATATAN PM TSB TELAH DIKREDITKAN PADA MASA PAJAK TERJADINYA PENGEMBALIAN BKP TSB BIAYA ATAU HARTA BAGI PKP PEMBELI DLM HAL PAJAK ATAS BKP YG DIKEMBALIKAN TELAH DIBEBANKAN SBG BIAYA ATAU TELAH DIKAPITALISASI
PASAL 5A Ayat (2) & (3) (2)PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari PPN yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pembatalan tersebut. (3)Ketentuan mengenai tata cara pengurangan PPN atau PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengurangan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
TARIF PPN & PPn BM TARIF PPN TARIF PPn BM Ps. 7 & Ps. 8 10 % DENGAN PP TARIF PPN DAPAT DIUBAH atas EKSPOR: BKP, BKP Tdk Berwujud,& JKP 0 % SERENDAH-2 NYA 5 % SETINGGI-2 NYA 15 % PALING RENDAH 10% TARIF PPn BM (Ps. 8) PALING TINGGI 200 % ATAS EKSPOR BKP YG TERGOLONG MEWAH 0%
KELOMPOK & JENIS BKP YANG TERGOLONG MEWAH YANG DIKENAKAN PPn BM Ps. 8 ayat 3 dan 4 DENGAN PERATURAN PEMERINTAH DITETAPKAN KELOMPOK BKP YG TERGOLONG MEWAH YANG DIKENAKAN PPn BM JENIS BARANG YANG DIKENAKAN PPn BM ATAS BKP YANG TERGOLONG MEWAH DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
Pasal 8A (1) PPN yang terutang dihitung dengan cara : Tarif (Pasal 7) x DPP yang meliputi: a. Harga Jual, b. Penggantian, c. Nilai Impor, d. Nilai Ekspor, atau e. nilai lain. (2) Ketentuan mengenai nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 9 (Ayat 1) dihapus
MEKANISME PEMUNGUTAN PPN PPN merupakan pajak atas konsumsi (consumption tax) yang dikenakan kepada setiap tingkat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) multistage levy . Mekanisme pengenaan PPN berdasarkan UU PPN adalah sbb: 1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP ybs, dengan membuat Faktur Pajak. 2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran (Out Put Tax) bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (hutang pajak).
MEKANISME PEMUNGUTAN PPN 3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tsb merupakan Pajak Masukan (Input Tax), yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar dimuka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya. 4. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran (PK) lebih besar dari pada Pajak Masukan (PM), selisihnya harus disetor ke Kas Negara selambat- lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Dan sebaliknya, apabila jumlah PM lebih besar dari pada PK selisih tersebut dapat diminta kembali (restitusi) atau di kompensasi ke masa pajak berikutnya.
MEKANISME PEMUNGUTAN PPN 5. PKP wajib menyampaikan Laporan Perhitungan PPN setiap bulan (SPT Masa PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
CONTOH PENGHITUNGAN PPN Dalam bulan Juni 2016 penyerahan BKP yang dilakukan PT ABC adalah Rp100.000.000,00 PPN yang dipungut sebesar 10% = Rp10.000.000,00 Pembelian BKP/JKP yang dilakukan PT ABC adalah Rp.80.000.000,00 dan membayar PPN 10% = Rp.8.000.000 Penghitungan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PT ABC untuk Masa Pajak Juni 2016 adalah: PK =Rp10.000.000,00 PM = Rp.8.000.000,00 PPN Kurang dibayar Rp.2.000.000,00 jumlah PPN yang kurang dibayar sebesar Rp.2.000.000,00 tsb harus disetor ke kas negara melalui Bank Persepsi paling lambat sebelum SPT Masa PPN disampaikan Dan penghitungan tersebut dituangkan dalam SPT Masa PPN yang harus disampaikan ke KPP paling lambat akhir bulan berikutnya sesudah berakhirnya masa Pajak
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN UNTUK MASA PAJAK YG SAMA Ps. 9 ayat (2), (2a), (2b), (3), (4) PM DIKREDITKAN DG PK UNTUK MASA PAJAK YG SAMA Ps. 9 (2) PK > PM PK < PM SELISIH DIBAYAR OLEH PKP Ps. 9 (3) SELISIH DAPAT DIMINTA KEMBALI ATAU DIKOMPENSASI KE MASA PAJAK BERIKUTNYA Ps. 9 (4) DALAM HAL BELUM ADA PK DALAM SUATU MASA PAJAK, PAJAK MASUKAN TETAP DAPAT DIKREDITKAN Ps. 9 ayat (2a) PM yg dikreditkan hrs menggunakan FP yg memenuhi Persyaratan yg dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (5) dan Ayat (9) Ps. 9 ayat (2a)
Pasal 9 Ayat (4a) & (4b) (4a)Atas kelebihan PM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. (4b)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) & ayat (4a), atas kelebihan PM dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh: PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud; PKP yang melakukan penyerahanBKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN; PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN nya tidak dipungut; PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud; PKP yang melakukan ekspor JKP dan/ atau PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
Pasal 9 Ayat 4c & 4d (4c)Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e, yang mempunyai kriteria sebagai PKP berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP dan perubahannya. (4d)Ketentuan mengenai PKP berisiko rendah yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) diatur dengan Per. Menteri Keuangan.
Pasal 9 Ayat 4e & 4f (4e) Dir.Jen. Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadapPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) dan menerbitkan skp setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. (4f)Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4e), Dir.Jen. Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP dan Perubahannya.
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN DLM SUATU MASA PAJAK DALAM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK Ps. 9 ayat (5), (6) DLM HAL PENYERAHAN TERUTANG PAJAK TIDAK TERUTANG PAJAK PM = TIDAK DPT DIKREDITKAN PM DAPAT DIKETAHUI DG PASTI DARI PEMBUKUAN PM TIDAK DAPAT DIKETAHUI DENGAN PASTI PM YG TERKAIT DG PENYERAHAN YANG TERUTANG PPN DAPAT DIKREDITKAN PM YG DAPAT DIKREDITKAN DIHITUNG DG PEDOMAN YG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN
CONTOH PENGKREDITAN PM DLM SUATU MASA PAJAK DLM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YG TIDAK TERUTANG PAJAK Ps. 9 ayat (5) DALAM HAL PENYERAHAN TERUTANG PAJAK, PM DAPAT DIKETAHUI DENGAN PASTI DARI PEMBUKUAN PKP PM YG DPT DIKREDITKAN ADALAH PM YG BERKENAAN DG PENYERAHAN YG TERUTANG PPN CONTOH : PKP MELAKUKAN BEBERAPA MACAM PENYERAHAN : a. PENYERAHAN TERUTANG PPN = Rp. 25.000.000 PAJAK KELUARAN = Rp. 2.500.000 b. PENYERAHAN TDK DIKENAKAN PPN = Rp. 5.000.000 c. PENYERAHAN DIBEBASKAN DARI PPN = Rp. 5.000.000 PAJAK MASUKAN YG DIBAYAR ATAS PEROLEHAN : BKP/JKP TERUTANG PPN = Rp. 1.500.000 BKP/JKP TDK DIKENAKAN PPN = Rp. 300.000 BKP/JKP DIBEBASKAN DARI PPN = Rp. 500.000 PM YG DPT DIKREDITKAN DGN PK Rp. 2.500.000 HANYA SEBESAR Rp. 1.500.000
CONTOH PENGKREDITAN PM DLM SUATU MASA PAJAK DLM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YG TIDAK TERUTANG PAJAK Penjelasan Ps. 9 ayat (6) DALAM HAL PENYERAHAN TERUTANG PAJAK, PM TIDAK DAPAT DIKETAHUI DENGAN PASTI PM YG DAPAT DIKREDITKAN DIHITUNG DG PEDOMAN YG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN CONTOH : PKP MELAKUKAN DUA MACAM PENYERAHAN : a. PENYERAHAN TERUTANG PPN = Rp. 35.000.000 PAJAK KELUARAN = Rp. 3.500.000 b. PENYERAHAN TDK TERUTANG PPN = Rp. 15.000.000 PM YG DIBAYAR ATAS PEROLEHAN BKP/JKP YG BERKAITAN DENGAN SELURUH PENYERAHAN = Rp. 2.500.000, SEDANGKAN PM ATAS PENYERAHAN YG TERUTANG PPN TIDAK DIKETAHUI DGN PASTI. PM SEBESAR Rp. 2.500.000 TDK SELURUHNYA DPT DIKREDITKAN DG PK SEBESAR Rp. 3.500.000 BESARNYA PM YG DPT DIKREDITKAN DIHITUNG DG PEDOMAN YG DITETAPKAN MENTERI KEUANGAN
Pasal 9 Ayat 6a & 6b (6a)PM yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan PM dimulai. (6b)Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) diatur dengan atau berdasarkan Per. Menteri Keuangan.
KECUALI PKP SELAIN PASAL (7a) PENGKREDITAN PM BAGI PKP YANG PEREDARAN USAHANYA TDK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU KECUALI PKP SELAIN PASAL (7a) DIHITUNG DG PEDOMAN PENGKREDITAN PM Ps. 9 ayat (7) PKP DENGAN PEREDARAN USAHANYA TDK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU KECUALI PKP SELAIN PASAL (7a) PM DIHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PM YG DITETAPKAN OLEH MENKEU
Pasal 9 Ayat 7(a) & 7(b) (7a)Besarnya PM yang dapat dikreditkan oleh PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM. (7b)Ketentuan mengenai peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dan pedoman penghitungan pengkreditan PM sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (7a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PM TIDAK DAPAT DIKREDITKAN Ps. 9 ayat (8) ATAS UNTUK : PENGELUARAN a. PEROLEHAN BKP/JKP SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP b. PEROLEHAN BKP/JKP YG TDK MEMPUNYAI HUBUNGAN LANGSUNG DG KEGIATAN USAHA c. PEROLEHAN & PEMELIHARAAN KENDARAAN BERMOTOR SEDAN, JEEP, STATION WAGON, VAN& KOMBI, KECUALI MERUPAKAN BARANG DAGANGAN ATAU DISEWAKAN d. PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD ATAU PEMANFAATAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP e. PEROLEHAN BKP/JKP YG BUKTI PUNGUTAN PAJAKNYA BERUPA FAKTUR PAJAK SEDERHANA (dihapus) f. PEROLEHAN BKP/JKP YANG FAKTUR PAJAKNYA TIDAK MEMENUHI KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DLM PASAL 13 (5) g. PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD ATAU PEMANFAATAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN YG FAKTUR PAJAKNYA TDK MEMENUHI KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DLM PASAL 13 (6) h. PEROLEHAN BKP/JKP YG PM-NYA DITAGIH DG PENERBITAN KETETAPAN PAJAK i. PEROLEHAN BKP/JKP YG PM-NYA TDK DILAPORKAN DLM SPT MASA PPN YG DIKETEMUKAN PADA WAKTU DILAKUKAN PEMERIKSAAN
Pasal 9 Ayat 8 (j) & Ayat 13 j. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
Ps. 9 ayat (9) PM YANG DAPAT DIKREDITKAN TETAPI BELUM DIKREDITKAN DG PK PADA MASA PAJAK YG SAMA Ps. 9 ayat (9) DAPAT DIKREDITKAN PADA MASA PAJAK BERIKUTNYA SEPANJANG PM TSB. BELUM DIBEBANKAN SBG BIAYA ATAU BELUM DIKAPITALISASIKAN DGN HARGA PEROLEHAN BKP/JKP YBS. & BELUM DILAKUKAN PEMERIKSAAN SELAMBAT-LAMBATNYA 3 (TIGA) BULAN SETELAH BERAKHIRNYA MASA PAJAK APABILA JANGKA WAKTU TSB. DILAMPAUI PENGKREDITAN PM DAPAT DILAKUKAN MELALUI PEMBETULAN SPT MASA PPN YBS
Pasal 9 Ayat (13) & (14) (13) Ketentuan mengenai penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan PM sebagaimana dimaksud pada ayat (4a), ayat (4b), & ayat (4c) diatur dg atau berdasarkan Per. Menteri Keuangan. (14) Dalam hal terjadi pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha,PM atas BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan PM tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.
CARA MENGHITUNG PPn BM YANG TERUTANG Ps. 10 ayat (1), (2), (3) PPn BM YANG TERUTANG DIHITUNG DENGAN CARA : TARIF PPn BM X DPP Ps. 10 (1) PPn BM YANG SUDAH DIBAYAR TIDAK DAPAT DIKREDITKAN DG PPN ATAU PPn BM YANG TELAH DIPUNGUT Ps. 10 (2) UNTUK BKP YG TERGOLONG MEWAH YG DIEKSPOR , PPn BM YG DIBAYAR PADA WAKTU PEROLEHAN BKP TSB DAPAT DIMINTA KEMBALI Ps. 10 (3)
CARA MENGHITUNG PPN & PPnBM PPN/PPnBM Menjadi Bagian dari Harga Jika PPN telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP atau penyerahan JKP, maka PPN yang terutang adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Contoh: Harga termasuk PPN= Rp 1.100.000,00 PPN yang terutang: 10/110 x Rp 1.100.000,00 = Rp 100.000,00 Apabila penyerahan BKP juga terutang PPn BM dan telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP, maka cara penghitungan pajaknya menjadi sbb: a. PPN= x harga atau pembayaran atas penyerahan BKP b. PPn BM = x harga atau pembayaran atas penyerahan BKP= 110 + t t = besaran tarif PPn BM.
CARA MENGHITUNG PPN & PPnBM Contoh: Harga BKP yang dikenakan PPNdan PPn BM adalah Rp 1.300.000,00. Tarif PPn BM yang berlaku atas BKP tersebut adalah 20%. PPN yang terutang = 10/110 + 20 x Rp 1.300.000,00 =Rp.100.000,00 PPn BM yang terutang 20% = 20/110+20 x Rp 1.300.000,00 =Rp 200.000,00
CONTOH MENGHITUNG PPN & PPnBM PENGHITUNGAN PPN DAN PPnBM DALAM SATU TRANSAKSI Dalam suatu transaksi dapat terjadi bahwa transaksi tersebut menjadi objek PPN dan objek PPnBM karena BKP yang dijual tergolong mewah. Contoh : PT . DEF sebagai importir melakukan impor Air Conditioner (AC) sebanyak 2000 unit dari Jepang dengan harga impor (CIF) US$ 700.00 per unit, atas impor AC terutang Bea Masuk 50 %. Kurs berdasarkan Kep.Men.Keuangan Rp 9.500,00 per US$1.00.
Perhitungan PPN & PPnBM: Harga impor (CIF) = 2.000 x $700.00 x Rp 9.500 = Rp.13.300.000.000,00 Bea Masuk 50% x Rp 13.300.000.000,00 = Rp6.650.000.000,00 Nilai Impor Rp19.950.000.000,00 PPN terutang 10% x Rp19.950.000.000,00 = Rp1.995.000.000,00 PPnBM 30% x Rp 19.950.000.000,00 = Rp 5.985.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar importir = Rp27.930.000.000,00
Perhitungan PPN & PPnBM: Selanjutnya atas AC tersebut dijual kepada distributor PT Segar dengan harga Rp17.000.000,00 per unit AC. Perhitungan harga penyerahan sebagai jumlah yang harus dibayar PT Segar sbb: Harga per unit AC : Rp.17.000.000,00 Mengeliminasi PPnBM per unit : 1/2000 x Rp 5.985.000.000,00 = Rp2.992.500,00 DPP PPN Rp19.950.000.000,00 PPN terutang 10% x Rp19.950.000.000,00= Rp1.995.000.000,00 PPN : 1.995.000.000,00 : 2000 = 997.500,- Sehingga jumlah yang harus dibayar PT Segar Rp 17.000.000,00 + Rp 997.500,00 = Rp17.997.500,00.
Pasal 11 Ayat (1) (1) TERUTANGNYA PAJAK TERJADI PADA SAAT: a. penyerahan BKP; b. impor BKP; c. penyerahan JKP; d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean; e. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean; f. ekspor BKP Berwujud; g. ekspor BKP Tidak Berwujud; atau h. ekspor JKP.
SAAT TERUTANGNYA PAJAK Pasal 11 Ayat (2) & (4) (2)Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. (3)dihapus. (4)Dir.Jen. Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan. (5)dihapus.
SAAT TERUTANGNYA PAJAK Ps. 11 ayat (1), (2), (4) TERJADI PADA SAAT : PENYERAHAN BKP/JKP IMPOR BKP DIMULAINYA PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD / JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN 11 (1) EKSPOR BARANG KENA PAJAK SAAT PEMBAYARAN APABILA PEMBAYARAN DITERIMA SEBELUM : 11 (2) PENYERAHAN BKP / JKP PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD/JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN 11 (4) SAAT LAIN YG DITETAPKAN OLEH DIRJEN PAJAK
TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK Ps. 12 ayat (1), (3), (4) PKP IMPOR PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD/ JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN TEMPAT TINGGAL, TEMPAT KEDUDUKAN, TEMPAT KEGIATAN USAHA DILAKUKAN, TEMPAT LAIN YANG DITETAPKAN OLEH DIRJEN PAJAK Ps. 12 (1) TEMPAT BKP DIMASUKKAN DAN DIPUNGUT MELALUI DJBC Ps. 12 (3) TEMPAT TINGGAL/ TEMPAT KEDUDUKAN/ TEMPAT KEGIATAN USAHA DARI ORANG PRIBADI/ BADAN YG MEMANFAATKAN BKP TDK BERUJUD/ JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN TERSEBUT Ps. 12 (4)
PEMUSATAN TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK Ps. 12 ayat (2) APABILA PKP TERUTANG PAJAK PADA LEBIH DARI SATU TEMPAT KEGIATAN USAHA, DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPADA DIRJEN PAJAK UNTUK MEMILIH SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK DIRJEN PAJAK SEBELUM MEMBERIKAN KEPUTUSAN, MELAKUKAN PEMERIKSAAN UNTUK MEYAKINKAN KEBENARAN PERMOHONAN YANG DIAJUKAN PKP SYARAT PERMOHONAN UNTUK DAPAT DISETUJUI : KEGIATAN PENYERAHAN BKP/JKP UNTUK SEMUA TEMPAT KEGIATAN USAHA HANYA DILAKUKAN OLEH SATU ATAU LEBIH TEMPAT KEGIATAN USAHA. ADMINISTRASI PENJUALAN / ADMINISTRASI KEUANGAN DISELENGGARAKAN SECARA TERPUSAT PADA SATU ATAU LEBIH TEMPAT KEGIATAN USAHA.
Pasal 13 Ayat (1) PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap: penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D; penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c; ekspor BKP Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; dan/atau ekspor JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h.
Pasal 13 Ayat 1A Saat Pembuatan Faktur Pajak : a. saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 13 Ayat 2 (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PKP dapat membuat 1 (satu) satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. (2a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan. (3) Dihapus. (4) Dihapus.
Pasal 13 Ayat (5) Faktur Pajak (FP) minimal harus mencantumkan Keterangan : a.nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP; b.nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; c.jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. PPN yang dipungut; e. PPn BM yang dipungut; f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani FP.
Pasal 13 Ayat (5) (6) Dir Jen Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. (7) Dihapus. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (9) Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.
Dokumen Yang Disamakan dengan Faktur Pajak PER Dir.Jen. 10/PJ/2010 1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat Dit Jend Bea & Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEBtsb; 2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu; 3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
Dokumen Yang Disamakan dengan Faktur Pajak 4. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi; 5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill), yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; 6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan; 7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;
Dokumen Yang Disamakan dengan Faktur Pajak 8. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice 9. Pemberitahuan impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan SSP, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Dit Jend Bea dan Cukai 10. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKPdan luar Daerah Pabean.
Dokumen Yang Disamakan dengan Faktur Pajak Dokumen yg disamakan dgn faktur Pajak paling sedikit harus memuat: Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan; Nama pembeli BKP atau penerima JKP; Jumlah satuan barang apabila ada; Dasar Pengenaan Pajak; dan Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Dokumen tertentu seperti pada angka 9 dan angka 10 dibuat sesuai dengan Peraturan perUU an yang berlaku.
LARANGAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK Ps. 14 ayat (1), (2) ORANG PRIBADI / BADAN YG TIDAK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP DILARANG MEMBUAT FAKTUR PAJAK DLM HAL FAKTUR PAJAK TELAH DIBUAT PAJAK YG TERCANTUM DLM FAKTUR PAJAK HARUS DISETORKAN KE KAS NEGARA
Pasal 15A Penyetoran PPN oleh PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Ps. 16 A (Ketentuan Khusus) ATAS PENYERAHAN BKP / JKP KEPADA KEPADA PEMUNGUT PPN Ps. 16 A (Ketentuan Khusus) ATAS PENYERAHAN BKP / JKP KEPADA PEMUNGUT PPN PPN YANG TERUTANG WAJIB WAJIB O L E H DIPUNGUT PEMUNGUT PPN DISETOR DILAPORKAN TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN YANG TERUTANG DIATUR DGN KEP. MENTERI KEUANGAN
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN TIDAK DIPUNGUT ATAU DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN Ps. 16 B ayat (1) (Ketentuan Khusus) DENGAN PERATURAN PEMERINTAH PAJAK TERUTANG TIDAK DIPUNGUT SEBAGIAN/SELURUHNYA, UNTUK SEMENTARA/SELAMANYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK UNTUK KEGIATAN DI KAWASAN TERTENTU ATAU TEMPAT TERTENTU DI DALAM DAERAH PABEAN PENYERAHAN BKP / JKP TERTENTU IMPOR BKP TERTENTU PEMANFAATAN BKP TDK BERWUJUD TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DLM DAERAH PABEAN PEMANFAATAN JKP TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DLM DAERAH PABEAN DIATUR DENGAN PP
PAJAK MASUKAN YANG DIBAYAR UNTUK PEROLEHAN BKP/JKP PM ATAS PPN TERUTANG TIDAK DIPUNGUT Ps. 16 B ayat (2) (Ketentuan Khusus) PAJAK MASUKAN YANG DIBAYAR UNTUK PEROLEHAN BKP/JKP PM YANG ATAS PENYERAHANNYA TIDAK DIPUNGUT PPN DAPAT DIKREDITKAN
PAJAK MASUKAN YANG DIBAYAR UNTUK PEROLEHAN BKP/JKP PM ATAS PPN DIBEBASKAN Ps. 16 B ayat (3) (Ketentuan Khusus) PAJAK MASUKAN YANG DIBAYAR UNTUK PEROLEHAN BKP/JKP YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN TIDAK DAPAT DIKREDITKAN KARENA FASILITAS PEMBEBASAN PENGENAAN PPN, MENGAKIBATKAN TIDAK ADANYA PAJAK KELUARAN
DILAKUKAN TIDAK DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI Ps. 16 C (Ketentuan Khusus) ORANG PRIBADI BADAN MEMBANGUN SENDIRI DILAKUKAN TIDAK DALAM KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAANNYA HASILNYA DIGUNAKAN SENDIRI ATAU DIGUNAKAN PIHAK LAIN DIKENAKAN PPN DENGAN PERTIMBANGAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PENGHINDARAN PENGENAAN PPN
PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI Atas kegiatan Membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 200 m2 atau lebih yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya. DPP nya adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya untuk membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah)
Pasal 16 D PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang PM nya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”
Pasal 16 E PPN dan PPn BM yang sudah dibayar atas pembelian BKP yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali. PPN dan PPn BM yang dapat diminta kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. Nilai PPN paling sedikit sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan dapat disesuaikan dengan PP; b. Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan c.
Pasal 16 E 2.c) Faktur Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), kecuali pada kolom NPWP dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai NPWP. 3) Permintaan kembali PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat orang pribadi pemegang paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada DirJen Pajak melalui Kantor Dit Jen Pajak di Bandar Udara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 16 E (4) Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali PPN Dan PPn BM adalah : a. Paspor; b. pas naik (boarding pass untuk keberangkatan orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke luar Daerah Pabean; dan c. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c. (5) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN Dan PPn BM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 16 F Pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.
Selamat belajar