SINKRONISASI REGULASI BIDANG PERTAMBANGAN DENGAN SEKTOR LAIN (KEHUTANAN, TATA RUANG, DAN LINGKUNGAN HIDUP) Oleh: Dhoni Yusra, SH, MH.
Pokok Bahasan Konflik Pemanfaatan Lahan antara sektor pertambangan dan sektor lainnya Penyelesaian masalah tumpang tindih pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertambangan Sinkronisasi regulasi bidang pertambangan dengan sektor non-pertambangan terkait pemanfaatan lahan Sinkronisasi regulasi di bidang pertambangan dengan regulasi di bidang lingkungan hidup
HARUS DAPAT DIMANFAATKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN VS KONFLIK PENGGUNAAN LAHAN HARUS DAPAT DIMANFAATKAN SERACA OPTIMAL EKSPLOITASI M & BB: DAPAT MENIMBULKAN DAMPAK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN KONFLIK PENGGUNAAN LAHAN MINERAL DAN BATUBARA DEPOSIT SUMBER DAYA MINERAL DAN BATUBARA
PERMASALAHAN TUMPANG TINDIH PEMANFAATAN LAHAN UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN Tumpang tindih penggunaan lahan antara sesama konsesi pertambangan (IUP/KK/PKP2B) Komoditas tambang yang sama Komoditas tambang yang berbeda Tumpang Tindih karena batas administrasi yang tidak jelas Tumpang tindih penggunaan lahan pertambangan dan sektor lainnya: Tumpang tindih pemanfaatan lahan pertambangan dan kehutanan Tumpang tindih pemanfaatan lahan pertambangan dan perkebunan/pertanian Tumpang Tindih pemanfaatan lahan pertambangan dan perikanan/kelautan 4
IUP Operasi Produksi (OP) *) BENTUK PERIZINAN (PP NOMOR 23 TAHUN 2010) Kegiatan Usaha IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi (OP) *) PU EKSPLORASI Penambangan pengolahan/ pemurnian Pengngkutan/ Penjualan FS **) Kontruksi Pengangkutan/ *) Penambangan atau Pengolahan/Pemurnian dapat dilakukan terpisah **) Apabila Pengolahan/Pemurnian terpisah, harus kerjasama dengan pemegang IUP OP Penambangan Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal : Penerbitan IUP/IUPK Operasi Produksi yaitu Kepemillikan serta letak/lokasi wilayah tambang, pelabuhan dan unit pengolahan, serta faktor lingkungan (dampak kegiatan Penerbitan IUP Khusus Angkut-Jual yaitu lokus/cakupan dari kegiatan angkut-jual Penerbitan IUP Khusus Olah-Murni yaitu asal dari komoditas tambang yang diolah
PEMERINTAH DAERAH / PEMERINTAH KEWENANGAN PENERBITAN IUP (Pasal 37 dan Pasal 48 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba) WILAYAH KERJA Wilayah Kerja dlm Kab/Kota lintas Kab/Kota lintas Provinsi PEMERINTAH PEMERINTAH DAERAH / PEMERINTAH LELANG IUP EKSPLORASI MEMPERTIMBANGKAN Lokasi pengolahan/pemurnian Lokasi pelabuhan khusus Dampak lingkungan IUP OPERASI PRODUKSI BUPATI / WALIKOTA GUBERNUR LOKAL REGIONAL NASIONAL BUPATI
Konsesi Pertambangan terdiri dari KP/IUP, KK, PKP2B PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH SESAMA KONSESI PERTAMBANGAN Konsesi Pertambangan terdiri dari KP/IUP, KK, PKP2B Pengaturan tumpang tindih pemanfaatan lahan pertambangan dalam PP Nomor 23 Tahun 2010 Penerapan Asas First Come First Served Rekonsiliasi Data IUP Nasional Koordinasi Penetapan Batas Administrasi Provinsi/Kabupaten/Kota
KOMODITAS TAMBANG LAIN DALAM PP NOMOR 23 TAHUN 2010 Tumpang tindih penggunaan lahan pertambangan antar komoditas tambang yang berbeda telah diakomodir dalam Ps 44 PP Nomor 23 Tahun 2010 2. Pasal 44 PP No 23/2010: Jika pada lokasi WIUP ditemukan komoditas tambang lain (non DMP), pemegang IUP memperoleh keutamaan untuk mengusahakannya Untuk mengusahakannya harus membentuk badan usaha baru Jika pemegang IUP tidak berminat mengusahakan, maka pengusahaannya dapat diberikan kepada pihak lain Pihak lain yang akan mengusahakan harus berkoordinasi dengan pemegang IUP pertama
Penerapan asas “first come first served” Asas first come first served dikenal dalam Kepmen ESDM No.1603 Tahun 2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah Berdasarkan asas first come first served, Pemohon yang terlebih dahulu mengajukan pencadangan wilayah pertambangan dan telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan WIUP Asas tersebut dapat dijadikan dasar untuk melakukan penertiban KP/IUP yang tumpang tindih dengan konsesi pertambangan lainnya Sejak berlakunya UU No. 4 Tahun 2009 jo PP No. 23 Tahun 2010, asas tersebut hanya berlaku untuk komoditas mineral bukan logam dan batuan, sedangkan untuk komoditas mineral logam dan batubara menggunakan sistem lelang
REKONSILIASI IUP NASIONAL Dasar hukum: Ps. 140 ayat (1) UU No. 4 Th. 2009 Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Ps. 112 angka 4 huruf a PP No. 23 Tahun 2010 KP/SIPD/SIPR harus disesuaikan menjadi IUP/IPR Rekonsiliasi nasional data IUP diselenggarakan pada tanggal 3 s.d. 6 Mei 2011 di Hotel Bidakara Jakarta dengan mengundang seluruh gubernur/ bupati/walikota se Indonesia Tujuan rekonsiliasi data IUP nasional a.n: Bahan koordinasi untuk penentuan tata ruang sehingga dapat mengetahui tumpang tindih IUP Optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (iuran tetap, royalti, penjualan hasil tambang) dari izin usaha pertambangan Mengetahui produksi nasional mineral dan batubara Dasar penentuan pemenuhan kebutuhan domestik (DMO)
III. PROSES REKONSILIASI Inventarisasi data IUP Data IUP yang diperoleh : Data IUP sebelum rekonsiliasi Data IUP setelah rekonsiliasi Verifikasi data IUP Pengecekan silang data yang diperoleh saat rekonsiliasi dengan data yang ada pada DJMB sebelum rekonsiliasi Verifikasi ada/tidaknya tumpang tindih wilayah, dokumen pendukung (SK yang diterbitkan sebelumnya) Registrasi IUP yang tidak ada permasalahan tumpang tindih wilayah dan dokumen pendukungnya lengkap Klasifikasi data IUP Clear and Clean adalah IUP yang tidak ada permasalahan tumpang tindih wilayah dan dokumen pendukung yang telah diterbitkan sebelumnya lengkap (ada SK Kuasa Pertambangan, SK Pencadangan Wilayah) Non Clear dan Non Clean adalah IUP yang tidak memenuhi satu atau semua persyaratan Clear and Clean
PROSES REKONSILIASI DATA IUP REKONSILISASI NASIONAL DATA IUP 1 Diperoleh data IUP secara Nasional 2 Verifikasi dan Klasifikasi data IUP Nasional berdasarkan dokumen yang disampaikan 3 A 3 B Clean and clear Tidak bermasalah secara administrasi Tidak ada tumpang tindih Non Clean and Clear IUP terbit setelah 30 April 2010 Tumpang tindih sama komoditi Tumpang tindih beda komoditi Tumpang tindih lintas kewenangan Dokumen pendukung tidak lengkap Koordinat tidak sesuai dengan SK KP/SIPD yang belum penyesuaian menjadi IUP 3 B. 2 4 WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN Diselesaikan untuk menjadi Clean and clear Berdasarkan 7 kategori WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN 3 B. 1
IV. HASIL REKONSILIASI 1. IUP Clear and Clean IUP Clear and Clean adalah IUP yang wilayah tidak tumpang tindih, ada SK Kuasa Pertambangan, ada Pencadangan Wilayah, jumlahnya mencapai 3.904 dengan rincian sebagai berikut : Jumlah Total Luas (Ha) IUP Eksplorasi 1.770 15.173.794 IUP Operasi Produksi 2.134 5.558.200 2. IUP Non - Clear and Clean yang mencapai 4.936 dengan rincian sbb: Terbit sebelum 1 Mei 2010 Jumlah Tumpang Tindih 651 Administrasi 3.363 Terbit setelah 1 Mei 2010 922 Status 28 Juni 2011
IV. HASIL REKONSILIASI (LANJUTAN) 3. Rekapitulasi IUP Clear and Clean IUP CLEAR AND CLEAN 3.904 Jumlah Total Luas (Ha) IUP Eksplorasi 1770 15.173.794 - Logam 838 4.047.311 - Batubara 845 10.792.809 - Non Logam 26 99.969 - Batuan 61 233.704 IUP Operasi Produksi 2134 5.558.200 522 1.354.514 651 3.503.001 138 97.309 823 603.376 Status 28 Juni 2011
V. RENCANA TINDAK LANJUT Melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk penyelesaian tata batas administrasi yang menyebabkan tumpang tindih kewenangan dalam penerbitan IUP dan instansi terkait lainnya. Menggunakan data IUP yang ada sebagai acuan untuk meminta kepada pemda dan perusahaan melaporkan kepada KESDM antara lain hal-hal yang berkaitan dengan : produksi, PNBP, investasi dan lain-lain. Pemberian penghargaan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota yang presentase IUP Clear and Clean besar. Perlu dilakukan penertiban IUP yang belum sesuai dengan ketentuan PP No 23 tahun 2010 dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota.
PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH PERTAMBANGAN DENGAN SEKTOR LAIN Diperkenalkannya konsep WP/WUP sebagai bagian dari RTRWN dalam UU No. 4 Tahun 2009 Penyelesaian tumpang tindih berdasarkan: UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Perpres No. 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan untuk Penambangan Bawah Tanah Penyelesaian secara business to business dengan difasilitasi oleh pemerintah/pemda/pihak terkait Fasilitasi penyelesaian tumpang tindih lahan oleh Menko Perekonomian (Draft Inpres Sikronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Pertambangan sektor Terkait Lainnya)
WILAYAH PERTAMBANGAN Pasal 9 s.d 13 UU Minerba dan PP 22 Tahun 2010 Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemda dan berkonsultasi dengan DPR RI Penyelidikan dan Penelitian Pertambangan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota (sesuai kewenangan) dalam rangka penyiapan WP WP terdiri atas: Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) WUP, WPR, dan WPN berada dalam Kawasan Peruntukan Pertambangan yang sesuai dengan RTRW Pelimpahan kewenangan (dekonsentrasi) untuk penetapan WUP Mineral non logam dan batuan kepada Gubernur 17 17
(dalam hutan lindung dengan pola penambangan tertutup KEDUDUKAN WP/WUP/WPR/WPN DALAM RTRWN RTRWN WILAYAH PERTAMBANGAN Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Kawsn Peruntukkan Pertambangan WUP (dalam hutan lindung dengan pola penambangan tertutup sesuai UU 41/1999 dan PP 15 Tahun 2010) WPN WUP WPR WPN Peruntukkan lain WP
CIRI INDUSTRI PERTAMBANGAN UU 41/1999 : TTG KEHUTANAN CIRI INDUSTRI PERTAMBANGAN Penggunaan kawasan hutan dengan skema Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pengaturan lebih lanjut diatur dalam: Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2008 tanggal 10 Juli 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan Penambangan bawah tanah di hutan lindung diatur lebih lanjut dalam Perpres No. 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan untuk Penambangan Bawah Tanah Larangan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan konservasi NON RENEWABLE RESOURCES PADAT TEKNOLOGI DAN MODAL INVESTASI DENGAN RESIKO TINGGI (3-4%) PENGEMBALIAN MODAL BERJANGKA PANJANG (LONG YIELDING) SANGAT TERGANTUNG PASAR DUNIA (PRICE TAKER) INVESTASI DITENTUKAN OLEH LOKASI KETERDAPATAN SUMBERDAYA MINERAL , TIDAK DAPAT DIRELOKASI
Pokok Pengaturan PPKH PPKH untuk kegiatan pertambangan hanya diperbolehkan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi Dilarang Tambang Terbuka di Hutan Lindung Tambang Terbuka di HL hanya untuk 13 Tambang pada Keppres 41 Tahun 2004 Pada kawasan hutan yang telah dibebani izin di bidang kehutanan maka pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan di luar kehutanan, dapat dipertimbangkan setinggi-tingginya 10 % (sepuluh perseratus) dari luas areal izinnya atau areal kerjanya. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya lebih dari 30 % dari luas daratannya dikenakan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan, sedangkan pada provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30 % dari luas daratannya dikenakan kompensasi menyediakan lahan kompensasi atas kawasan hutan yang dipinjampakai. Tanpa mengubah fungsi pokok Izin pinjam pakai oleh Menteri Batasan luas, jangka waktu tertentu, kelestarian lingkungan
(Eksploitasi Pertambangan, Jalan, Listrik, Telkom, dll), (Pasal 9) PERMOHONAN PPKH (Eksploitasi Pertambangan, Jalan, Listrik, Telkom, dll), (Pasal 9) Permohonan diajukan oleh Kepala Instansi Pemerintah/Direksi Perusahaan/Ketua Koperasi Kepada Menteri Kehutanan (Pasal 9 ayat 2) Permohonan wajib dilengkapi dengan KK/KP/PKP2B/SIPD/Perizinan/ Perjanjian lainnya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki perizinan/perjanjian (Pasal 9 ayat 3). Persyaratan Permohonan : (Pasal 9 ayat 4) Rencana kerja, peta & citra satelit AMDAL Rekommendasi Gubernur atau Rekomendasi Bupati Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan biaya Pertimbangan Teknis Perum Perhutani (khusus Jawa) Izin atau perjanjian disektor non kehutanan (KK/KP/SIPD/lainnya) Untuk kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh Propinsi/Kabupaten, diperlukan pertimbangan dari ESDM
PENERBITAN PERSETUJUAN/PENOLAKAN PPKH TIDAK DIATUR JANGKA WAKTUNYA Permasalahan PENERBITAN PERSETUJUAN/PENOLAKAN PPKH TIDAK DIATUR JANGKA WAKTUNYA Ps. 14 Permenhut Nomor P.43/Menhut-II/2008 : Dalam hal permohonan PPKH ditolak, Menteri menerbitkan surat penolakan atas permohonan tersebut; Dalam hal permohonan PPKH disetujui, Menteri menerbitkan surat persetujuan PPKH yang memuat kewajiban yang harus dipenuhi pemohon, dalam jangka waktu 2 tahun dan dapat diperpanjang; Pasal 22 ayat (1) IPPKH diterbitkan oleh Menteri setelah dipenuhinya seluruh kewajiban dalam persetujuan prinsip s
PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN SEBAGAI SALAH SATU JALAN KELUAR Ps. 76 s.d 83 PP No. 23 Tahun 2010 Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara apabila terjadi: [Ps. 76 ayat 1] Keadaan kahar; Keadaan yang menghalangi; Kondisi daya dukung lingkungan Yang dimaksud keadaan yang menghalangi antara lain meliputi: “blokade, pemogokan,.........................dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Menteri yang menghambat kegiatan usaha pertambangan yang sedang berjalan”. [Penj. Ps. 76 ayat 1 huruf b] Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan tidak mengurangi masa berlaku IUP [Ps. 76 ayat 2] Penghentian sementara karena keadaan yang menghalangi dapat diberikan 1 kali dengan jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun, jika terkait permohonan izin dari instansi lain dapat diperpanjang kembali [Ps. 77] Penghentian sementara dilakukan oleh Menteri, Gub, Bupati/Walikota sesuai kewenangan berdasarkan permohonan dari pemegang IUP [Ps. 76 ayat 3]
PASAL 37 – UU No 26/ 2007 Ps 37 ayat 2 Ps 37 ayat 4 Ps 37 ayat 6 Permasalahan Tata Ruang PASAL 37 – UU No 26/ 2007 IZIN PEMANFAATAN RUANG YANG TIDAK SESUAI DENGAN RTRW DAPAT DIBATALKAN Ps 37 ayat 2 IZIN PEMANFAATAN RUANG YANG DIPEROLEH MELALUI PROSEDUR YANG BENAR TETAPI TIDAK SESUAI RTRW DAPAT DIBATALKAN Ps 37 ayat 4 KERUGIAN YANG TIMBUL DARI PEMBATALAN TERSEBUT DIBEBANKAN KEPADA INSTANSI PEMBERI IJIN Ps 37 ayat 5 PERUBAHAN RTRW DAPAT MEMBATALKAN IZIN PEMANFAATAN RUANG YANG TIDAK SESUAI LAGI DENGAN PEMBERIAN GANTI RUGI Ps 37 ayat 6 SETIAP PEJABAT DILARANG MEMBERIKAN IZIN YANG TIDAK SESUAI RTRW Ps 37 ayat 7 SANKSI BAGI PEJABAT PEMERINTAH YANG MEMBERIKAN IZIN YANG TIDAK SESUAI DENGAN TATA RUANG DAPAT DIPIDANA 5 TAHUN DAN DENDA 5MILYAR RUPIAH SERTA DIBERHENTIKAN DENGAN TIDAK HORMAT DARI JABATANNYA Ps 73 ayat 1 dan 2
CIRI INDUSTRI PERTAMBANGAN Solusi Permasalahan Tata Ruang CIRI INDUSTRI PERTAMBANGAN PP NO. 15 TAHUN 2010 ttg PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG NON RENEWABLE RESOURCES PADAT TEKNOLOGI DAN MODAL INVESTASI DENGAN RESIKO TINGGI (3-4%) PENGEMBALIAN MODAL BERJANGKA PANJANG (LONG YIELDING) SANGAT TERGANTUNG PASAR DUNIA (PRICE TAKER) INVESTASI DITENTUKAN OLEH LOKASI KETERDAPATAN SUMBERDAYA MINERAL , TIDAK DAPAT DIRELOKASI Lahirnya PP No. 15 Tahun 2010 menjadi solusi pemanfaatan lahan pertambangan di kawasan hutan Pasal 31 ayat (1) ”Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.” Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan mengacu pada UU 41/1999, PP 24/2010 dll
MEMBUKA KONSESI PERTAMBANGAN BARU DENGAN CARA TENDER LANGKAH2 PEMDA USULAN PROSPEK AJUKAN UNTUK RTRWP DITETAPKAN SEBAGAI WUP DAN IUP2 BARU KK PKP2B EVALUASI NEGO LANJUT SESUAIKAN DAN PERPANJANGAN KP TRANSISI KP STOP GMP LINGK FORESTRY RTRW UU No 4 DAN PP KK/ PKP2B/ KP IUP’s IMPROVED IUP BARU MEMBUKA KONSESI PERTAMBANGAN BARU DENGAN CARA TENDER
PENGGUNAAN HAK ATAS TANAH Pasal 134 s.d 138 UU Minerba dan PP 23 Tahun 2010 Hak atas WIUP, WPR, WIUPK tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi hak atas IUP/IUPK/IPR bukan merupakan pemilikan hak atas tanah Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan Pemegang IUP/IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah (Persetujuan dimaksudkan untuk menyelesaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan eksplorasi a.n pengeboran, parit uji) Pemegang IUP/IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai ketentuan peraturan perudang-udnangan Pemegang IUP/IUPK OP wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah kompensasi dapat berupa sewa menyewa, jual beli, atau pinjam pakai
Pasal 165 UU No. 4 tahun 2009 “Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 200 juta” Memberikan efek jera bagi pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai dengan UU No 4 tahun 2009: WIUP Mineral logam dan batubara yang seharusnya diberikan secara lelang namun diberikan ijin dengan permohonan. Memberikan ijin kepada pelaku usaha yang tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku, al: persyaratan administrasi, persyaratan keuangan, persyaratan teknis dan persyaratan lingkungan. Memberikan IUP operasi produksi tanpa melewati/memberikan IUP Eksplorasi. 28
SINKRONISASI REGULASI SEKTOR PERTAMBANGAN DAN LINGKUNGAN HIDUP 29
PERIZINAN LINGKUNGAN UU Nomor 32 Tahun 2009 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL/UPL wajib memiliki izin lingkungan [Ps. 36 ayat 1] Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gub, Bup/Walikota sesuai kewenangannya [Ps. 36 ayat 4] Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan [Ps. 40 ayat 1] Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin kegiatan dan/atau kegiatan dibatalkan [Ps. 40 ayat 2] Ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan diatur dalam Peraturan Pemerintah [Ps. 41]
KETERKAITAN IZIN LINGKUNGAN DENGAN IZIN USAHA DAN/ATAU KEGIATAN Izin lingkungan syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan Izin usaha dan/atau kegiatan tanpa izin lingkungan, izin usaha dan/atau kegiatan dinyatakan BATAL Jika izin lingkungan dicabut izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan oleh pemberi izin Jika pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan tidak membatalkan, usaha dan/atau kegiatan TIDAK SAH Pasal 19, RPP tentang Perizinan Lingkungan
Permasalahan Jika izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha (termasuk IUP), maka penerbitan IUP Eksplorasi untuk logam dan batubara akan terkendala, mengingat cara untuk mendapatkannya adalah dengan cara lelang; Pemenang lelang WIUP harus mengajukan permohonan IUP paling lambat 5 hari kerja setelah penetapan pemenang lelang (Ps. 30 ayat 1 PP No. 23/2010]; Waktu 5 hari tidak akan cukup untuk melakukan pengurusan izin lingkungan Jika izin lingkungan harus diurus sebelum pengumuman lelang, maka akan ada banyak perusahaan yang akan mengurus izin lingkungan padahal hanya 1 perusahaan yang akan diberikan IUP Eksplorasi Jangka waktu penerbitan izin lingkungan tidak diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009
IZIN USAHA PERTAMBANGAN [IUP] SOLUSI (1) IZIN USAHA PERTAMBANGAN [IUP] IUP EKSPLORASI IZIN LINGKUNGAN ADALAH SYARAT UNTUK MEMPEROLEH IUP OPERASI PRODUKSI, BUKAN IUP EKSPLORASI PENYELIDIKAN UMUM EKSPLORASI STUDI KELAYAKAN SK KELAYAKAN LH IZIN LINGKUNGAN UKL-UPL AMDAL IUP OPERASI PRODUKSI
21 PENGAJUAN IZIN LINGKUNGAN hari kerja SOLUSI (2) PENGAJUAN IZIN LINGKUNGAN Jangka waktu penerbitan izin lingkungan, maksimal 21 hari kerja Jika LEWAT, permohonan izin lingkungan dianggap DISETUJUI Pasal 15, RPP tentang Perizinan Lingkungan
= MASA BERLAKU IZIN LINGKUNGAN SOLUSI (3) MASA BERLAKU IZIN LINGKUNGAN = SAMA DENGAN Masa berlaku izin usaha dan/atau kegiatan Pasal 18, RPP tentang Perizinan Lingkungan
TERIMA KASIH