SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Materi kuliah Tanggal 15 Oktober 2016 Dr. Rachmayanthy, SH
A. Pengertian SPPI Penggagas pendekatan sistem terhadap peradilan pidana pertama kali diperkenalkan oleh Frank Remington dalam laporan pilot proyek 1985, diletakan kepada mekanisme Administrasi peradilan pidana yaitu Criminal Justice System Jika ditelaah dari isi ketentuan UU No.8 Tahun 1981 maka Criminal Justice System di Indonesia terdiri dari komponen kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri dan lembaga pemasyarakatan sebagai aparat penegak hukum. Sebelum lahirnya UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP sistem peradilan pidana di Indonesia dilandaskan pada Het Herziene Inlandsch Reglemen (Stbl.1941 No.44). HIR menganut sistem campuran (the mixed type), bukan menganut inkusitur. Proses inkusitur dalam perkara pidana melarang dilakukannya penyikasaan memperoleh pengakuan. KUHAP terdiri dari 22 Bab disertai penjelasan.
Proses penyelesaian perkara pidana berdasarkan UU No Proses penyelesaian perkara pidana berdasarkan UU No.8 Tahun 1981, dilihat dari pentahapan sbb: Tahap I: proses penyelesaian perkara pidana dimulai dengan suatu penyidikan oleh penyidik (Bab IV, pasal 5 KUHAP). Tahap II: dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah penangkapan (Bab V, pasal 16-19 KUHAP). Tahap III. dari proses penyelesaian perkara pidana adalah penahanan (Bab V, bagian kedua Pasal 20-31 KUHAP) Tahap IV: dari proses pemeriksaan perkara pidana berdasarkan UU No.8 Tahun 1981 adalah pemeriksaan dimuka sidang pengadilan (Pasal 145-182 KUHAP)
Lanjutan… Keberadaan UU No.8 Tahun 1981, sebagai era kebangkitan hukum nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi tersangka dalam mekanisme sistem peradilan pidana. Perlindungan HAM dimulai sejak tersangka ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili dimuka sidang pengadilan. Namun kurang memperhatikan efesiensi mekanisme penyelesaian perkara pidana itu sendiri oleh aparat yustisi dan kepentingan korban tindak pidana atau korban penyalahgunaan kekuasaan aparat penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana sebagai suatu proses, yang disebut Criminal Justice System yang dimulai dari proses penangkapan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka pengadilan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
B. Bentuk & Komponen SPPI Dalam SPP yang lazim selalu melibatkan dan mencakup sub-sistem dengan ruang lingkup masing-masing proses peradilan pidana sbb: Intitusi Penegak Hukum Sebagai Sub Sistem Dalam SPP Kepolisian Pengadilan LAPAS Kejaksaan RUTAN Pengacara
Lanjutan… Kepolisian, tugas utama: menerima laporan dan pengaduan dari publik bila terjadi tindak pidana; melakukan penyidikan, melakukan penyeringan terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke Kejaksaan; melaporkan hasil penyidikan kepada kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yg terlibat dalam proses peradilan pidana. Kejaksaan, menyaring kasus yang layak diajukan kepengadilan; mempersiapkan berkas penuntutan; melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan. Pengadilan yg berkewajiban untuk; menegakan hukum dan keadilan; melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses pradilan pidana; melakukan pemeriksaan kaus-kasus secara efesien dan efektif; memberikan putusan yg adil dan berdasarkan hukum; dan menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga publik dapat berprtisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan di tingkat ini.
4. Lapas, berfungsi sebagai wadah menjalankan putusan pengadilan yg berkekuataan hukum tetap; pemenjaraan dengan konsep pembinaan menuju reintegrasi sosial; perlindungan HAM; upaya-upaya memperbaiki narapidana dan mempersiapkan napi kembali kemasyarakat 5. Pengacara, melakukan pembelaan bagi klien dan menjaga hak-hak klien dipenuhi dalam proses peradilan pidana
Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan tugas sub sistem SPP: Kepolisian: UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian; UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Terkait tusi pasal 1 ayat 1 huruf a & ayat 4 KUHAP & UU No.2/2002); Kejaksaan: UU No.16 Tahun2004 Tentang Kejaksaan; berdasarkan asas dalam UU ini yaitu persamaan dimuka umum, sederhana dan cepat, efektif dan efesien serta akuntabel Pengadilan: UU No.14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No.35 Tahun 1999 tentang revisi terhadap UU No.14 Tahun 1970, UU No.4 Tahun 2004.Asas yg menjadi pondasi keharmonisasian dan terintegrasinya antara lembaga peradilan dengan sub sistem peradilan lainnya antara lain; asas persamaan dimuka hakim, due procces of law , sederhana & cepat, efektif dan efesien serta akuntabilitas. Lapas (pemasyarakatan); UU No.12Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan; asas perlindungan HAM, praduga tak bersalah dan pengayoman. 5. Pengacara; UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat; bertugas sebagai penegak hukum, bebas, mandiri, untuk terselenggaranya peradilan yg jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dan HAM
C. Asas-Asas SPPI SPPI berdasarkan UU No.8 Tahun 1981, memiliki 10 asas sbb: Perlakuan yg sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun; Asas praduga tak bersalah Hak untuk memperoleh kompensasi dan rehabilitasi Hak untuk memperoleh bantuan hukum Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan Peradilan yg bebas dan dilakukan dengan cepat sederhana; Peradilan yg terbuka untuk umum; Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada UU dan dilakukan dengan surat perintah tertulis Hak seseorang tersangka untuk diberikan bantuan tentang prasangkaan dan pendakwaan terhadapnya; Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusannya
1. Asas persamaan dimuka hukum Pasal 5 UU No.14 Tahun 1970 menyebutkan: (1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang; (2) Dalam perkara perdata pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat terciptanya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Penjelasan umum angka 3 huruf a KUHAP mengatakan” Perlakuan yg sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakukan”
2. Asas praduga tak bersalah UU No.14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam penjelasan umum butir 3 c KUHAP “Setiap orang yg disangka, ditangkap, dituntut dan atau dihadapkan dimuka persidangan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap” Pasal 17 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, “Hakim dapat memperkenankan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan memberikan keterangan tentang pembuktian bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi”
3. Hak untuk memberikan Kompensasi dan Rehabilitasi Pasal 95 KUHAP: (1) Tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti rugi karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan UU/ karena kekeliruan. Yang berdasakan UU atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yg diterapka (2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka/ ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yg berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orang/ hukum yg diterapkan sebagaimana yg dimaksud ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke PN, diputus disidang Prapradilan sebagaimana dimaksud pasal 77. (3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana ayait 1 di ajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yg berwenang mengadili perkara yg bersangkutan (4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tsb apada ayat 1 ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yg telah mengadili perkara pidana ybs. (5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut dalam ayat 4 mengikuti acara Praperadilan Pasal 97 KUHAP
4. Hak memperoleh bantuan hukum The International Convenant Civil and Political Right article 14 sub 3d Pasal 69-74 UU Advokat
5. Hak kehadiran terdakwa di muka Pengadilan Pasal 38 UU No.31 Tahun1999 tentang Pelaksanaan tindak pidana korupsi 6. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana Pasal 24 dan 25 UUD 1945 Pasal 4 ayat 3 UU No.14 tahun 1970 Pasal 24-28, pasal 50 pasal 102, pasal 106, pasal 107, pasal 110 & pasal 140 KUHAP
7. Peradilan yang terbuka untuk umum Pasal 153 ayat (3) KUHAP”Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak” Pasal 153 ayat(4)”Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”. Pasal 18 UU No.14 Tahun 1970 dan pasal 195 KUHAP menyatakan”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum”.
8.Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus d didasarkan pada UU dan dilakukan dengan surat perintah tertulis Jadi penggunaan upaya paksa hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yg berkompeten menurut UU. Bilamana ketentuan tsb tdk ditaati maka konsekuensinya pihak yg dirugikan dapat melakukan tuntutan melalui lembaga Prapradilan.
9. Hak seseorang tersangka untuk diberikan bantuan tentang prasangkaan dan pendakwaan terhadapnya Angka 3 huruf g penjelasan umum KUHAP “Kepada tersangka sejak dilakukan penangkapan atau penahanan selain wajib diberitahukan dakwaan dan dasar hukum apa yg didakwakan kepadanya dan juga diberitahukan haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum:.
10. Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusannya Lembaga hakim pengawas dan pengamat. Perlindungan terpidana diberikan oleh KUHAP terhadap “harkat dan martabat manusia” tetap mengikuti terpidana ke dalam Lapas
D. Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di Indonesia I. Tahap Penyelidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yg diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yg diatur dalam UU No 26 Tahun 2000 pasa 1 angka 5. Dalam pelaksanaan proses penyidikan, peluang-peluan untuk terjadinya penyimbangan atau penyalahgunaan wewenang untuk tujuan tertentu bukan mustahil sangat mungkin terjadi. Etika penyidikan menurut Alpiner Sinaga bahwa” etika penyidikan dalam hal ini menyangkut pertimbangan-pertimbangan moral, logika, akal sehat dan rasa keadilan dalam batas-batas kewajaran universal, sehingga menghindari tindakan-tindakan yg berlebihan dan sewenang-wenang seolah-olah berlindung dibalik kepentingan penyidikan seperti melakukan penyitaan yg berlebihan dengan alasan mengumpulkan barang bukti tertentu, namun digunakan untuk kepentingan pribadi atau orang lain diluar kepentingan penyidikan. Diatur dalam pasal 16 & 105 KUHAP
II. Tahap Penyidikan Penyidik adalah pejabat polisi Republik Indonesia atau pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyelidikan (pasal 1 butir 1 KUHAP) Andi Hamzah menyatakan bahwa penyidikan ialah suatu istilah yang dimaksud sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda)/ investigation (Inggris) atau penyiasatan (Malaysia) De Pinto menyatakan bahwa menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yg untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar yg sekedar beralasan, bahwa ada terjadi suatu pelanggaran hukum. Penyidikan merupakan aktifitas yuridis yang dilakukan penyidik untuk mencari dan menemukan kebenaran sejati (membuat terang, jelas terang tindak pidana yang terjadi. Pasal 7 ayat 1 KUHAP UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
III. Tahap Penuntutan Hak penuntutan hanya ada pada penuntut umum yaitu jaksa (pasal 1 butir 7 KUHAP) Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke PN yang berwenang dalam hal ini dan menurut cara yg diatur dalam UU ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan. Pasal 30 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yaitu: Melakukan penuntutan; melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas nersyarat; melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yg dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
IV. Tahap Pemeriksaan Pengadilan Proses pemeriksaan terdapat dalam KUHAP Bab XVI tentang “Pemeriksaan di sidang Pengadilan” Pemeriksaan disini dilandaskan pada sistem accusatoir, dan dimulai dengan menyampaikan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum yang harus menentukan apakah perkara akan terus dilakukan.
Proses Perkara Pidana Masuk Ke Pengadilan Berdasarkan KUHAP No Acara Keterangan 1 Pelimpahan perkara ke pengadilan oleh JPU disertai dengan surat dakwaan Pasal 143 KUHAP 2 Kemudian ketua PN mempelajarinya, apakah perkara tersebut masuk wewenangnya atau bukan Pasal 147 KUHAP 3 Maka setelah itu ketua PN menetapkan, bahwa PN tsb berwenang mengadili dan PN tsb tidak berwenang mengadili Pasal 84 KUHAP
Terima kasih