TITRASI PENGENDAPAN
PRINSIP Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi dari hasil titrasi merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam titrasi pengendapan Reaksi kimia yang berlangsung harus mengikuti persamaan reaksi tertentu dan tidak ada reaksi sampingannya, sehingga prinsip stoikiometri untuk penetapan hasil reasi dapat dirumuskan dengan tepat. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir titrasi. Harus ada metode yang tepat untuk menetapkan titik ekivalen. Indikator atau perangkat instrumen yang tepat harus mampu memberikan tanda – tanda yang jelas pada saat tercapainya titik ekivalen, misalnya terjadinya perubahan warna, perubahan nilai pH yang tajam. Reaksi yang terlibat harus berlangsung, cepat, sehingga proses titrasi hanya berlangsung dalam beberapa menit, titik ekivalen segera diketahui dengan cepat.
Macam – macam Titrasi Pengendapan Titrasi Argentometri merupakan Titrasi pengendapan yang paling banyak dipakai adalah titrasi Argentometri, karena hasilkali kelarutan garam perak halida sangat kecil Titrasi Merkurimetri berdasarkan endapan yang terjadi antara merkuri dengan halida.Namun titrasi merkurimetri telah jarang digunakan karena sifat merkuri yang toksik sehingga kurang disukai Titrasi Kolthoff Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku K- Ferosianida. TAT dapat ditentukan dengan indikator uranil nitrat, ammonium molibdat, FeCl3, atau difenilamin.
Argentometri Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar ion dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode K. Fajans, dan metode Leibig Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah: AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3-
Titrasi pengendapan yang paling banyak dipakai adalah titrasi Argentometri, karena hasilkali kelarutan garam perak halida (pseudohalida) sangat kecil : Ksp AgCl = 1,82 . 10 pangkat (-10) Ksp AgCN = 2,2 . 10-16 Ksp AgCNS = 1,1 . 10-12 Ksp AgI = 8,3 . 10-17 Ksp AgBr = 5,0 . 10-13
Metode Mohr Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar halida seperti klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah Titrasi Mohr digunakan untuk menentukan kadar halida di dalam larutan. Kromat(CrO4 2-) sebagai indikator titik ahir karena membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah saat bereaksi dengan ion perak Ksp Ag2CrO4 = 1,2 . 10-12 mol3.L-3 Ksp AgCl = 1,82 . 10-10 mol2.L-2
Kelarutan Ag2CrO4 > Kelarutan AgCl (8,4 x 10-5 M) (1,35 x 10-5 M) Kelarutan Ag2CrO4 > Kelarutan AgCl (8,4 x 10-5 M) (1,35 x 10-5 M). Jika larutan Ag+ ditambahkan ke dalam larutan Cl- mengandung CrO4Cl yang sedikit CrO42-, maka AgCl akan mengendap lebih dulu, sementara itu Ag2CrO4 belum terbentuk, dan [Ag+] naik hingga hasilkali kelarutan melampaui Ksp Ag2CrO4 (2,0 x 10- 12) sehingga terbentuk endapan merah Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah (Khopkhar, SM.1990) : Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ Cr2O72- + H2O Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Metode Volhard Metode Volhard didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat dalam larutan, dengan ion besi (III) dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat: Ag+ + SCN AgSCN (s) Fe3+ + SCN FeSCN2+ (merah) Metode ini dapat digunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan standar tiosianat atau titrasi tidak langsung dengan ion-ion klorida, bromide, dan iodide. Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dari perak nitrat standar ditambahkan dan kemudian dititrasi dengan tiosianat standar.
Titrasi tak langsung Model Volhard dapat digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran KSCN, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KSCN, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KSCN akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN
Metode Fajans Pada metode ini digunakan indicator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen, indicator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan Metode Fajans menggunakan titran larutan perak dengan indikator suatu senyawa flourosensi. Mekanisme yang terjadi adalah apabila endapan perak halida telah terbentuk sebagai koloid maka koloid tersebut akan dilingkupi oleh suatu asam organik lemah yang berwarna cukup kuat sehingga dapat diamati secara visual
Adsorbsi senyawa organik berwarna pada permukaan endapan dapat menginduksi pergeseran elektronik intramolekuler yang mengubah warna. Gejala tersebut digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi pengendapan garam – garam perak Suatu endapan cenderung mengadsorbsi lebih muidah ion – ion yang membentuk senyawa tidak larut dengan satu dari ion – ion dalam kisi endapan. Jadi, Ag+ ataupun Cl- akan lebih mudah diadsorbsi oleh endapan AgCl daripada oleh ion Na+ ataupun NO3-. Anion yang ada dalam larutan akan tertarik membentuk lapisan sekunder
Beberapa indikator sampel dan titran Sampel yang dititrasi Titran pH Diklorofluoresin Fluoresin Eosin Bromkresol hijau Metil lembayung Rhodamin G Bromfenol biru Alizarin merah Tetrahidroksi kuonoin Difenil amin Fe Kalium kromat Cl Br, I SCN SCN Ag Hg F Sulfat Zn Br Th (IV) Ba K4Fe(CN)6 KSCN 4 7-8 2 4-5 Asam HNO3 0,3 M
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah: Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak jelas Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan ion pengendapan Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen
Metode leibig Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indicator, akan tetapi ditunjukkan dengan adanya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut Cara Leibig hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada keadaan larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2- yang larut . Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium iodida
Titrasi Kolthoff Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku K-Ferosianida. 2K4Fe(CN)6 + 3Zn2+ K2Zn3[Fe(CN)6]2 +6K+ Kalium besi (II)s sianida kalium seng besi (II) sianida TAT dapat ditentukan dengan indikator seperti uranil nitrat, ammonium molibdat, FeCl3, difenilamin, difenilbenzidin, difenilamin sulfonat Reaksi redoks Fe2+ Fe3+ [Fe(CN)6 3-] / [Fe(CN)6 4-]
Campuran fero-ferisianida dalam asam memiliki potensial reduksi jauh lebih kecil daripada yang diperlukan untuk mengoksidasi indikator, hingga diperoleh bentuk teroksidasi berwarna intensif. Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan Zn2+ akan terjadi endapan Zn-ferosianida, diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)64- hilang dari larutan. Setelah Fe(CN)64- bereaksi sempurna akan terjadi kenaikan tajam potensial reduksi dan muncul warna biru (bentuk indikator teroksidasi) akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna biru telor asin
Latihan soal Pembakuan AgNO3 1.NaCl extra pure ditimbang 0,5733 gram dan dilarutkan sampai 100 ml. 10 ml lar dipipet dan dititrasi dg AgNO3. vol = 13,5. hitung molaritas AgNO3 ! . 2.Jika 250 ml air payau dititrasi gd lar AgNO3 (no 1), vol = 4,2 ml. berapa ppm NaCl dalam air payau? 3.Sampel x ditimbang 5,032 gram kemudian dilarutkan sampai 250 ml dan dipipet 25 ml u dititrasi dg AgNO3. vol = 9,8 ml. Berapa % kadar NaCl dalam sampel X? 4.Suatu sampel 2,630 gram mengandung campuran Na-halida yaitu NaCl, NaBr, dan NaI. Sampel dilarutkan sampai 100 ml. 10 ml larutan dititrasi dg AgNO3 0,11 M dengan indikator kromat( bereaksi dg Cl dan Br). Vol = 20,9. 10 ml lgi dititrasi dengan ind eosin ( bereaksi dg Br dan I) vol = 15,3 ml. 10 ml lagi dititrasi dg ind dikloroflourosens (bereaksi dg Cl) vol = 8,3. hitung persentase Na Cl, NaBr dan NaI dalam sampel . Bm NaCl 58,5, BM NaBr 103 dan Bm NaI 150
AgNO3 = 0,11 M x 20,9 = 2,299 mmol setara dg Cl dan Br AgNO3 = 0,11 M x 15,3 = 1,683 mmol setara dg Br dan I AgNO3 = 0,11 M x 8,3 ml = 0,913 mmol setara dg Cl a. mmol Cl = mmol NaCl = 0.913 mmol mmol NaCl total = 0,913 x 100/10 = 9.13 mmol Berat NaCl = 9,13 x 58,5 = 534,105 mg % NaCl = 0,534105 g/2,63 g x 100 % = 21,11 % b. mmol Br = 2,299 -0,913 = 1.386 mmol = NaBr mmol NaBr total = 13,86 mmol Berat NaBr = 13,86 x 103 = 1427,58 mg % NaBr = 1,42758/2,53 g x 100 % = 56,42 % c. Mmol I = 1,683 – 1,386 = 0,297 mmol = NaI mmol NaI total = 2,97 mmol Berat NaI = 2,97 mmol x 150 = 445,5 mg % NaI = 0,4455 g/2.53 g x 100 % = 17,60 %