Nama Kelompok : Djihan Umi Mardliyah (34) Kusnul Khotimah (35) Nur Alifatul M. (37) Getalia Dea Q. (42)
Hakikat Sistem Hukum Internasional
1. Pengertian sistem Hukum Internasional
Menurut Para Ahli : Hackworth Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang mengatur hubungan antara negara. 2. Oppenheimer Hukum yang timbul dari kesepakatan masyarakat internasional dan pelaksanaannya dijamin oleh external power (kekuatan dari luar). 3. J.G Starke sekumpulan Hukum (Body of Law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan Negara-negara satu sama lain.
4. JL. Brierly Mengatakan bahwa Hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan peraturan – peraturan dan asas – asas untuk berbuat sesuatu yang mengikat negara – negara beradab di dalam hubungan mereka satu sama lainnya. 5. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. Mengatakan bahwa Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional yang tidak bersifat perdata.
6. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH 6. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH. Hukum yang mengatur aktifitas internasional antar berbagai bangsa. 7. Hugo de Groot Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara Negara dengan Negara, Negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
2. Asal Mula Hukum Internasional
Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun 89 SM Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun 89 SM. Hukum tersebut lebih dikenal dengan Ius Civile (hukum sipil) dan Ius Gentium (hukum antar bangsa). Ius Civile merupakan hukum nasional yang berlaku bagi warga Romawi di manapun mereka berada. Ius Gentium yang kemudian berkembang menjadi Ius Inter Gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum Romawi dan diterapkan bagi kaula negara (orang asing) yang bukan orang Romawi, yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing.
Hukum ini kemudian berkembang menjadi Volkernrecht (bahasa Jerman), Droit des Gens (bahasa Prancis) dan Law of Nations atau International Law (Bahasa Inggis). Pengertian Volkernrecht dan Ius Gentium sebenarnya tidak sama karena dalam hukum Romawi, istilah Ius Gentum mempunyai pengertian berikut ini. a. Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dan orang asing (orang yang bukan warga kota Roma). b. Hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam (natuurecht). Menjadi dasar perkembangan hukum internasional di Eropa pada abad ke-15 sampai abad ke-19. Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum internasional dapat dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu: a. Hukum perdata Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antar warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain (antar bangsa). b. Hukum Publik Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur negara yang satu dan negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).
3. Asas Asas Dan Prinsip Hukum Internasional Dalam menjalani hubungan antar bangsa ,setiap negara harus memperhatikan asas-asas hukum internasional,yaitu : 1.Asas Teritoral Asas ini didasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya.Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut,berlaku hukum asing (internasional)sepenuhnya. 2.Asas Kebangsaan Asas ini didasarkan pada kekuasaan Negara untuk mengatur warga negaranya.Setiap warga negara dimana pun ia berada tetap mendapat perlakuan hukum dari Negaranya.Maka Asas ini disebut mempunyai kekuatan ekstrateritorial.
3. Asas Kepentingan Umum Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat.Jadi ,hukum tidak terkait pada batas wilayah suatu Negara. Prinsip-prinsip hukum internasional sebagai berikut : Tidak melakukan intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain. Adanya persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa. Adanya kemerdekaan ,kedaulatan,dan integritas teritorial suatu bangsa. Adanya iktikad baik dalam menjalin hubungan internasional. Tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa.
4. Bentuk Hukum Internasional Hukum internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan yaitu : Hukum Internasional Regional Hukum internasional regional ialah hukum internasional yang berlaku /terbatas daerah lingkungan berlakunya ,seperti Hukum Internasional Amerika /Amerika Latin ,seperti konsep landasan kontinen dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum internasional umum. Hukum Internasional Khusus Hukum internasional khusus ialah hukum internasional dalam bentuk kaidah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu,seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagi cerminan keadaan ,kebutuhan,taraf perkembangan,dan tingkat intergritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan.Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
5. Sumber Hukum Internasional Sumber –sumber internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional . Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti material dan hukum dalam arti formal. Sumber hukum material adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu Negara. Sumber hukum formal adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Menurut Brierly ,sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Sumber hukum internasional formal terdapat dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen 1920 sebagai berikut : Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa dan mengakibatkan hukum baru. Kebiasaan internasional yang diterima sebagai hukum.Jadi,tidak semua kebiasaan internasional menjadi sumber hukum.Syaratnya adalah kebiasaan itu harus bersifat umum dan diterima sebagai hukum. Asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab adalah asas hukum ynag mendasari sistem hukum modern. Keputusan-keputusan hakim merupakan sumber hukum tambahan (subsider) .
SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian subjek hukum internasional: subjek internasional adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional. B. Subjek hukum internasional terdiri atas: 1. Negara yaitu adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatu negara lain. 2. Tahta suci / Vatikan gereja katolik roma yang dikepalai oleh seorang paus,selain itu gereja katolik merupakan persekutuan hukum,artinya dalam pergaulan hukum internasional bertindak dengan kedudukkan yang sama haknya 3. Palang merah internasional(PMI) Dalam hukum internasional palang merah internasional berfungsi sebagai subjek hukum internasional karena sejarah dan di perkuat dengan berbagai perjanjian.serta konvensi jenewa tentang perlindungan korba perng pada tahun 1949.
D. Organisasi internasional Dalam pergaulan suatu organisasi banya sekali organisasi yang menyangkut hukum internasional(organisasi internasional).contohnya konvensi jenewa pada tahun 1949. E. Manusia per orang/individu Manusia juga termasuk subjek dalam hukum internasional sesuai dengan ketentuan perjanjian versailles tahun 1919. F. Pemberontakan dan pihak dalam sengketa Para pemberontak memiliki hak yang sama untuk menentukan nasibnya sendiri,hak bebas memilih sistem ekonomi,sosial,politik,dan sumber kekayaan alam.
PERANAN HUKUM INTERNASIONAL Sejak perjanjian Westpholia di tanda tangani pada tahun 1648,hukum internasional mengalami perkembangan. Perjanjian westpholia berisi tentang: 1. Mengenai toleransi. 2. Perjanjian Westphalia ini membuat banyak perubahan dalam bentuk negara modren ini 3. Berdaulat dan merdeka 4. Mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci. 5. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara 6. Kemerdekaan negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Isi perjanjian Versailles antara lain, Jerman harus menyerahkan daerah Elzas-Lotaringen kepada Perancis; Eupen, Malmedy dan Meresnet kepada Belgia; Prusia Barat dan Posen kepada Polandia; dan Danzig sebagai kota merdeka dibawah naungan LBB Jerman harus menyerahkan daerah Saar kepad LBB selama 15 tahun dan kemudiakan akan diadakan plebisit untuk menentukan apakah rakyat memilih bergabung dengan Jerman atau Perancis Jerman harus menyerahkan daerah jajahannya kepada Inggris, Perancis, dan Jepang Jerman harus membayar ganti rugi perang kepada negara-negara Sekutu sebesar 132 milyar mark emas, Jerman harus menyerahkan semua kapal dagangnya kepada Inggris. Angkatan perang Jerman diperkecil dan dilarang mengadakan wajib militrer. Daerah Rhein diduduki oleh Sekutu untuk mengawasi apakah Jerman menaati perjanjiaan Versailles atau tidak
Peranan hukum internasional terdapat dalam berbagai hal,antara lain: Terjaminnya hak-hak asasi manusia serta kedaulatan-kedaulatan negara yang menuju persamaan derajat Mengatur tata kehidupan internasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia. Memajukan kesejahteraan umum bangsa-bangsa serta menjunjung hak dan kewajiban masing-masing bangsa. Penegakan hukum internasional.
8. HUBUNGAN INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL “ Hukum Internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Hal ini tidak dapat dielakan apanila kita hendak melihat hukum internasional sebagai perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan, sehingga mempunyai hubungan dengan hukum nasional” Karena pentingnya hukum nasional masing-masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini, dengan sendirinya penting pula persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum nasional itu dengan hukum internasional.
Ada dua teori mengenai keberadaan dan berlakunya hukum internasional, yakni teori voluntaris dan obyektivis. Menurut voluntarisme ada dan berlakunya hukum internasional karena kemauan negara. Sebaliknya, menurut obyektivist ada dan berlakunya hukum internasional terlepas dari kemauan negara. Perbedaan pandangan ini menimbulkan akibat yang berbeda pula. Pendapat pertama, membawa akibat bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua perangkat hukum yang berdampingan dan terpisah. Sedangkan yang kedua, beranggapan bahwa keduanya merupakan bagian dari satu kesatuan sistem hukum. Dengan demikian, hubungan hukum internasional dengan hukum nasional menimbulkan dua teori. Teori-teori tersebut adalah teori monisme, dan dualisme.
Aliran Monoisme Tokoh teori ini adalah Hanz Kelsen dan Georges Scelle. Teori ini menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua aspek hukum dari satu sistem. Struktur hukum internasional menentukan bahwa hukum mengikat individu secara perorangan dan secara kolektif. Hukum internasional mengikat secara kolektif, sedangkan hukum nasional mengikat individu secara perorangan. b. Dualisme Tokoh teori ini adalah Triepel dan Anzilloti. Teori ini menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara intrinsik. Triepel menyatakan bahwa hukum internasional bersumber pada kehendakbersama atau kesepakan negara-negara sedangkan hukum nasional bersumber pada kehendak dan kekuasaan negara.
Anzilotti menyatakan bahwa sistem hukum internasional dan hukum nasional dilandasi prinsip dasar yang berbeda. Hukum Internasional dilandasi prinsip pacta sun servada sedangkan hukum nasional dilandasi prinsip dasar bahwa peraturan perundang-undangan harus ditaati. Perbedaan antara hukum internasional dan hukum nasional yaitu terletak pada bentuk hukumnya. Hukum internasional dan hukum nasional sama-sama mengatur hak dan kewajiban subjek hukum dan sama-sama bertujuan menciptakan ketertiban dan keadilan
9. Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional Ratifikasi adalah pengesahan suatu dokumen negara oleh parlemen, khususnya pengesahan undang-undang perjanjian Internasional dan persetujuan hukum internasional. Ratifikasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : · Ratifikasi oleh badan eksekutif · Ratifikasi oleh badan legislatif · Ratifikasi campuran a. Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menurut UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional 1. Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri
Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan Menteri, sebagai berikut : a. Latar belakang permasalahn b. Analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek yang lain dapat memengaruhi kepentingan nasional Indonesia c. Posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan 4. Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dang lingkup kewenangan masing-masing
b. Proses Ratifikasi Perjanjian Internasional Menurut Konvensi Wina 1969 Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum (perjanjian) internasional. Hal ini menimbulkan keyakinan pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat bahwa wakil yang menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum. Ratifikasi merupakan proses pengesahan. Berikut contoh proses ratifikasi hukum (perjanjian Internasional) menjadi hukum nasional. Perstujuan Indonesia-Belanda mengenai penyerahan Irian Barat yang ditandatangi di New York (15 Januari 1962) disebut agreement Perjanjian Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia-Singapura 25 Mei 1973
c. Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945 Pasal 11 UUD 1945menyatakan bahwa “ presiden dengan persetujuan dengan dewan perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kerjasama antara eksekutif (presiden) dengan legislatif (DPR), harus diperhatikan hal-hal berikut : Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU harung dengan persetujuan DPR. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan UU. Berdasarkan hal tersebut, hanya perjanjian-perjanjian yang penting (treaty) yang disampaikan DPR, sedangkan perjanjian lain (agreement) akan disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui. Pasal 11 UUD 1945 Amandemen tidak menentukan bentuk yuridis persetujuan DPR. Jadi, tidak ada keharusan bagi DPR untuk memberikan persetujuannya dalam bentuk undang-undang.
MAKASIH YO Kamapseumnida By : Kelompok 6
PERTANYAAN-TANYAAN Feri I.: Apa yang di maksud dengan konsep landasan kontingen? Irma R. : Apa yang dimaksud ratifikasi campuran? Arizal D.A. : Apakah setiap kebiasaan internasional menjadi sumber hukum internasional? Erin N.H : jelaskan perbedaan hukum internasional perdata dengan publik ? Lutfi nur laili aida:Apa yang di maksud dengan intregritas teritorial? Kiki rizmawati:Apa yang dimaksud dengan iktikad baik dalam menjalin hubungan internasional?