Dr. jur. M. Udin Silalahi, SH., LL.M KEPAILITAN Dr. jur. M. Udin Silalahi, SH., LL.M
KEPAILITAN Pendahuluan Sejarah Hukum Kepailitan Prinsip Dasar Hukum Kepailitan Jangkauan Penerapan UU No. 37 Tahun 2004
Pendahuluan Dalam kegiatan ekonomi uang sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhannya atau untuk menjalankan kegiatan usahanya dan untuk mengembangkan usahanya. Untuk mengembangkan suatu usaha (bisnis), adakalanya orang atau badan hukum (usaha) mengalami kekurangan uang (dana). Untuk memenuhi kekurangan tersebut pelaku usaha melakukan peminjaman.
Pendahuluan Khususnya bagi badan hukum terdapat sumber-sumber peminjaman, seperti bank dan lembaga keuangan yang lain. Dalam menjalankan usaha, adakalanya pelaku usaha mengalami kemajuan (mendapat keuntungan) dan adakalanya mengalami kerugian. Apabila pelaku usaha mengalami kerugian, maka pelaku usaha tersebut tidak dapat mengembalikan uang (dana) yang dipinjamnya. Hal ini dialami oleh Pengusaha Indonesia pada petengahan tahun 1997. Indonesia menglamai krisis ekonomi dan moneter.
Pendahuluan Para Debitor tidak mampu mengembalikan hutang-hutangnya kepada Kreditor. Dalam kaitan ini, International Monetary Fund (IMF) menawarkan bantuan keuangan kepada Pemerintah Indonesia guna pemulihan ekonomi Indonesia, tetapi dana tersebut akan dicairkan secara bertahap dengan beberapa syarat yaitu antara lain bebeberapa peraturan perundang-undangan harus dipunyai oleh Pemerintah Indonesia, seperti UU Kepailitan, UU Antimonopoli dan lain-lain. Jadi, keberadaan UU Kepailitan Indonesia merupakan salah satu syarat yang diminta oleh IMF dalam upaya pengaturan hukum bisnis di Indonesia, khususnya sarana hukum yang mengatur soal pemenuhan kewajiban debitor kepada kreditur.
Sejarah Hukum Kepailitan Hampir setiap negara mengenal hukum kepailitan di dalam hukumnya. Hukum kepailitan sudah dikenal sejak jaman Romawi. Jika ditelusuri kata bangkrut berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata bankrupt yang berasal dari undang-undang di Italia yang disebut dengan banca rupta. Sementara itu, pada abad pertengahan di Eropa ada praktek kebangkrutan di mana dilakukan penghancuran bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta para kreditur.
Sejarah Hukum Kepailitan Negara-negara yang mempunyai tradisi hukum Common Law, dimana hukumnya berasal dari Inggris Raya, pada tahun 1552 merupakan tonggak sejarah, karena hukum pailit dari tradisi romawi di adopsi ke negeri Inggris dengan diundangkannya undang-undang yang disebut dengan Act Against Such Persons As Do Make Bankrupt oleh parlemen pada kekaisaran Raja Henry VIII. UU ini menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman bagi debitur nakal yang ngemplang untuk membayar hutang sambil menyembunyikan aset-asetnya dan memberikan hak-hak bagi kelompok kreditur yang tidak dimiliki oleh kreditur secara individual.
Sejarah Hukum Kepailitan Pejabat kerajaan ditugaskan dan diberi wewenang untuk menyita dan kemudian menjual harta milik Debitor untuk dibagi pro rata kepada Kreditor. Seringkali juga Debitor ditambah hukuman penjara. Hal ini dipengaruhi oleh hukum Romawi, Debitor yang dianggap sangat keterlaluan akan juga dikenakan hukuman mati. Kemudian debitor yang tidak dapat membuktikan bahwa kektidakmampuan pembayaran karena disebabkan oleh kegagalan usaha semata, maka telinganya akan dipotong.
Sejarah Hukum Kepailitan Pada abad 17 diperkenalkan sistem yang lebih akomodatif, di mana untuk kriteria tertentu Debitor yang jujur tetapi kurang beruntung dapat dibebaskan dari kewajiban pembayaran utang kepada para Kreditor. Pada awal dikenal hukum pailit di Inggris banyak mengatur tentang larangan pengalihan properti tidak dengan itikad baik (fraudelent conveyance statute) atau apa yang sekarang disebut dengan actio pauliana.
Sejarah Hukum Kepailitan Selain itu, dalam undang-undang lama Inggris juga mengatur antara lain tentang hal-hal sebagai berikut: Usaha menjangkau bagian harta debitur yang tidak diketahui (to parts unknown); Usaha menjangkau debitur nakal yang mengurung diri di rumah (keeping house), karena dalam hukum Inggris lama, seseorang sulit dijangkau oleh hukum jika dia berada dalam rumahnya berdasarkan asas man’s home is his castle; Usaha untuk menjangkau debitur nakal yang berusaha untuk tinggal di tempat-tempat tertentu yang kebal hukum, tempat mana sering disebut dengan istilah sanctuary. Mirip dengan kekebalan hukum bagi wilayah kedutaan asing dalam hukum modern;
Sejarah Hukum Kepailitan Usaha untuk menjangkau debitur nakal yang berusaha untuk menjalankan sendiri secara sukarela terhadap putusan atau hukum tertentu yang diajukan oleh temannya sendiri. Biasanya untuk maksud ini terlebih dahulu dilakukan rekayasa tagihan dari temannya untuk mencegah para krediturnya mengambil aset-aset tersebut. The Insolvency Act 1986 yang diberlakukan pada tanggal 29 Desember 1986
Sejarah Hukum Kepailitan Di Amerika Seikat Diawali dengan perdebatan konstitusional yang menginginkan Kongres memiliki kekuasaan untuk membentuk suatu aturan yang uniform tentang kebangkrutan. Diperdebatkan sejak diadakannya Constitutional Convention di Philadelpia dalam tahun 1787 Di dalam The Federalist Papers, seorang founding father dari negara Amerika Serikat yaitu James Madison mendiskusikan tentang apa yang disebut dengan Bankruptcy Clause.
Sejarah Hukum Kepailitan Bankruptcy Clause adalah: Kewenangan untuk menciptakan sebuah aturan yang uniform mengenai kebangkrutan adalah sangat erat hubungannya dengan aturan mengenai perekonomian (commerce), dan akan mampu mencegah terjadinya begitu banyak penipuan, dimana para pihak atau harta kekayaannya dapat dibohongi atau dipindahkan ke negara bagian yang lain secara tidak patut.
Sejarah Hukum Kepailitan Di AS Debitor pailit merupakan terdakwa (criminal offender) dan akan dimasukkan ke penjara, bahkan kadangkala dihukum mati. Pada tahun 1833, di AS terdapat 75.000 orang yang dipenjara karena pailit. Namun konsep penghukuman kepailitan berubah pada sekitar abad ke 20, lebih diarahkan kepada civil relief dimana pemidanaan penjara dihapuskan bagi kasus kepailitan, seperti konsep kepailitan modern sekarang ini.
Sejarah Hukum Kepailitan AS mengundangkan Undang-undang tentang Kebangkrutan pertama pada tahun 1800, yang isinya mirip dengan Undang-undang Kebangkrutan di Inggris pada saat itu. Tetapi selama abad 18 beberapa negara-negara bagian mempunyai undang-undang negara bagian yang bertujuan untuk melindungi debitor (dari hukuman penjara karena tidak bayar hutang) yang disebut dengan Insolvency Law.
Sejarah Hukum Kepailitan Selanjutnya UU Federal AS Tahun 1800 tersebut diubah atau diganti antara lain dalam tahun 1841, 1867, 1878, 1898, 1938 (the Chandler Act), 1867, 1898, 1978 dan 1984. Antara tahun 1841 sampai dengan tahun 1867 tidak terdapat sama sekali undang-undang federal mengenai kebangkrutan. Sebab undang-undang lama telah dicabut sementara undang-undang pengganti baru terbentuk tahun 1867
Sejarah Hukum Kepailitan Sekarang AS mempunyai UU Kebangkrutan yaang disebut Bankruptcy Code Salah satu bagian yang terpenting dan sangat populer dalam Bankruptcy Code adalah apa yang disebut dengan Chapter 11, yang berjudul Reorganizaiton, sementara Chapter 7 adalah tentang Liquidation.
Sejarah Kepailitan Di Indonesia Secara formal, hukum kepailitan sudah ada sejak tahun1905, yaitu dengan diberlakukannya S. 1905 – 217 (Faillissementsverordening) juncto S. 1906 – 348 diberlakukan mulai tgl. 1 November 1906. Dengan berlakunya Failissementsverordening tersebut, maka dicabutlah seluruh Buku Ketiga dari Wetboek van Koophandel (WvK) yang berjudul van de Voorzieningen in geval van onvermogen van kooplieden (Peraturan tentang Ketidakmampuan Pedagang) yang dicabut oleh Pasal 2 Verordening ter invoering van de Failissementsverordening (S. 1906-348).
Sejarah Kepailitan Dan Reglement op de Rechtsverordening atau disingkat Rv (S. 1847-52 jo. 1849-63), Buku Ketiga, Bab Ketujuh, Pasal 899 sampai dengan Pasal 915 di bawah title “Van den Staat van Kenneljik Onvermogen” (Tentang Keadaan Nyata-nyata Tidak Mampu) dicabut oleh S. 1906-348. Kepailitan yang diatur di Faillissementsverordening S. 1905-217 jo. S. 1906-348 (Fv) harus disempurnakan. Kemudian telah diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1/1998 yang kemudian telah diterima dan disahkan oleh DPR RI menjadi UU No. 4/1998 tentang Kepailiatan (UUK).
Sejarah Kepailitan Perpu kepailitan ini tidak menggantikan peraturan kepailitan yang lama, yaitu Faillissement Verordening yang tertuang dalam S. 1905 – 217 juncto S. 1906 – 348, melainkan Perpu Kepailitan tersebut hanya mengubah dan menambah Faillissement Verordening tersebut. Karena secara juridis formal, peraturan kepailitan yang lama tersebut masih tetap berlaku. Hanya saja, karena pasal-pasal diubah (termasuk) diganti dan ditambah sedemikian banyaknya, maka sungguhpun secara formal perpu kepailitan hanya mengubah peraturan yang lama, tetapi secara material, perpu kepailitan tersebut telah mengganti peraturan yang lama tersebut.
Prinsip Dasar Hukum Kepailitan Dengan memahami sejarah hukum kepailitan sampai konsep modern sekarang ini, maka dapat diklasifikasikan kategori dasar dari hukum kepailitan, yaitu 1) debt collection, 2) debt forgiveness dan 3) debt adjustment. Dengan memahami kategori ini, maka dapat dianalisa hal apa yang harus dilakukan terhadap harta kekayaan, orang, dan insolvent obligor dalam suatu rejim hukum kepailitan.
Prinsip Dasar Hukum Kepailitan Debt collection merupakan konsep pembalasan dari Kreditor terhadap Debitor pailit dengan menagih klaimnya terhadap debitor atau harta kreditor. Pada jaman dahulu konsep debt collection dimanifestasikan dalam bentuk perbudakan, pemotongan sebagian tubuh debitor (mutilation), dan bahkan pencincangan tubuh debitor (dismemberment). Pada hukum kepailitan modern konsep ini dimanifestasikan dalam bentuk antara lain likuidasi asset.
Prinsip Dasar Hukum Kepailitan Debt forgiveness dimanifestasikan dalam bentuk asset exemption (beberapa harta debitor dikecualikan terhadap budel pailit), relief from imprisonment (tidak dipenjara karena gagal bayar utang), moratorium (penundaan pembayaran untuk jangka waktu tertentu), dan discharge of indebtedness (pembebasan debitor atau harta debitor untuk membayar utang pembayaran yang benar-benar tidak dapat dipenuhi).
Prinsip Dasar Hukum Kepailitan Debt adjustment merupakan suatu aspek dalam hokum kepailitan yang dimaksudkan untuk merubah hak distribusi dari para kreditor sebagai suatu grup. Implementasi dari konsep ini adalah pro rata distribution atau structure prorate (pembagian berdasarkan kelas kreditor). Juga termasuk dalam konsep ini adalah reorganisasi atau PKPU.
UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan Dengan berlakunya UU No. 4/1998 tentang Kepailitan, maka dalam membahas pasal-pasal dari Faillissementsverordening berbagai istilah dalam Faillissementsverordening telah disesuaikan dengan istilah yang digunakan dalam UU No. 4/1998 tersebut.
UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan Istilah yang telah disesuaikan antara lain sebagai berikut: Raad van Justitie atau Pengadilan Negeri menjadi Pengadilan Niaga. Weeskamer atau Balai Harta Peninggalan menjadi Kurator. Hakim Komisaris menjadi Hakim Pengawas
UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan UU No. 4/1998 tidak menggantikan tetapi hanya mengubah dan menambahkan beberapa pasal dalam Faillissementsverordening saja. Jadi sebagian besar pasal-pasal dari Faillissementsverordening yang tidak diganti atau dirubah dan tidak dinyatakan tidak berlaku lagi tetap masih berlaku. Salah satu hal yang baru dalam UU Kepailitan No. 4/1998 diperkenalkannya asas hukum yang disebut dengan Verplichte Procureur Stelling, yaitu adanya kewajiban bahwa setiap permohonan kepailitan harus diajukan oleh penasehat hukum, dalam hal ini penasehat hukum yang mempunyai izin praktek
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan kegiatan usaha, maka UU No. 4/1998 telah dirubah melalui UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang berlaku sejak tanggal 18 Oktober 2004 (Pasal 308). UU Kepailitan dan PKPU ini didasarkan pada beberapa asas, yaitu antara lain adalah: Asas Keseimbangan Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu disatu pihak terdapat ketentuan yang mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, dilain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik. Asas Kelangsungan Usaha Dalam UU Kepailitan dan PKPU terdapat ketentuan yang memungkinakn perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
UU No. 37 Tahun 2004 Asas Keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memnuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak memperdulikan Kreditor lainnya. Asas Integrasi Asas integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Beberapa Pokok Materi Baru dalam UU No. 37 Tahun 2004 Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. Utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase (Penjelasan pasal 2 ayat 1). Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
Mengapa mengenai Kepailitan dan PKPU perlu diatur? Ada beberapa faktor mengapa perlu pengaturan Kepailitan dan PKPU: Untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya Debitor. Untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang Kreditor atau Debitor sendiri. Misalnya Debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seseorang atau beberapa orang Kreditor tertentu sehingga Kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari Debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggungjawabnya terhadap Kreditor.
Jangkauan Penerapan UU No. 37 Tahun 2004 UU Kepalilitan dan PKPU berlaku bagi Debitor, debitor baik orang perorang /natürliche persoon maupun debitor yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum yang berkedudukan hukum di wilayah Indonesia. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan (Pasal 1 angka 3).
Jangkauan Penerapan UU No. 37 Tahun 2004 Akan tetapi tidak setiap orang atau badan hukum dapat mengajukan permonohonan pernyataan pailit bagi: Bank, karena permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal 2 ayat 3). Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, karena permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (pasal 2 ayat 4). Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensium, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, karena permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (pasal 2 ayat 5).
Jangkauan Penerapan UU No. 37 Tahun 2004 Sektor Perbankan, BAPEPAM dan Lembaga keuangan lainnya berada dibawah pengaturandan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 6). Jadi permohonan pailit terhadap: Perbankan (Pasal 7 a); Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian; dan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensium, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, diajukan melalui OJK (Pasal 55 UU OJK).
Syarat Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor (Concursus Creditorum) dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Permohonan pailit dapat diajukan baik oleh Debitor itu sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya (pasal 2 ayat 1). Permohonan pailit harus diajukan oleh seorang advokat (Pasal 7 ayat 1). Permohonan pailit dapat juga diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat 2). Debitor yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya (Pasal 4 ayat 1). Hal ini tidak berlaku, apabila tidak ada persatuan harta (pasal 4 ayat 2).
Syarat Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat tinggal masing-masing persero yang secara langsung tanggung renteng terikat untuk seluruh hutang.
Syarat Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.
Syarat Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Permohonan pernyataan pailit diajukan debitor perorangan kepada Ketua Pengadilan dengan memenuhi dokumen sbb: Surat permohonan bermeterai (cukup) Izin Pengacara yang telah dilegalisir/Kartu Pengacara Surat Kuasa Khusus Surat Tanda Bukti Diri (KTP) dari suami istri yang masih berlaku Persetujuan suami/istri yang dilegalisir Daftar asset dan tanggungjawab Neraca pembukuan terakhir (dalam hal perorangan memiliki perusahaan)
Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Panitera mendaftarkan permohonan penyataan pailit pada tgl permohonan yang bersangkutaan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berrwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran (Pasal 6 ayat (2)) Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 6 ayat 3). Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah tgl permohonan didaftarkan, Pengadilan mempelajari dan menetapkan hari sidang (Pasal 6 ayat 4).
Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tgl permohonan didaftarkan (Pasal 6 ayat 6). Atas permohonan Debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana telah ditetapkan oleh Pengadilan (Pasal 6 ayat 7)
Pemanggilan Pengadilan wajib memanggil Debitor apabila pemohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditor, kejaksaan, BI, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan; dapat memanggil Debitor apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor. Pemanggilan dilakukan oleh Juru Sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan. Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh Debitor, jika dilakukan oleh juru sita.
Putusan Pengadilan Permohonaan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, yaitu minimal terdapat dua kreditor dan satu jatuh waktu dan dapat ditagih. Putusan Pengadilan harus diucapkan paling lambat 60 haris setelah tanggal permohonan pernyataan pailit.
Isi Putusan Pengadilan Putusan memuat: Pasal tertentu yang dijadikan dasar hukum untuk mengadili; dan Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbedaa dari hakim anggota atau ketua majelis (dissenting opinion). Putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum (uitvoerbaar bij voorrad-serta merta).
Putusan Pengadilan Dalam hal putusan pernyataan pailit diucapkan, pada saat itu juga diangkat seorang Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan (Pasal 15 ayat 1) Sejak putusan pailit dibacakan, terhitung jam 00 pada tgl tersebut Debitor dinyatakan pailit, dan Kurator dapat langsung melakukan pemberesan harta pailit Debitor.