Pembatalan Hukuman Dalam hukum Islam, hukuman menjadi batal (gugur) dikarenakan ada sebab tertentu. Sebab-sebab ini bersifat khusus dan kondisional karena memberi pengaruh berbeda terhadap hukuman
Kondisi yang dapat membatalkan hukuman Meninggalnya pelaku Hilangnya objek (anggota badan) yang akan diqishas), yaitu hukuman qishas yang tidak menghilangkan nyawa. Taubat, khusus pada jarimah hirabah yang berhubungan dengan hak masyarakat (al-Maidah ayat 34), sedangkan hukuman yang menyentuh hak pribadi (individu), taubat tidak menghapuskan hukuman. Perdamaian, berlaku pada tindak pidana qishash-diyat, sedangkan jarimah lainnya tidak berlaku. Hadis Nabi: “ Barangsiapa membunuh dengan sengaja maka ia diserahkan kepada keluarga korban, jika menghendaki, mereka (keluarga korban) bisa membunuhnya; mereka bisa mengambil diyat; dan apa yang diperdamaikan maka menjadi milik mereka (jiwa korban)”
Pengampunan, pengampunan dalam jarimah hudud tidak mempengaruhi batalnya hukuman (tidak berlaku), kecuali dalam jarimah qishash-diyat. Hadis Nabi riwayat Anas bin Malik “aku tidak melihat Rasulullah Saw ketika mendapatkan laporan tentang qishash kecuali beliau memrintahkan untuk memaafkan” Kadaluwarsa, berlalunya suatu waktu tertentu atas putusan asanya hukuman tanpa dilaksanakannya hukuman tersebut sehingga pelaksanaan hukuman menjadi terhalang.
Mayoritas fuqaha berpendapat kadaluwarsa tidak menggugurkan hukuman. Hukuman tidaklah gugur dalam pidana selain ta’zir (Malik, Syafi’i dan Ahmad). Dalam pidana ta’zir prinsip kadaluarsa dapat berlaku karena kewenangan hakim memandang perlu tidaknya hukuman dilaksanakan atas dasar kemaslahatan umum Hukuman menjadi gugur dalam pidana ta’zir, hudud, kecuali qazaf, qishash-diyat hukumannya tidaklah gugur walaupun kadaluarsa.