kajian fiqih Ust. Lalu Abdul Mukmin, M.Pdi Jum’at, 25 April 2019 Ba’da Shubuh Masjid Al Falah Taman Bona Indah
Shiam atau shaum, artinya menurut bahasa adalah mengekang/ menahan/ imsak. Sedangkan menurut syara’ adalah menahan nafsu dari setiap yang membatalkan puasa, dengan memenuhi syarat syarat tertentu.
Puasa diwajib’kan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah. Nabi Muhammad saw. mengerjakan puasa Ramadhannya sembilan kali, delapan kali dikerjakan selama sebulan kurang (29 hari), sedangkan yang genap 30 hari hanya sekali. Puasa Ramadhan itu merupakan sebagian dari ketentuan bagi umat kita (umat Nabi Muhammad saw.) dan termasuk kewajiban yang telah dimaklumi dari agama dengan jelas.
Firman Allah : “Hai orang – orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Yaitu) pada hari – hari yang ditentukan (bulan Ramadhan).” (Al Baqarah : 183 – 184)
Sabda Nabi Muhammad saw. : Para ulama secara ijmak menetapkan wajibnya berpuasa pada bulan Ramadhan, karena : Berakhir tanggal 30 sya’ban Adanya seorang yang adil melihat bulan, walaupun keadilannya mastur (tidak ditampakkan), ia melihat bulan setelah metahari terbenam, bila mempersaksikannya dihadapan qadhi (hakim) walaupun keadaan cuaca pada waktu itu mendung. Sabda Nabi Muhammad saw. : “Berpuasalah kamu karena melihat bulan, dan berbukalah kamu karena melihatnya pula. Kalau keadaan cuaca mendung, maka sempurnakanlah perhitungan bulan sya’ban 30 hari.” (HR. Bukhari Muslim)
Ada 5 hari yang diharamkan berpuasa, yaitu : Hari raya Iedul Fitri Hari raya Iedul Adha Hari tasyrik (11, 12, dan 13 dzulhijjah) Syarat wajib puasa, yaitu : Beragama Islam Cukup umur (baligh) Sehat akalnya (tidak gila) Kuat berpuasa
Rukun (Fardhu) puasa, yaitu : Niat di hati, untuk puasa wajib (puasa Ramadhan, puasa nazar) maka niatnya harus di malam hari. Mengekang nafsu (menahan diri) dari segala yang merusak puasa, termasuk didalamnya makan, minum, bersetubuh dengan isteri, muntah dengan sengaja, dll.
Hal – hal yang merusak puasa : Memasukkan benda apa saja kedalam lubang yang terbuka ataupun tertutup, misal pada luka – luka di kepala bagian dalam. Menyemprotkan obat kedalam salah satu 2 jalan, yakni qubul atau dubur pada waktu sakit. Sengaja muntah, berbeda dengan tak disengaja tidak membatalkan puasa. Sengaja bersetubuh dengan isteri. Inzal, yakni mengeluarkan air mani tanpa bersetubuh, berbeda dengan mimpi karena keluar air mani akibat mimpi tidak membatalkan puasa.
Sunah puasa, yaitu: Segera berbuka, ketika telah jelas matahari tenggelam, tapi kalau masih meragukan, maka jangan segera berbuka. Dan yang disunahkan dalam berbuka adalah buah kurma, kalau tidak cukup dengan air saja. Menunda (mengakhirkan) sahur, selama tidak sampai tiba saat syak (waktu imsak), kalau terjadi demikian tidak perlu melambatkannya. Dan dengan makan sahur itu telah diperoleh kesunatan walau hanya sesuap nasi dan seteguk air. Menjauhkan diri dari omongan kotor (perkataan keji), maka yang tengah berpuasa harus pandai memelihara diri, jangan sampai berdusta atau menggunjing, memaki dan lain – lain.
Barangsiapa bersetubuh dengan isteri secara sengaja di saat puasa yang telah diniati di malam harinya, maka ia berdosa. Akibat pelanggaran tersebut maka wajib membayar puasanya serta kifarat dan memerdekan budak yang mukmin. Kalau tidak harus ditebus dengan berpuasa 2 bulan penuh. Kalau tidak kuat maka diganti dengan uang makan sejumlah 60 orang fakir miskin, masing – masing sebanyak 1 mud (2 ½ kg beras). Kalau tidak mampu, maka hendaknya dicatat sebagai hutang, sewaktu – waktu ada kemampuan hendaknya kifarat tersebut dipenuhi.
Barangsiapa mempunyai hutang puasa Ramadhan (puasa wajib) hingga ajal tiba tidak dapat membayarnya, kalau tidak, puasanya itu karena terhalang, misal berbuka di siang hari karena sakit yang tak henti – henti, maka ia tidak berdosa dan tidak pula wajib membayar fidyah. Tapi kalau tidak puasanya itu tanpa uzur, dan ia meninggal sebelum memenuhi hutang, maka ia wajib membayar fidyah, dengan memberi uang makan fakir miskin sebesar 1 mud setiap hari. Adapun pembayarannya oleh wali atau ahli warisnya diambil dari harta peninggalan. Orang – orang tua yang lanjut usia lagi lemah termasuk juga mereka yang menderita sakit parah, tiada harapan sembuh, jika tidak kuat berpuasa, maka boleh tidak berpuasa tapi harus memberi makan fakir miskin 1 mud setiap hari.
Wanita yang tengah hamil dan menyusui anknya, boleh berbuka (tidak berpuasa) kalau memang mencemaskan, diliputi rasa khawatir terganggu kesehatan tubuhnya akibat berpuasa, namun masing – masing wajib mengqadha dan membayar kifarat juga. Orang yang sakit dan musafir yang tengah bepergian jauh yang diperbolehkan syara’ (artinya perginya dalam rangka mencari nafkah bukan maksiat dan jauhnya telah mencapai jarak yang diperkenankan menjama’ atau mengqadha shalat yakni ± 90 km) , kalau dengan puasa terasa berat,’ maka kedua orang tersebut boleh berbuka, tapi wajib mengqadha puasanya.