SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH
Penyakit Demam Berdarah ( DBD ) Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue Ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty. Menyerang semua usia Lebih banyak menyerang anak-anak Ada kecenderungan peningkatan penderita penyakit DBD pada orang dewasa
Penyebab penyakit Virus dengue yang sampai sekarang ini dikenal ada 4 tipe termasuk dalam group B Anthropod Borne Virus ( Arbovirus ) Keempat virus ini telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype virus yang dominant dan menyebabkan kasus berat Masa inkubasi penyakit DBD < 7 hari
Penularan penyakit DBD Umumnya ditularkan melalui gigitan ny. Aedes aegepty Dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus yg hidup di kebun Kedua jenis nyamuk ini terdapat dihampir seluruh pelosok di Indonesia Orang yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam dengue demam yang ringan dengan tanda / gejala yang tidak spesifik/ asimptomatis Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Orang yang sebelumnya pernah kemasukan virus dengue, kemudian kemasukan virus dengue virus tipe lain, orang tersebut dapat terserang penyakit DBD
Tanda dan Gejala Penyakit Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama hari, kemudian turun dengan cepat Tanda-tanda perdarahan Trombositopeni ( <= / mm3 ) Pembesaran hati Hemokonsentrasi (meningginya hematokrit sebanyak 20%) Diferential Diagnosa Chikungunya ( DC )
Justifikasi Pelaksanaan Surveilans DBD Penyakit Demam Berdarah merupakan vector borne disease dan potensial terjadi KLB, Surveilans Demam Berdarah terutama ditujukan untuk deteksi KLB dan monitoring program penaggulangan. Setiap letusan KLB harus dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pemutusan penularan serta pengambilan dan pemeriksaan specimen
Pelaksanaan surveilans DBD Tujuan : Prediksi dan deteksi dini Kejadian Luar Biasa Menyediakan informasi epidemiologi yang peka tehadap perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan Menentukan prioritas, kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan dan menggerakkan sumber daya program Monitoring, evaluasi atau peningkatan program pemberantasan penyakit Alat dalam mengambil keputusan masalah kesehatan
Definisi Kasus DBD Pada Surveilans Kriteria klinis : DBD ditandai dengan gejala awal demam yang mendadak serta timbulnya tanda dan gejala klinis yang tidak khas. Terdapat kecenderungan diatesis hemoragik dan resiko terjadi syok yang berakibat pada kematian. Hemostasis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah perubahan patofisiologis yang paling mencolok, disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan yang selalu ada.
Kasus Suspek Demam Dengue: memiliki dua atau lebih tanda-tanda berikut ini: Demam mendadak dengan sakit kepala bagian dahi Nyeri belakang mata Nyeri otot dan sendi Timbul rash / kemerahan
Kasus DHF Kasus dengan demam tinggi mendadak dalam jangka waktu 2-7 hari dengan satu atau lebih gejala : Tes tourniquet positif Perdarahan dibawah kulit Perdarahan pada mukosa Pembesaran hati.
Kasus tersangka ( Probable ) Demam dengue adalah suspek kasus yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus pasti DHF Kasus dihitung dengan jumlah tombosit, 100 – 000 /mm3 DSS Kasus dengan kenaikan heamatrocyt 25 % atau lebih.
Kasus Pasti ( Konfirmasi Laboratorium ) Ditemukan IgM ( pada KLB ) Dapat isolasi virus dengue dari serum atau specimen otopsi
Klasifikasi daerah rawan DBD Desa rawan I ( endemis ) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD Deasa rawan II ( sporadic ) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD Desa rawan III ( potensial ) yaitu dalam 3 tahun tidak ada kasus, tetapi berpenduduk padat, transportasi rawan dan ditemukan jentik > 5%. Desa bebas yaitu desa yang tidak pernah ada kasus
Sumber Data Surveilans DBD Sumber data kasus : Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita rawat inap dan rawat jalan laporan rumah sakit melalui laporan RI.2a dan RL2b yang dirangkum pada Sistem Surveilans Terpadu Penyakit ( SSTP ) Kabupaten / Kota atau Propinsi. Laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit ( KDRS ) setiap ada kasus, merupakan indek kasus yang perlu dilakukan penelusuran lapangan.
Sumber Data Surveilans DBD Puskesmas : Laporan morbiditas Puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau SIMPUS yang datanya dirangkum dalam data System Terpadu Penyakit ( SSTP ) kabupaten / kota atau propinsi atau laporan puskesmas sentinel bagi kabupaten / kota yang memiliki Laporan mingguan ( W2 ) puskesmas bagi surveilans Kab / Kota dan surveilans propinsi Laporan W1 ( 24 jam ) bila ada indikasi KLB Laporan bulan program dengan form K. DBD di Puskesmas dan tingkat kabupaten / kota
Sumber Data Surveilans DBD Hasil Pemeriksaan Laboratorium Belum semua Balai Pengobatan Kesehatan pusat / daerah dapat melakukan pemeriksaan tetapi data hasil pemeriksaan laboratorium perlu dimanfaatkan dalam analisa surveilans. Hasil Penyelidikan kasus di lapangan Penyelidikan kasus DBD di lapangan sangat penting dan bermanfaat, karena kemungkinan akan ditemukan factor risiko terjadi penularan serta didapatkan kasus Data kegiatan program Laporan pelaksaan Fogging dari Form K.DBD dan Angka Jentik Berkala ( ABJ ) hasil kegiatan PJB yang di lakukan surveilans kabupaten / kota
PRESENTASI DAN ANALISA DATA Grafik Kasus DBD menurut umur, waktu bulan / tahun dan klasifikasi diagnosis Tabel Kasus dan kematian DBD menurut umur da klasifikasi diagnosis Untuk meningkatkan manajemen kasus Tabel Insiden rate per area geografis kasus Spot Map Insidens Rate / populasi menurut area geografis Area Map Klasifikasi daerah rawan DBD
KEGUNAAN DATA SURVEILANS UNTUK MANAJEMEN Monitoring Case Fatality Rate untuk meningkatkan manajemen kasus RS Monitor insiden rate untuk menilai dampak program Dapat mendeteksi KLB agar dapat melakukan segera tindakan penanggulangan Informasi insiden rate menurut umur, geografis untuk mengetahui daerah rawan DBD Penyelidikan epidemiologi KLB akan mengetahui epidemiologi dan mengetahui factor penyebab terjadi terjadi KLB agar tidak terulang kembali.
Masalah Pelaksanaan Surveilans DBD Data tidak dianalisis Feed back ke sumber data sangat jarang Banyak beban pada sumber data Kurang mendapat perhatian dari pimpinan