TAHAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI
Pasal 1 angka 1 UU No. 12/2011 jo Pasal 1 angka 1 Permendagri No Pasal 1 angka 1 UU No. 12/2011 jo Pasal 1 angka 1 Permendagri No. 53/2011 jo Perda No. 2/2011 menentukan tahapan pembentukan Perda Provinsi sebagai berikut: Perencanaan; Penyusunan; Pembahasan; Pengesahan atau penetapan; dan pengundangan.
Tahap Perencanaan Pasal 32 dan Pasal 39 UU No. 12/2011 jo Pasal 8 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa setiap Perda Povinsi yang dibentuk sebelumnya harus dimuat dalam Prolegda. Prolegda merupakan instrumen perencanaan program pembentukan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
Pasal 8 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi. Pasal 8 Perda No. 2/2011 menentukan bahwa tujuan penyusunan Prolegda adalah agar Pembentukan Peraturan Daerah dapat disusun secara optimal, terencana, terpadu, sistematis, dan berdasarkan kebutuhan daerah. untuk menjaga agar proses pembentukan Peraturan Daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.
Penyusunan Prolegda di lingkungan pemerintah daerah Provinsi (Pasal 9-Pasal 11 Permendagri No. 53/2011) Gubernur memerintahkan kepala SKPD untuk menyusun Prolegda. Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun. Penyusunan Prolegda dikoordinasikan oleh Biro Hukum Provinsi. Hasil penyusunan tersebut disampaikan kepada Gubernur melalui Sekda Provinsi. Gubernur menyampaikan hasil penyusunan Prolegda kepada Balegda melalui pimpinan DPRD Provinsi.
Penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD Provinsi (Pasal 12 & Pasal 13 Permendagri No. 53/2011) Prolegda di lingkungan DPRD disusun oleh Balegda. Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun.
Penyusunan Prolegda antar Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda. Hasil penyusunan Prolegda tersebut ditetapkan dalam rapat paripurna dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
Tahap Penyusunan Pasal 15 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) dapat berasal dari usul DPRD Provinsi dan usul Gubernur, yang dilakukan berdasarkan Prolegda. Penyusunan Perda yang berasal dari usul Gubernur Gubernur memerintahkan SKPD untuk menyusun Raperda berdasarkan Prolegnas. Penyusunan tersebut disertai dengan naskah akademik/penjelasan/keterangan. SKPD mengajukan Raperda tersebut kepada Biro Hukum Provinsi sebagai koordinator. Raperda tersebut kemudian diserahkan kepada Gubernur melalui Sekda Provinsi. Gubernur menyampaikan Raperda tersebut kepada DPRD Provinsi untuk dibahas.
Penyusunan Perda yang berasal dari DPRD Provinsi Raperda yang berasal dari DPRD Provinsi dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau Balegda. Raperda tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD Provinsi dan disertai dengan naskah akademik. Pimpinan DPRD menyerahkan kepada Balegda untuk dilakukan pengkajian. Hasil pengkajian disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi dalam rapat paripurna dan hasil tersebut paling lambat 7 hari harus diserahkan kepada semua anggota sebelum rapat paripurna.
Lanjutan Rapat paripurna dapat menyetujui, menyutujui dengan perubahan, atau penolakan Raperda yang telah disetujui disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur untuk dilakukan pelbahasan. Pasal 33 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa apabila dalam satu masa sidang ada dua Raperda, maka yang dibahas adalah Raperda yang berasal dari DPRD.
Pasal 38 UU No.12/2011 menentukan bahwa dalam keadaan tertentu, DPRD atau Gubernur, dapat mengajukan Raperda di luar Prolegda. Keadaan tertentu tersebut ialah: untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; akibat kerja sama dengan pihak lain; dan keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Peraturan Daerah yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.
Lanjutan Sedangkan Pasal 21 ayat (3) Perda No. 2/2011 menentukan bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu yaitu: melaksanakan kebijakan mendesak dari Pemerintah; adanya pembatalan Peraturan Daerah oleh Pemerintah; melaksanakan putusan Mahkamah Agung; mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, atau keadaan tertentu lainnya yang memiliki urgensi daerah bahwa Rancangan Peraturan Daerah tersebut perlu diajukan.
Tahap Pembahasan Pasal 34 ayat (1) Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa pembahasan Raperda dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur, untuk mendapatkan persetujuan bersama. Di Provinsi Jawa Timur, pembahasan Raperda Provinsi Jawa Timur dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.
Pembicaraan tingkat I meliputi: Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: penjelasan Komisi, Gabungan Komisi, Balegda, atau Pansus dalam rapat paripurna; pendapat Gubernur dalam rapat paripurna terhadap rancangan Peraturan Daerah; dan tanggapan dan atau jawaban fraksi- fraksi dalam rapat paripurna terhadap pendapat Gubernur.
Lanjutan Dalam hal rancangan Peraturan Daerah berasal dari Gubernur dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: penjelasan gubernur dalam rapat paripurna mengenai rancangan Peraturan Daerah; pemandangan umum fraksi-fraksi dalam rapat paripurna terhadap Rancangan Peraturan Daerah; dan tanggapan dan atau jawaban Gubernur dalam rapat paripurna terhadap pemandangan umum fraksi.
Lanjutan Pembahasan dalam rapat Komisi, gabungan Komisi, Balegda atau Pansus dilakukan bersama Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya. Penyampaian laporan Komisi, gabungan Komisi, Balegda atau Pansus yang berisi proses pembahasan. Penyelarasan oleh Balegda bersama Biro Hukum. Pendapat Akhir Fraksi dalam rapat paripurna.
Pembicaraan tingkat II meliputi tahapan sebagai berikut: Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna. pendapat Akhir Gubernur, sebagai sambutan atas penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah.
Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan dalam hal Rancangan Peraturan Daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Gubernur, Rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.
Tahap Pengesahan/Penetapan Pasal 40 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa Raperda yang telah disetujui oleh DPRD Provinsi dan Gubernur diajukan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Perda. Penyampaian tersebut paling lambat 7 hari setelah tanggal persetujuan bersama. Pasal 41 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa Gubernur menetapkan Raperda yang telah dietujui bersama paling lambat 30 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Apabila Gubernur tidak menetapkan Perda tersebut selama 30 hari, maka Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
Tahap Pengundangan Pasal 55 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa Perda yang telah disahkan/ditetapkan, diundangkan dalam lembaran daerah yang merupakan penerbitan resmi pemerintah daerah. Pengundangan dalam lembaran daerah merupakan pemberitahuan secara formal suatu Perda, sehingga mempunyai daya ikat kepada masyarakat. Sedangkan berdasarkan Pasal 56 Permendagri No. 53/2011 menentukan bahwa penjelasan Perda dimuat dalam tambahan lembaran daerah
Sekian & Terima Kasi