Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy. Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Advertisements

WARISAN YANG BELUM TERBAGI
Pajak Penghasilan Umum M-2
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PPH FINAL PPh Pasal 4 (2) PPh Pasal 15.
IN HOUSE TRAINING PERPAJAKAN–seri PPh OP
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI (PPh OP)
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
Bab II Pajak Penghasilan
PPh Triyanto Univ. Sebelas Maret – Surakarta. Dasar Hukum PPh 1.Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh); 2.Undang-Undang No. 7.
Pengenalan Pajak Surakarta, 6 Januari 2012 BIDANG P2HUMAS KANWIL DJP JAWA TENGAH II.
POLITEKNIK PRATAMA PURWOKERTO
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
Pajak Penghasilan (Pph 21) perhitungan M-4
Pajak Penghasilan Final
1 PAJAK PENGHASILAN Presented by: Rika Kharlina E., S.E.,M.T.I.
Pajak Penghasilan (Pph 21) perhitungan M-4
PAJAK PENGHASILAN DIKENAKAN TERHADAP Atas Penghasilan yang: DITERIMA atau DIPEROLEHNYA dalam Tahun Pajak SUBJEK PAJAK PASAL 1.
Ruang Lingkup dan Dasar PPh Pasal Orang Pribadi
PAJAK PENGHASILAN.
Pajak Penghasilan.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
SUBJEK DAN OBJEK PAJAK.
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN ( KUP ) :
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek PPh dan Non Objek PPh
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN DAN PPh PASAL 21
PAJAK PENGHASILAN.
PERTEMUAN KE 6 PAJAK PENGHASILAN UMUM.
Pajak Penghasilan (Pph 21) perhitungan M-4
PAJAK PENGHASILAN (PPH): PASAl 4 AYAT 2, PASAL 15 dan 26
PENGHASILAN KENA PAJAK
KETENTUAN MATERIIL PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN Niken Nindya H., SE., MSA., CA., Ak
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI By. M. Firdaus Wahidi SE., ME.
PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Triyanto Univ. Sebelas Maret – Surakarta
Perpajakan PPh Pasal 26 Pertemuan ke-9.
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
Pertemuan PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PPh pasal 21
Program Studi Akuntansi FE-UII Yogyakarta 2009
Materi 4.
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Objek Pajak Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek pajak PPh adalah.
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN FINAL
PAJAK PENGHASILAN UMUM
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN.
Hukum Pajak Pajak Penghasilan (PPh)
Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pajak Penghasilan Pertemuan 02
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER Arif Muhlasin. ISU PERPAJAKAN  Kenaikan Target Pajak sebesar 600 T minimal 1250 T  Pegawai pajak baru mendapat suntikan “vitamin”
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PPh PAJAK PENGHASILAN.
Pajak Penghasilan (Pph 21) perhitungan M-4
Transcript presentasi:

Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy

Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun badan

1.a. Orang Pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak 2. Badan 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pasal 2 ayat (2)

BADAN : YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA ORANG PRIBADI : BERTEMPAT TINGGAL/BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN; ATAU DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI Pasal 2 ayat (3) WARISAN YANG BELUM TERBAGI SEBAGAI SATU KESATUAN, MENGGANTIKAN YANG BERHAK

YANG MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA ORANG PRIBADI YANG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA/BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN DAN BADAN YANG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Pasal 2 ayat (4) YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA BUKAN DARI MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF Pasal 2A ayat (1),(2),(3),(4) dan (5) Subjek Pajak DN ORANG PRIBADI MULAI : -SAAT DILAHIRKAN - SAAT BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA BERAKHIR : -SAAT MENINGGAL - MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMANYA ORANG PRIBADI MULAI : -SAAT DILAHIRKAN - SAAT BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA BERAKHIR : -SAAT MENINGGAL - MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMANYA Subjek Pajak LN SELAIN BUT MULAI : -SAAT MENERIMA/ MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA BERAKHIR : -SAAT TIDAK LAGI MENERIMA/ MEMPEROLEH PENG- HASILAN DARI IND SELAIN BUT MULAI : -SAAT MENERIMA/ MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA BERAKHIR : -SAAT TIDAK LAGI MENERIMA/ MEMPEROLEH PENG- HASILAN DARI IND WARISAN YG BELUM TERBAGI MULAI : SAAT TIMBULNYA WARISAN BERAKHIR : -SAAT WARISAN SELESAI DIBAGIKAN MULAI : SAAT TIMBULNYA WARISAN BERAKHIR : -SAAT WARISAN SELESAI DIBAGIKAN BADAN MULAI : -SAAT DIDIRKAN -BERKEDUDUKAN DI INDONESIA BERAKHIR : -SAAT DIBUBARKAN ATAU TIDAK LAGI BERKEDUDUKAN DI INDONESIA BUT MULAI : -SAAT MELAKUKAN USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA BERAKHIR : -SAAT TIDAK LAGI MENJALANKAN USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT ATAU PEJABAT-PEJABATLAIN DARI NEGARA ASING, DAN ORANG-ORANG YG DIPERBANTUKAN KEPADA MEREKA YG BEKERJA PADA DAN BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA-SAMA MEREKA DGN SYARAT BUKAN WNI DAN DI INDONESIA TDK MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN LAIN DI LUAR JABATAN ATAU PEKERJAANNYA TERSEBUT SERTA NEGARA YBS MEMBERIKAN PERLAKUAN TIMBAL BALIK ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA SELAIN PEMBERIAN PINJAMAN KPD PEMERINTAH YG DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA ANGGOTA

P E N G H A S I L A N SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG : - Diterima atau diperoleh Wajib Pajak, - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, - Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG : - Diterima atau diperoleh Wajib Pajak, - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, - Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN

PENGHASILAN TERTENTU Pasal 4 ayat (2) PENGHASILAN TERTENTU Pasal 4 ayat (2) - Bunga deposito/tabungan - Transaksi saham dan sekuritas di bursa efek - Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan - Penghasilan tertentu lainnya PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH (PP)

PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR OLEH PERATURAN PEMERINTAH (PP) PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR OLEH PERATURAN PEMERINTAH (PP) 4.PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000) 4.PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000) 3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP No. 79 TAHUN 1999) 3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP No. 79 TAHUN 1999) 5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ( PP No. 5 TAHUN 2002 ) 5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ( PP No. 5 TAHUN 2002 ) 2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN ( PP No. 132 TAHUN 2000) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK ( PP No. 14 TAHUN 1997) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK ( PP No. 14 TAHUN 1997) 6. PENGHASILAN BERUPA BUNGA/DISKONTO OBLIGASI YG DIJUAL DI BURSA EFEK ( PP No. 6 TAHUN 2002) 6. PENGHASILAN BERUPA BUNGA/DISKONTO OBLIGASI YG DIJUAL DI BURSA EFEK ( PP No. 6 TAHUN 2002) 7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI (PP No. 140 TAHUN 2000) 7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI (PP No. 140 TAHUN 2000)

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (3) TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (3) BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT YG DITERIMA BADAN AMIL ZAKAT/LEMBAGA AMIL ZAKAT DAN PENERIMA ZAKAT YG BERHAK WARISAN HARTA TERMASUK SETORAN TUNAI YG DITERIMA OLEH BADAN SEBAGAI PENGGANTI SAHAM ATAU PENYERTAAN MODAL PENGGANTIAN/IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN /ATAU KENIKMATAN DARI WAJIB PAJAK ATAU PEMERINTAH PEMBAYARAN DARI PERUSAHAAN ASURANSI KEPADA ORANG PRIBADI SEHUBUNGAN DENGAN ASURANSI KESEHATAN/KECELAKAAN/JIWA/ DWIGUNA DAN BEA SISWA HARTA HIBAHAN DENGAN SYARAT TERTENTU

 Penghasilan Kena Pajak (WP badan) = Penghasilan Netto  Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)=Penghasilan Netto - PTKP

CARA MENGHTIUNG PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) CARA MENGHTIUNG PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) MENGGUNAKAN PEMBUKUAN MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO

MENGGUNAKAN PEMBUKUAN MENGGUNAKAN PEMBUKUAN  Penghasilan Kena Pajak (WP badan) = Penghasilan Netto = Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh  Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi) = Penghasilan Netto – PTKP = ( Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh ) - PTKP MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO  Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Syarat : 1. Pendapatan Bruto kurang dari Rp per Tahun 2. Mengajukan permohonan dlm jangka waktu 3 bln pertama tahun buku 3. Menyelenggarakan Pencatatan

Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah: 1. Rp ,00 untuk diri WP orang pribadi 2.Rp ,00 tambahan untuk WP yang kawin 3.Rp ,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: -Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21, dan -Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lain 4. Rp ,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang)

Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan): = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = Penghasilan netto x tarif pasal 17 = (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17 Pajak Penghasilan (WP orang pribadi): = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = (Penghasilan netto – PTKP) x tarif pasal 17 = [ (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP ] x tarif pasal 17

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN Pasal 8 ayat (1) PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN Pasal 8 ayat (1) SELURUH PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN PADA AWAL TAHUN PAJAK SELURUH PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN PADA AWAL TAHUN PAJAK KECUALI 1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21, DAN 2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA KECUALI 1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21, DAN 2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA

SUAMI-ISTRI DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH Pasal 8 ayat (2) dan (3) HIDUP BERPISAH MENGADAKAN PERJANJIAN PEMISAHAN HARTA DAN PENGHASILAN SECARA TERTULIS DIKEHENDAKI OLEH ISTRI YANG MEMILIH UNTUK MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA PENGHITUNGAN PAJAKNYA BERDASAR - Penghasilan Neto suami isteri digabung - Besarnya pajak yg harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri, sebanding dgn Penghasilan Neto PENGHITUNGAN PKP DAN PENGENAAN PAJAKNYA DILAKUKAN SENDIRI-SENDIRI

PENGHASILAN DARI PEKERJAAN YANG TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ORANG YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA KECUALI DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN ORANG TUANYA DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN ORANG TUANYA PENGHASILAN ANAK YANG BELUM DEWASA Pasal 8 ayat (4) PENGHASILAN ANAK YANG BELUM DEWASA Pasal 8 ayat (4)