DISUSUN OLEH : ABADAN SYAKURO FITRA RIZAL RIZAL EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ARBITRASI MELALUI BASYARNAS
Pendahuluan : Pada awalnya yang menjadi kendala hukum bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa ke mana penyelesaiannya, karena Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu menurut UU No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah.
Lanjutan … Sehingga kemudian untuk mengantisipasi kondisi darurat maka didirikan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung RI dan MUI, namun badan tersebut tidak bekerja efektif dan sengketa perdata di antara bank-bank syariah dengan para nasabah diselesaikan di Pengadilan Negeri.
Lanjutan … Sampai saat ini penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan melalui dua model, yakni penyelesaian secara litigasi dan non litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa non litigasi dapat dibagi dua, yaitu arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
Lanjutan … Dari beberapa model penyelesaian sengketa tersebut masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan dan pada kesempatan ini kami akan membahas penyelesaian sengketa non ligitimasi dengan arbitrase melalui BASYARNAS.
PEMBAHASAN A. Pengertian, Prinsip dan Tujuan Penyelesaian Sengketa Pengertian Penyelesaian sengketa atau lebih dikenal dengan nama Ash-Shulhu berarti memutus pertengkaran atau perselihan atau dalam pengertian syariatnya adalah suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2 orang yang bersengketa.
Prinsip Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan dengan benar. Diantara prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan. 2. Kekeluargaan 3. Win win solution, menjamin kerahasian sengketa para pihak 4. Menyelesaiakan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan
Tujuan Tujuan diadakannya penyelesaian sengketa ini agar setiap permasalahan-permasalahan yang ada dalam perbankan dapat terselesaikan dengan sebagaimana mestinya. Sehingga tidak menimbulkan bersengketaan yang berujung pada ketidakadilan, dalam Islam juga tidak diperbolehkan berselisih yang berkepanjangan karena dapat menimbulkan persengketaan.
B. Landasan Hukum Penyelesaian sengketa Al-Qur’an terdapat dalam surat Al Hujurat ayat 9 وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
Hadits Hadits riwayat At-Tarmizi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ibnu Hibban bahwa Rasulullah saw bersabda, “perjanjian diantara orang-orang mislim itu boleh, kecuali perjanjian menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.” At-Tirmizi dalam hal ini menambahkan muamalah orang-orang muslim itu berdasarkan syarat-syarat mereka.
Pasal 1338 KUHP, Sistem Hukum Terbuka Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) menyatakan, “semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan baik.”
C.Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS/ Arbitrasi melalui BASYARNAS berdasarkan Pasal 1851,1855,1858 KUHPdt, Penjelasan Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1970 serta UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka terbuka kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non litigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).
Arbitrase Arbitrase atau Arbitrage (Belanda), Arbitrase (latin), Tahkim (Islam). Menurut R. Subekti, mengartikan Arbitrase adalah suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh seorang atau beberapa arbiter berdasarkan persetujuan para pihak yang akan mentaati keputusan yang diberikan oleh arbiter yang mereka pilih.
Lanjutan … Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa bahwasanya arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Lanjutan … Dalam perspektif Islam arbitrase dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata hakkama, secara etimologis berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan pengertian menurut terminologisnya.
Lanjutan … Lembaga ini telah dikenal sejak zaman pra Islam. Pada masa itu, meskipun belum terdapat sistem peradilan yang terorganisir, setiap ada perselisihan mengenai hak milik, waris dan hak-hak lainnya seringkali diselesaikan melalui bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing- masing pihak yang berselisih.
Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992.
Lanjutan … Setelah mengadakan beberapa kali rapat dan setelah diadakan beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur organisasi dan prosedur, akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Lanjutan … Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). sekarang telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang diputuskan dalam Rakernas MUI tahun Perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 sebagai lembaga arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah.
Kedudukan BASYARNAS Ditinjau Dari Segi Tata Hukum Indonesia UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) undang-undang tersebut disebutkan antara lain, bahwa: “Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk eksekusi (executoir) dari pengadilan”
Lanjutan … Menurut pendapat H.M. Thahir Azhari, bahwa kehadiran Arbitrase Islam (BASYARNAS) di Indonesia merupakan suatu condition sine qua non, secara yuridis formal kedudukan BASYARNAS dalam Tata Hukum Indonesia memiliki landasan hukum yang kokoh.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS BASYARNAS sebagai lembaga permanent yang berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa. Lembaga arbitrase Syariah merupakan penyelesaian sengketa secara syariah antara kedua pihak di jalur pengadilan untuk mencapai kesepakatan maslahah ketika upaya mufakat tidak tercapai.
Lajutan … badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau pendapat hukum, yaitu pendapat yang mengikat adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian atas permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian untuk diselesaikan. Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut.
Kewenangan BASYARNAS 1. Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang menurut hokum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada BASYARNAS sesuai dengan peraturan prosedur yang berlaku. 2. Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.
BASYARNAS memiliki keunggulan-keunggulan, diantaranya: 1. Memberikan kepercayaan kepada para pihak, karena penyelesaiannya secara terhormat dan bertanggung jawab 2. Para pihak menaruh kepercayaan yang besar pada arbiter, karena ditangani oleh orang-orang yang ahli dibidangnya 3. Proses pengambilan keputusan cepat 4. Para pihak menyerahkan persengketaannya secara sukarela kepada orang-orang (badan) yang dipercaya 5. Didalam proses arbitrase pada hakekatnya terkandung perdamaian dan musyawarah 6. BASYARNAS akan memberikan peluang bagi berlakunya hukum Islam sebagai pedoman penyelesaian perkara.
BASYARNAS memiliki kekurangan-kekurangan, diantaranya: 1. Kurangnya manajemen SDM yang ada sehingga masih harus berbenah diri agar dapat mengimbangi pesetnya perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia 2. Belum sepenuhnya menjadi lembaga yang dipercaya masyarakat 3. Keterbatasan jaringan kantor BASYARNAS di daerah 4. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka penyebarluasan informasi dan meningkatkan pemahaman mengenai arbitrase syariah.
Kesimpulan Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa bahwasanya arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 1. M. Thaher, Asmuni. Kendala-kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia, MSI-UII.Net-3/9/ Perwataatmaja, Karnaen dkk Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media. 3. Rosyadi, A. Rahmat Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Bandung: Citra Aditya Bakti. 4. Sumitro, Warkum Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia), Jakarta: Raja Grafindo Persada.