VISUM ET REPERTUM & DOKTER FORENSIK SEBAGAI SAKSI AHLI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PENYIDIKAN Kelompok II M.Akbar Arafah
Advertisements

TATA CARA PEMERIKSAAN.
PENYIMPANGAN HUKUM FORMAL
Visum et Repertum dr.Rika Susanti,SpF.
KD 1. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional
PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana
ETIKA PROFESI JAKSA.
TELAAH PENGADUAN PEMERIKSAAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
Perkara Pidana, Penyidikan, dan Penuntutan
MEDIKO LEGAL.
PENYELIDIKAN & PENYIDIKAN
PENYIDIKAN PAJAK Kep-272/PJ/2002.
Proses Hukum di KPPU Laporan Pemeriksaan pendahuluan
REFRESHER COURSE KEJAKSAAN MEDAN, 2008
KESAKSIAN AHLI Dr. dr. YULI BUDININGSIH SpF
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana.
KOMNAS HAM.
PRAPERADILAN DAN KONEKSITAS
PROSES PERADILAN HAM.
PENGANTAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Materi Hukum Kesehatan
Departemen Pengawasan Bank 3
Hukum Pembuktian Segala Sesuatu Yang Berhubungan Dengan Pembuktian
BANTUAN DOKTER PADA PERADILAN
PENYIDIKAN NEGARA.
Hak Tersangka / Terdakwa
VISUM et REPERTUM.
Hukum Acara Pidana Hak Tersangka dan Terdakwa
Oleh : LUDFIE JATMIKO Alat Bukti S U R A T Sesi V
Acara Peradilan Pidana Anak
Penyitaan.
PENUNTUTAN Dr. SETYO UTOMO,SH., M.Hum.
KANIT I RESUM SAT RESKRIM POLRES BOGOR
Perbandingan pembuktian
VISUM ET REPERTUM PSYCHIATRICUM
HUKUM ACARA PIDANA Disampaikan pada Pertemuan Ke-9
MEDIKO LEGAL.
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN Dan PENYIDIKAN PAJAK
Pengantar Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
PEMERIKSAAN DOKTER DI TKP (TEMPAT KEJADIAN PERKARA)
CLINICAL FORENSIC Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
OTOPSI MEDIS & TRANSPLANTASI
PENYIDIKAN.
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
PERKULIAHAN IV.
HUKUM ACARA PIDANA.
RAHASIA KEDOKTERAN.
PROSES PERADILAN PIDANA
PENUNTUTAN Dr. SETYO UTOMO,SH., M.Hum.
Penegakan Hukum Persaingan Usaha
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
dr. H. Soeroto H s, Sp.F (K), SH, PKK, DK.
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
Sosialisasi materi diklat sertifikasi hakim anak dalam SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh: nartilona rangkasbitung, 4 oktober 2017.
PERKULIAHAN VII.
Oleh : LUDFIE JATMIKO Alat Bukti Keterangan Ahli Sesi IV
VISUM ET REPERTUM Oleh dr. Indra Sp.F.
Oleh : LUDFIE JATMIKO Alat Bukti Keterangan Ahli Sesi IV
PENGANTAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Oleh : LUDFIE JATMIKO Sesi II
Visum & Hubungan Rekam Medis
MEMAHAMI HUKUM ACARA PIDANA
Rahasia Kedokteran (Permenkes No.36/2012)
Perbandingan pembuktian
Oleh: INDRA TRITUSIAN Ketua Bawaslu Kabupaten Batang Hari Divisi Hukum Penindakan Pelanggaran Oleh: INDRA TRITUSIAN Ketua Bawaslu Kabupaten Batang Hari.
Keterangan Ahli di Persidangan
MEDIKO LEGAL.
FORMAT PEMBINAAN PNS.
Transcript presentasi:

VISUM ET REPERTUM & DOKTER FORENSIK SEBAGAI SAKSI AHLI AGUS PURWADIANTO

Definisi VeR Laporan (jawaban) tertulis dokter yang berdasarkan sumpah jabatan dan keilmuannya, tentang obyek medik-forensik yang dilihat dan diperiksa atas permintaan tertulis penyidik berwenang, untuk kepentingan peradilan. Obyek medik-forensik ini adalah manusia (hidup ataupun mati), bahagian tubuh manusia maupun sesuatu yang diduga bahagian tubuh manusia.

Implikasi SPV tertulis penyidik berwenang = syarat formal utama Bukan perintah lisan Bukan penyelidik/pihaklain dugaan pelaku militer  SPV POM ABRI keluarga korban +/- SH/LSM / asuransi  SKM (medical report). Obyek : manusia dan atau bahan tubuhnya

Implikasi : orang hidup : kedokteran forensik klinik  dualisme kepentingan pasien – bukan pasien hak-hak otonomi, kerahasiaan, privasi, fidelity, dll korban hidup (perlukaan)  , ditemani/diantar oleh polisi yang berwenang (pasal 130 KUHAP)

Implikasi : orang mati  patologi forensik  sebab dan mekanisme kematian korban spesialis IKF  terbiasa melakukan analisis sebab kematian (dalam linear causality) saksi ahli dalam perkara dugaan malpraktek kedokteran Untuk kepentingan peradilan

Penyidikan “tak ditemukan unsur pidana” pada mati wajar atau tak ditemukan lagi tanda perlukaan, dapat menyebabkan penyidik menutup kasusnya (SP3) pemanggilan dokter pembuatnya selaku saksi ahli untuk dibuatkan BAP (pasal 216 KUHP) penuntutan : idem

persidangan pengadilan VeR tidak meyakinkan hakim sehingga tidak dipergunakan sebagai alat bukti sebagaimana KUHAP ps. 184 “Alat bukti yang sah adalah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa”.

Implikasi : Atau bila belum jelas atau ada kualifikasi alat bukti lain yang diperlukan, dokter pembuatnya dapat dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan oleh hakim sebagaimana KUHAP ps. 179 ayat 1 : “ …….yang diminta pendapatnya sebagai ahli, wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Tujuan utama terciptanya keadilan

Atas dasar sumpah jabatan jaminan keter tertulis = benar (dasar legitimasi moral keahliannya) kebebasan profesi : dokter tak boleh ditekan untuk kepentingan selain kebenaran dokter mengusulkan memperkuat basis kebenaran ilmiah yang dimungkinkan (dlm penegakan hak-hak asasi manusia)

Atas dasar keilmuan Dokter = ahli berhak mengemukakan ekspertise = kesimpulan POM ABRI (SK Pangab No. Kep/04/P/ II/1983 pasal 4 huruf c) provoost pembantu atasan yang berhak menghukuml "ankum" (SK yang sama pasal 6 ayat c)

Pasal 6 KUHAP : setiap pejabat polisi negara RI yang diberi wewenang khusus oleh UU Pangkat terendah (sesuai PP No. 27 Tahun 1983. pasal 2 ayat 1) peminta VeR : Pelda Format SKM = Ver - “Pro Justisia”

KFK = assessing physician  sertifikasi medik Bukan treating physician PKT (pusat krisis terpadu)  domestic violence (kekerasan dalam rumah tangga)  dokter wajib moral mendorong korban korban perkosaan segera memeriksakan diri ke PKT  sblm 3 hari pasca kejadian TERBAIK < 20 JAM

KETENTUAN DALAM UU KUHAP ps 184 Alat bukti yang sah adalah Keterangan Saksi Keterangan Ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa

Bentuk Visum et Repertum Pembukaan Pendahuluan Pemberitaan Kesimpulan Penutup

Format Visum et Repertum Bagian PEMBUKAAN berisikan kata-kata PRO JUSTITIA UNTUK MENANDAKAN BAHWA DOKUMEN INI ADALAH KHUSUS DIBUAT UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN

Format Visum et Repertum Bagian PENDAHULUAN Memuat identitas Dokter pemeriksa Institusi tempat dokter bertugas Tanggal dan Tempat pemeriksaan Institusi Peminta pemeriksaan Objek (“korban”) pemeriksaan, sesuai uraian identitas dalam Surat Permintaan Pemeriksaan dari Penyidik

Bagian PEMBERITAAN Format Visum et Repertum MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN MEDIK TENTANG KELAINAN YANG BERKAITAN DENGAN PERKARA, DIURAIKAN SECARA RINCI DAN OBJEKTIF

Format Visum et Repertum Bagian KESIMPULAN MEMUAT KESIMPULAN DOKTER PEMERIKSA (BERDASARKAN KEILMUANNYA) TENTANG TEMUANNYA PADA PEMERIKSAAN. SELALU “KAITKAN” DENGAN PASAL YANG TERDAPAT DALAM KUHP

FormatVisum et Repertum Bagian PENUTUP MEMUAT PENEGASAN BAHWA VISUM ET REPERTUM INI DIBUAT DENGAN SEJUJUR-JUJURNYA BERDASARKAN KEILMUAN YANG DIMILIKI OLEH DOKTER TERSEBUT DI BAWAH SUMPAH, SESUAI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

Jenis V et R V et R korban Hidup V et R Jenazah V et R Psikiatrik V et R Perlukaan V et R Kejahatan Susila V et R Peracunan V et R Jenazah V et R Psikiatrik

Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan V et R Lengkap dan Jelas Tidak menggunakan istilah/bahasa yang hanya lazim bagi kalangan kedokteran Mengacu pada pasal yang terkait dalam undang-undang

V et R perlukaan Memuat gambaran luka yang terdapat Menyimpulkan derajat/kualifikasi luka yang dialami pasal 352 KUHP (Penganiayaan ringan) pasal 90 KUHP (luka berat), akibat tindak pidana ~ ps. 351, 353 dan 354

V et R kejahatan susila Pemeriksaan terhadap dugaan korban perkosaan persetubuhan terhadap wanita tak berdaya persetubuhan terhadap wanita belum cukup umur Yang dapat ditentukan oleh dokter: ada tidaknya persetubuhan (kapan?) ada tidaknya tanda kekerasan keadaan korban (tidak berdaya?) perkiraan umur

V et R peracunan Pembuktian adanya racun dalam tubuh yang telah bekerja secara sistemik Perkiraan telah berapa lama terjadi

V et R jenazah Menentukan sebab mati korban tindak pidana melalui autopsi forensik Kadangkala memerlukan pemeriksaan tambahan/laboratorium Bila permintaan pemeriksaan dari penyidik tidak berupa permintaan autopsi, sebab mati korban TIDAK DAPAT DITENTUKAN

V et R psikiatrik Dibuat dalam rangka mengevaluasi keadaan kejiwaan/kesehatan mental seorang tersangka/tertuduh Evaluasi dilakukan oleh dokter spesialis psikiatri melalui observasi yang meliputi jangka waktu tertentu

PRINSIP KERJA DOKTER FORENSIK INPUT Tubuh/bag tbh (pelaku/korban) SpF (std profesi) Sarana Prasarana Pembiayaan PROSES Penalaran Ilmiah Dokumentasi Koordinasi ADMINISTRATIF OUTPUT Visum et Repertum Keterangan ahli Ekspertis lain2 Lembaga Pribadi

SAKSI AHLI “ SETIAP ORANG YANG DIMINTA PENDAPATNYA SEBAGAI AHLI KEDOKTERAN KEHAKIMAN ATAU DOKTER ATAU AHLI LAINNYA WAJIB MEMBERIKAN KETERANGAN AHLI DEMI KEADILAN ” KUHAP PASAL 179

DASAR HUKUM KUHAP 185 ayat 1: Keterangan saksi sbg alat bukti– apa yg saksi nyatakan disidang pengadilan. KUHAP 186 ayat 1: Keterangan ahli—apa yg ahli nyatakan di pengadilan

Visum Et Repertum PEMBERITAAN KESIMPULAN Faktual Material Opini Obyektivitas Subyekto-obyektivitas “Pengganti benda bukti” Tampilan Linear causality

OBYEK PENALARAN SAKSI AHLI Fakta : sudah diolah nalar shg menjadi unit yg utuh, obyektif, self evidences, sui generis. Temuan : belum diolah sesuai nalar ilmiah, inkoheren Pengolahan : sesuai prinsip ilmiah oleh ahli yg sah Penalaran : linear causality

SAKSI Vs SAKSI AHLI SAKSI SAKSI AHLI TIDAK HARUS MEMILIKI KEAHLIAN TERTENTU HARUS MEMILIKI KEAHLIAN TERTENTU HARUS MENGALAMI (INDERAWI) TIDAK HARUS, DAPAT MEMPELAJARI BUKTI-BUKTI DAN MEMBERIKAN KETERANGAN SESUAI KEAHLIANNYA SATU SAKSI BUKAN SAKSI SATU SAKSI PRODUSEN ALAT BUKTI SAH TAK ADA PEER GROUP ADA, BAHKAN LINTAS DISIPLIN

DOKTER FORENSIK SEBAGAI SAKSI AHLI TERKAIT VISUM YANG DIBUAT DPT JUGA DI LUAR VER YG DIBUAT  PERTANYAAN HIPOTETIK HAKIM SBG SAKSI AHLI BANDING (A DE CHARGE)  Dalam penyampaian tidak hanya “sekedar beda”

Saksi a de Charge/Saksi Ahli Banding KUHAP 180 ayat 2 : Bila timbul keberatan d terdak wa/ penasehat hukum thdp hsl ket ahli (ayat 1)– hakim meme rintahkan penelitian ulang(ayat 3 Yg dpt dilakukan oleh instansi semula dg komposisi personil berbeda dan instansi lain

Ciri Profesi Luhur L’esprit de corpse = nahi mungkar Virtue : aktor yg peniup peluit/jaga gawang profesi  konsisten berani menegur TS yg “mulai menyimpang”/”bermasalah” (self discipliner) sbg pertobatan profesi Deon : kewajiban utk menjaga martabat profesi sbg perbuatan kebenaran & mulia sehingga terjaga reputasi/bonafiditas profesi Teleo : tujuan jadi Dr bukan pelindung TS (silent conspiracy/KKN/ koncoisme) yang “nakal”, komersial, pelanggar disiplin, hukum dan etik

Federal Rule of Evidence Article VII Rule 702. Testimony by Experts If scientific, technical, or other specialized knowledge will assist the trier of fact to understand the evidence or to determine a fact in issue, a witness qualified as an expert by knowledge, skill, experience, training, or education, may testify thereto in the form of an opinion or otherwise, if : (1), (2), (3) ....

Rule 702. Testimony by Experts ...... if (1) the testimony is based upon sufficient facts or data, (2) the testimony is the product of reliable principles and methods, and (3) the witness has applied the principles and methods reliably to the facts of the case.

PRINSIP PENJELASAN KESAKSIAN AHLI Hipotetik Prinsip ilmiah Kajian teoretik pendasaran kasus PROSES Penyidikan Penuntutan ? Persidangan Konkrit Kasus konkrit Faktual + Opini Membuat terang perkara + KEYAKINAN HAKIM Alat bukti sah

FUNGSI SAKSI AHLI membuat terang perkara (penyidikan, pengadilan, penuntutan ?) - menimbulkan keyakinan hakim melalui upaya pembuktian ilmiah dengan menghasilkan alat bukti surat dan/atau keterangan ahli Pengertian etis : SpF pasif - penyidik/hakim aktif

CARA KERJA SAKSI AHLI 1. Melalui fakta obyektif - bagian pemberitaan VeR/SKM     Menyajikan / mendokumentasikan fakta-fakta baru hasil inferensial sebab (pelaku) - akibat (korban) dengan menggunakan teknik terbaru yg diakui hukum  2. Melalui kesimpulan VeR/SKM : Ada unsur subyekto-objektif yg nalar inferensinya.

TUJUAN Kerja SAHLI Memberikan kebenaran medik-forensik dlm btk alat bukti sah  Penentu utk keutuhan terrtinggi validitas bukti tubuh manusia  1. Sp Forensik sebagai manager  2. Sp Forensik sebagai ahli perorangan

pertanyaan : SpF seyogyanya pasif- responsif atau (pro) aktif ? bila aktif, seberapa jauh ikut SpF "membantu" penyidik ? imparsialitas - independen : kelembagaan Pribadi SpF

PENDAYAGUNAAN (1) Mendayagunakan dalam arti memperbesar "peran" saksi ahli  1. Persuasi koordinatif ke penyidik sebagai forum konsultatif dalam pemeriksaan / penalaran / pendokumentasian benda bukti (tubuh manusia) “keterlibatan di TKP” cq responsif itu baik :  namun jangan partisan

pendayagunaan (2) 2. Peer review antar (beberapa) SpF - konsultasi horisontal + konsultasi vertikal ke subspesialis SpF - via CPD profesi : tanggungjawab akhir siapa ? 3.  Peer review lintas disiplin - mis sesama AFI         "membuat terang perkara bagi SpF" ?        "menambah keyakinan SpF ?"

SAKSI AHLI BANDING Ciri : untuk meringankan tersangka / terdakwa Perbedaan iptekdok Perbedaan pengalaman Perbedaan penalaran Karena alat bukti sah (surat/VeR) - termasuk bagian kesimpulannya - dianggap memberatkan (tidak obyektif) ybs

CARA AJUKAN SAHLI BANDING Pihak peminta banding (tahap penyidikan) yg sah ? PENYIDIK YG SAMA atau BEDA ? ATAS PERMINTAAN pengacara pelaku ? A/P Pengacara korban ? Yg diminta ? SpF LAINNYA 1 institusi yg sama ? Atau beda ? Kapan ? Banding atas banding ?

CARA BANDING Mengulang seluruh proses pemeriksaan + pendokumentasian ? Atau sebagian ? Bagian mana VeR yg dibanding ? Semua atau sebagian ? bagian pemberitaan VeR tidak boleh (artinya harus diterima sbg fakta yg sama ?).  Bagian kesimpulan VeR dapat berbeda

INDEPENDENSI SpF 1. Yang terlibat/dilibatkan pada TKP 2. Yang terlibat/dilibatkan pada forum konsultasi/koordinasi 3. Yang "bebas" - hanya menerima benda bukti tubuh/bagian tubuh resmi dari penyidik.

Kesimpulan VeR maupun keterangan ahli merupakan produk ilmiah SpF sbg ahli Pendayagunaan peran saksi ahli dalam VeR maupun keterangan ahli disikapi secara limitatif sesuai dengan etika SpF yg mengedepankan prinsip imparsial independen Peran sbg sahli banding juga tidak terlepas dari tujuannya & pelaksanaannya tetap patuh pada tanggungjawab profesi

TEMUKAN KEBENARAN, KATAKAN KEBENARAN, JAGA KEBENARAN