Metoda Syar’i Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan Marhaban Ya Ramadhan Ru’yatul Hilal Metoda Syar’i Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan
Pendahuluan Umat Islam sering berbeda dalam mengawali dan mengakhiri Ramadhan Menunjukkan ketidak kompakan dalam Ibadah Shaum dan Idul Fitri Menciptakan suasana psikologis yang tidak nyaman dalam kebersamaan beribadah dan ber-hari raya Kondisi yang memprihatinkan
Faktor Penyebab Perbedaan metoda penetapan awal dan akhir Ramadhan: Rukyah Melihat Bulan Baru Hisab Perhitungan astronomis Pasangsurut Pengamatan pasangsurut Perbedaan kriteria pada tiap metoda Rukyah: Rukyah Lokal; Rukyah Global Hisab: Ijtima’ Qabla Ghurub; Ijtima’ Qabla Fajr; dll Egoisme Kelembagaan dan Politik
Rukyah Global Metoda Sayar’I Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan Rukyatul Hilal: Mengamati munculnya bulan baru (Ramadhan/Syawal) Rukyah Global: Satu rukyah untuk seluruh dunia tanpa mempertimbangkan perbedaan mathla’ Dalil: «صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غمي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين» Berpuasalah kalian jika melihat bulan dan berbukalah kalian jika melihat bulan. Jika (penglihatan kalian) terhalang oleh mendung, maka genapkanlah bilangan sya’ban menjadi 30 hari (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah)
«صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غمي عليكم فعدوا ثلاثين» Berpuasalah kalian jika melihat bulan dan berbukalah kalian jika melihat bulan. Jika (penglihatan kalian) terhalang oleh mendung, maka genapkanlah bilangannya menjadi 30 hari (HR. Muslim melalui Abu Hurairah) «الشهر تسع وعشرون ليلة فلا تصوموا حتي تروه فإن غمي عليكم فأكملوا العدة ثلاثين» Satu bulan adalah 29 hari, maka janganlah kalian puasa hingga melihat (hlal). Spabila (penglihatan kalian) terhalang oleh mendung , maka genapkanlah bilangannya 30 hari. (HR. Bukhari dari Ibnu Umar)
«صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غمي عليكم فعدوا ثلاثين» Berpuasalah kalian jika melihat bulan dan berbukalah kalian jika melihat bulan. Jika (penglihatan kalian) terhalang oleh mendung, maka genapkanlah bilangannya menjadi 30 hari (HR. Muslim melalui Abu Hurairah «الشهر تسع وعشرون ليلة فلا تصوموا حتي تروه فإن غمي عليكم فأكملوا العدة ثلاثين» Satu bulan adalah 29 hari, maka janganlah kalian puasa hingga melihat (hlal). Spabila (penglihatan kalian) terhalang oleh mendung , maka genapkanlah bilangannya 30 hari. (HR. Bukhari dari Ibnu Umar)
Abdurahman Al-Jaziri, Al Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Jilid I, hlm.550: “Apabila ru’yatul hilal telah terbukti (terlihat) di salah satu negeri, maka negeri-negeri yang lain (juga) wajib berpuasa. Dari segi pembuktiannya tidak ada perbedaan lagi antara negeri yang dekat dengan yang jauh, jika (berita) rukyatul hilal itu memang telah sampai kepada mereka dengan cara (terpercaya) yang mewajibkan puasa. Tidak diperhatikan lagi di sini adanya perbedaan mathla’ hilal (tempat terbitnya bulan) secara mutlak. Demikianlah pendapat 3 imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Ahmad). Para pengikut madzhab Syafi’I berpendapat lain. Mereka berpendapat, “Apabila rukyatul hilal di suatu daerah telah terbukti, maka berdasarkan pembuktian ini penduduk yang terdekat di sekitar daerah tersebut wajib berpuasa. Ukuran kedekatan (antar dua daerah) dihitung menurut kesamaan mathla’, yaitu jarak ke duanya kurang dari 24 farsakh (120Km). Adapun penduduk daerah yang jauh, mereka tidak wajib berpuasa dengan rukyah ini, karena terdapat perbedaan mathla’ “