Beberapa Pemikiran Tentang Penataan Ruang NAD dan SUMUT Pasca Bencana JANUARI 2005
POTENSI ALAMIAH WILAYAH INDONESIA : Tempat pertemuan 3 Lempeng Besar - Lempeng Australia - Lempeng Pasifik - Lempeng Eurasia Potensi Geologi : simpanan sumberdaya mineral & energi Potensi Bencana Geologi : Pola pergerakan lempeng aktif dan cenderung menyatu untuk membentuk gunung api (Sumatera – Laut Banda)
KARAKTERISTIK WILAYAH PESISIR : Meliputi 81.000 km garis pantai serta 17.508 pulau Dihuni ± 110 juta jiwa atau 60% penduduk Ina dlm radius 50 km dari garis pantai 47 kota pantai dari Sabang-Jayapura sebagai pusat pelayanan aktivitas ek-sos pada 37 kawan laut Potensi kelautan : pertambangan (60 cekungan minyak), perikanan (6,7 juta ton/thn pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan dunia), pariwisata bahari (21 spot potensial), biodiversity sangat tinggi Sumberdaya masa depan yang belum berkembang secara optimal (perikanan baru termanfaatkan 58,5% & nilai investasi dalam 30 thn hanya 2% dari total investasi nasional) Merupakan kawasan perbatasan yang sensitif (berimplikasi pada pertahanan-keamanan NKRI)
KONSEP PENATAAN RUANG MAKRO-STRATEGIS KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM GEOLOGI : Salah satu klasifikasi dalam kawasan lindung menurut RTRWN Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional (Pola pemanfaatan ruang kawasan lindung & kawasan budidaya) yang mencakup : Kawasan yang memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi Kawasan rawan bencana III gunung api Zona patahan aktif Kawasan yang pernah atau berpotensi mengalami tsunami Kawasan yang pernah atau berpotensi mengalami abrasi Kawasan yang pernah dan/atau berpotensi mengalami aliran lahar Kawasan yang pernah dan/atau berpotensi bahaya gas beracun
KONSEP RTRWN …….Lanjutan Resiko bencana alam masukan signifikan dlm RTRWN,karena : Besarnya konsentrasi penduduk di kawasan pesisir Besarnya potensi ekonomi di kawasan pesisir Belum sinergi antara kepentingan ekonomi & lingkungan (kepentingan lingkungan seringkali dikorbankan untuk kepentingan ekonomi) Konflik pemanfaatan ruang lintas sektor & wilayah Belum terciptanya keterkaitan fungsional antara hulu-hilir (cenderung merugikan pesisir) POLA PENGELOLAAN KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM : Pengaturan kegiatan manusia di kawasan tsb untuk melindungi manusia dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia ARAHAN POLA PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN : pemanfaatan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan permukiman dengan menyediakan lingkungan yang sehat & aman dari bencana alam, serta memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup
KONSEP PENATAAN RUANG MIKRO-OPERASIONAL PENGEMBANGAN/PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA : RELOKASI : apabila dampak ekonomi & lingkungan sangat besar maka kawasan budidaya berada jauh dari garis pantai. Bila kondisi ekstrim, perlu menghindari sama sekali kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi AKOMODASI : bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan pola agriculture PROTEKSI : melalui hardstructure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan yang bersifat softstructure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment)
KONSEP MIKRO OPERASIONAL….Lanjutan 2 PENGEMBANGAN/PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG : PRIORITAS : sempadan pantai, sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora-fauna, dan kawasan yang sensitif atau rentan terhadap perubahan alam PULAU-PULAU KECIL YANG MEMILIKI FUNGSI KHUSUS,seperti : tempat transit fauna, habitat flora/fauna langka/dilindungi, dan kepentingan pertahanan-keamanan, dan sebagainya.
KEBUTUHAN INTERVENSI KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Revitalisasi Dan Operasionalisasi Rencana Tata Ruang Nspm, kelembagaan, sistem informasi, data base, peta Strategi pendayagunaan penataan ruang Proses penataan ruang Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang interest dengan penanganan dampak bencana alam (internasional dan nasional)
STRATEGI MAKRO PEMANFAATAN RUANG KAWASAN TEPI AIR (PESISIR) • Pembangunan struktur keras ( pintu air, penahan intrusi , pemecah gelombang tanggul banjir /dam, dsb ) Aplikasi lunak (sand dunes, pemeliharaan pantai / nourishment constructed wetlands Pendekatan alamiah penghutanan kembali penanaman kelapa/bakau dinding penahan/batu Perencanaan Darurat sistem peringatan dini dan evakuasi Pengaturan ketat tata guna lahan dengan instrumen zoning regulation Pengembangan model desalinasi Peningkatan drainase polder, peningkatan kapasitas saluran/pompa Perubahan pola budidaya aquaculture pemfungsian jalan sekaligus sebagai Penyiapan kawasan penyangga (buffer zone) melalui penetapan lindung di pesisir/tepi air “ ruang untuk air” Penghutanan mangrove secara massal Pemindahan bangunan hingga jarak aman relokasi bertahap khususnya bagi resiko tinggi allignment masukan teknologi Rekomendasi Pola Strategi Relokasi Akomodatif Protektif Bangunan dimundur - kan Ulang Pengaman Pantai STRATEGI MAKRO PEMANFAATAN RUANG KAWASAN TEPI AIR (PESISIR)
STRATEGI MAKRO PEMANFAATAN RUANG KAWASAN TEPI-AIR (PESISIR) Berdasarkan Tipologi Kawasan dan Resiko Bencana Resiko Jenis Resiko Bencana Tinggi Resiko Bencana Sedang Resiko Bencana Rendah Tipologi Kawasan Pantai Lurus Terjal Pantai Teluk Pantai Landai/Datar Pantai Delta Pantai Pulau-pulau Kecil (proses marine) Pantai Pulau-pulau kecil (proses geologi) Pantai Curam Pantai Tebing Rekomendasi Pemulihan dan pemeliharaan kawasan berfungsi lindung (diantaranya dengan penanaman bakau, pengendalian delineasi secara ketat, spt. Garis Sempadan ) Pengurangan intensitas kegiatan budidaya (sosial- ekonomi/permukiman) Pelaksanaan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang secara ketat Pengalokasian kegiatan budi- daya dominan (pariwisata, perikanan, & perkotaan) pada daerah yang ‘relatif aman’ (STRATEGI RELOKASI dan PROTEKTIF) Pelaksanaan early warning system secara konsisten Rehabilitasi lahan berfungsi lindung Peningkatan produktivitas lahan dengan strategi intensifikasi Pengembangan kegiatan fungsional (pariwisata, permukiman, keg. Sos-ek lainnya) hingga titik batas maksimal garis sempadan pantai Penerapan strategi AKOMODATIF berdasarkan dinamika morfologi kawasan Pemfungsian kawasan sebagai elemen geografi dan ekosistem. Pemulihan dan pemeliharaan kawasan berfungsi lindung (diantaranya dengan penanaman bakau) Penanganan vegetasi sesuai dengan fungsi kawasan lindungnya (hutan lindung, mangrove, cagar alam, dsb) Pengembangan kegiatan budidaya secara terbatas (mengingat daya dukung lingkungan yang tidak menunjang)
Indikator Perkembangan Sektor REHABILITATION : 2005 - 2006 Konsep pengembangan wilayah dan Sistem Perkotaan di Aceh dan Sumut Konsep Pengembangan Kota-kota Pantai pasca bencana GRAND SCENARIO untuk Aceh dan Sumut : Penyiapan Data, Informasi & Peta : Fisik Sosial Ekonomi Budaya Psikologi Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Skenario Pembangunan individu Kota-Kota Tepi Pantai di Aceh dan Sumut Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Arahan Program Pembangunan Prasarana Arahan Pengembangan Sektor Lainnya Pendampingan (advisory / supervisi) Analisis Kebutuhan Indikator Perkembangan Sektor
RECONSTRUCTION : 2005 - 2009 GRAND SCENARIO untuk Aceh dan Sumut : Konsep pengembangan wilayah dan Sistem Perkotaan di Aceh dan Sumut Konsep Pengembangan Kota-kota Pantai pasca bencana GRAND SCENARIO untuk Aceh dan Sumut : Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Skenario Pembangunan individu Kota-Kota Tepi Pantai di Aceh dan Sumut Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Arahan Program Pembangunan Prasarana Arahan Pengembangan Sektor Lainnya Pendampingan (advisory / supervisi) Pelaksanaan Monitoring & Evaluasi Pendampingan (advisory/ supervisi)
METODA IDENTIFIKASI KAWASAN PENGEMBANGAN RE-KONSTRUKSI
OUTPUT Wilayah I Pengembangan kawasan yang harmonis dengan air Wilayah II Pengembangan kawasan dengan pertahanan resiko air Wilayah III Pengembangan kawasan jauh dari air
PROSES Identifikasi kondisi alam dengan peta 1:50.000 sebelum bencana Indentifikasi wilayah bencana berdasarkan indikator bahaya Identifikasi kawasan fungsi yang dipertahankan berdasarkan zonasi bahaya dan kondisi pasca bencana Identifasi wilayah/kawasan perlindungan Identifikasi wilayah pengembangan baru
INDIKATOR BAHAYA Zona bahaya I : < 7 m diatas laut Zona bahaya II : 7 - 12 m diatas laut Zona bahaya III : 12 - 25 m diatas laut Zona aman IV : > 25
KAWASAN YANG DIPERTAHANKAN Dasar kawasan dan fungsi yang dipertahankan bergantung kepada sumbangan dan besaran kertergantungan kota pada fungsi tersebut serta tingkat kerusakan setelah bencana, diantaranya berfungsi sebagai : Pusat pemerintahan Pusat aktivitas ekonomi-sosial : pelabuhan, industri, universitas, pusat kota, identitas kota Jaringan prasarana regional dan nasional
TINGKAT KERUSAKAN Zona I : Kerusakan total Zona II : Kerusakan bangunan struktural Zona III : Kerusakan bangunan non struktural Zona IV : Kerusakan lahan dan sumber air
KRITERIA DAERAH/WILAYAH PERLINDUNGAN Ketinggian merujuk pola tingkat keamanan Menampung jumlah yang harus dilindungi Pada jarak daya jangkau Dikembangkan dengan pertimbangan fungsi lain yang menunjang pemanfataan sehari-hari
ALTERNATIF BARIER UNTUK MENGURANGI RESIKO Alam : Hutan Mangrove Terumbu Karang Buatan : Break Water Bendung
IDENTIFIKASI KAWASAN BARU YANG DIREKOMENDASIKAN Pengembangan jaringan prasarana dan sarana Pengaturan perkembangan untuk masa yang akan datang Ketersediaan air baku Ketersediaan sumber daya penunjang aktivitas ekonomi