Hukum pengangkutan Dan Asuransi
Hukum Pengangkutan Keseluruhan peraturan-peraturan baik yang telah dikodifikasi atau yang belum dikodifikasi yang mengatur semua hal-hal yang berkaitan dengan pengangkutan.
Definisi Pengangkutan : Soekardono : “ Perpindahan tempat mengenai benda-benda atau orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meningkatkan manfaat serta efisiensi ”
Abdulkadir Muhammad : “Proses kegiatan memuat barang/penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang/penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan, dan menurunkan barang/penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan “
Aspek-aspek pengangkutan : 1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. 2.Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan 3.Obyek pengangkutan, yaitu muatan yang diangkut baik barang atau penumpang.
4. Perbuatan yaitu kegiatan mengangkut barang/penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan 5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang 6. Tujuan pengangkutan yaitu sampai ditempat tujuan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas.
Jenis Pengangkutan dan pengaturannya Pengangkutan darat : KUHD sudah diatur secara sistemetis. Dalam Buku I Bab V bagian 2 dan 3 mulai Pasal 90 s/d 98. Dalam bagian ini diatur sekaligus pengangkutan darat dan perairan darat tetapi khusus pengangkutan barang;
Peraturan Khusus : UU tentang Perkereta Apian, UU No 23/07 b. UU tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, UU No 22/09.
Pengangkutan Laut : KUHD, Buku II bab V tentang Perjanjian charter kapal KUHD, Buku II bab V A tentang pengangkutan barang-barang KUHD , Buku II, Bab V-B tentang pengangkutan orang UU No 17/2008 tentang pelayaran. Pengangkutan Udara UU No 1 tahun 2009 tentang penerbangan.
Dasar Hukum Perjanjian Pengangkutan Buku III KUHPerdata 1. Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih;
2. Pasal 1338 KUHPerdata Asas kebebasan berkontrak bahwa setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja, baik perjanjian itu sudah diatur dalam UU maupun belum diatur dalam UU.
3.Asas Pacta Sunt Servanda, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuatnya seperti ndang-undang
4. Pasal 1320 KUHPerdata a. Adanya Kesepakatan para pihak b. Kecakapan bertindak c. Suatu hal tertentu d. Sebab yang halal
Pengertian perjanjian pengangkutan Purwosutjipto : Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Subekti : Suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat kelain tempat, sedangkan pihak lainnnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.
Unsur-unsur Perjanjian Pengangkutan 1. Perjanjian timbal balik yaitu suatu perjanjian dimana para pihak mempunyai hak dan kewajiban sama 2.Para pihak adalah pengangkut, penumpang,pengirim walaupun dimungkinkan adanya pihak ketiga yang berkepentingan.
3.Obyek pengangkutan adalah barang dan atau orang 4.Kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan dengan selamat 5.Kewajiban pengirim, penumpang membayar biaya pengangkutan
Pihak-pihak dalam Pengangkutan Pengirim * Penerima
Pengertian Pengangkut Menurut Purwosutjipto : Orang Yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat.
Sri Rejeki Hartono : Pengangkut : Mereka yang mempunyai wewenang mengadakan perjanjian pengangkutan dan memikul beban resiko tentang keselamatan barang-barang yang diangkut.
Achmad Ichsan : Pengangkut adalah yang bertugas dan berkewajiban mengangkut dan yang bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang diderita dalam pengangkutan.
Pengertian Pengirim ; Pihak yang membuat perjanjian pengangkutan dengan pihak pengangkut untuk menyelenggarakan pengangkutan dengan selamat, sesuai dengan perjanjian, dan sebagai kontra prestasinya pengirim membayar biaya pengangkutan.
Pengertian Penerima : Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan terhadap diterimanya barang kiriman.Sipenerima disini mungkin si pengirim yang telah mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut, mungkin juga pihak ketiga yang tidak ikut di dalam perjanjian.
Kedudukan Penerima : Bisa sekaligus pengirim, yaitu pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut atau dapat juga Orang lain yang ditunjuk oleh pengirim untuk menerima barang-barang yang dikirimnya.
Beberapa pendapat tentang Kedudukan penerima : Penerima sebagai pihak ketiga yang berkepentingan seperti yang dimaksud dalam Pasal 1317 BW. Penerima sebagai cessionaris diam-diam. Penerima sebagai pemegang kuasa atau penyelenggara urusan si pengirim.
Dasar Hukum Penerima sebagai pihak ke 3 : Pasal 1317 (1) BW : “Lagi pula diperbolehkan untuk minta ditetapkan janji khusus, yang dibuat guna kepentingan pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukan kepada orang lain mengandung suatu janji seperti itu”
1317 (2) BW : “Orang Yang membuat janji khusus itu tidak boleh mencabut janji nya, kalau pihak ketiga sudah menyatakan akan memanfaatkan janji khusus itu”.
Kapan penerima mulai mendapatkan haknya : Pasal 1317 (2) BW : Sejak penerima menyatakan kehendaknya untuk menerima barang-barang kiriman itu. Sejak saat ini pengirim tidak berwenang lagi mengubah tujuan pengiriman barang itu.
Hak pihak ketiga : Hak untuk memanfaatkan janji khusus dalam perjanjian pengangkutan, yaitu menerima barang-barang kiriman dari Pengirim.
Kewajiban penerima : Sejak penerima mendapatkan haknya untuk menerima barang angkutan, secara otomatis menjadi pihak yang berkepentingan dalam perjanjian pengangkutan, akibatnya : Berlaku ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pengangkutan yaitu kewajiban untuk membayar uang angkutan kecuali ditentukan lain.
Sifat/Asas perjanjian pengangkutan 1. Konsensuil : perbuatan perjanjian pengangkutan tidak disyaratkan harus tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. 2. Koordinasi : di dalam perjanjian pengangkutan mensyaratkan kedudukan para pihak sejajar.
3. Campuran : a. Pemberian kuasa, b. penitipan, c. pelayanan berkala melekat pula dalam perjanjian pengangkutan. 4. Pengangkut tidak mempunyai hak retensi.
Dalam KUHPerdata dikenal 3 jenis Perjanjian untuk melakukan pekerjaan : 1.Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu : Suatu perjanjian di mana satu pihak menghendaki dari pihak lawannya untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar suatu upah, sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diserahkan kepada pihak lawan itu.
Perjanjian antara buruh dengan majikan dengan ciri ciri : 2. Perjanjian Kerja/Perburuhan: Perjanjian antara buruh dengan majikan dengan ciri ciri : a. Adanya suatu upah/gaji tertentu yang diperjanjikan b. Adanya hubungan diperatas, yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu majikan berhak memberikan perintah, perintah mana harus ditaati.
3.Perjanjian Pemborongan/pekerjaan Suatu perjanjian antara seorang /pihak yang memborongkan pekerjaan dengan orang lain/pihak yang memborong, dimana pihak pertama menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi pihak lawan, atas pembayaran tertentu sebagai harga borongan.
Dasar Hukum Pemberian Kuasa Pasal 370 KUHD “Nahkoda boleh menyimpang dari jurusan yang harus ia ikuti, untuk menyelamatkan jiwa-jiwa manusia”
Pasal 371 KUHD: “Nahkoda diwajibkan menjaga kepentingan-kepentingan dari yang berhak atas muatan selama perjalanan, mengambil semua tindakan-tindakan yang perlu untuk itu, dan bilamana perlu bertindak dimuka pengadilan untuk itu”.
Dokumen pengangkutan Surat muatan/Vracht Brief (Pasal 90 KUHD) Surat angkutan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dengan pengangkut atau nahkoda, dan memuat selain apa yang telah diperjanjikan antara pihak-pihak baik tentang selesainya pengangkutan, penggantian kerugian bilamana terjadi kelambatan maupun lain-lain :
Nama dan berat atau ukuran barang yang diangkut, beserta merk-merk dan jumlahnya Nama orang kepada siapa barang dikirim Nama dan tempat kediaman pengangkut Jumlah biaya angkutan Tanggal pengangkutan Tanda tangan pengirim/ekspeditur.
Hak Retensi dan perjanjian penitipan Hak Retensi Pasal 493 KUHD : Kecuali yang ditentukan dalam ayat kedua dari pasal ini, pengangkut tidak wenang menahan barang padanya untuk jaminan bagi apa yang terhutang kepadanya dari sebab pengangkutan dan sebagai urunan dalam averij umum, suatu janji yang bertentangkan dengan ini adalah batal.
Penitipan Pasal 468 KUHD: Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaannya sampai saat penyerahan.
Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut 1.Tanggung Jawab berdasarkan kesalahan/fault liability; 2.Tanggung jawab berdasarkan praduga/presumption of liability 3.Tanggung Jawab Mutlak/Absolute Liability 4.Tanggung JawabTerbatas/Limitation of Liability
Prinsip-prinsip tanggung jawab pengangkut 1.Tanggung Jawab berdasarkan kesalahan/fault liability; Setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam menyelenggarakan pengangkutan harus bertanggung jawab mengganti rugi atas segala kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu, pihak yang dirugikan harus membuktikan kesalahan pengangkut.
2. Tanggung jawab berdasarkan praduga/presumption of liability Pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban memberi ganti rugi
3. Tanggung Jawab Mutlak/Absolute Liability Pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak mungkin membebaskan diri dari tanggung jawab kecuali disebabkan/turut disebabkan pihak penumpang/barang itu sendiri atau overmach.
4. Tanggung JawabTerbatas/Limitation of Liability Pengangkut bertanggung jawab terbatas sejumlah limit tertentu
Dasar Hukum Tanggung Jawab Pengangkut Pasal 91 KUHD Pengangkut dan nahkoda harus menanggung semua kerusakan yang terjadi atau benda-benda perniagaan atau benda-benda yang diangkut, kecuali kerusakan yang disebabkan karena cacat pada benda sendiri, atau karena kesalahan/kelalaian si pengirim/ekspeditur, karena keadaan memaksa.
Pasal 468 KUHD Pengangkut wajib mengganti rugi yang disebabkan : Tidak diserahkannya barang baik seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali hal tersebut akibat peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah/dihindari, akibat dari sifat, keadaan/cacat barang, kesalahan pengirim.
Dasar Tanggung Jawab Pengangkut Pasal 234 (1) UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. - Pengemudi,pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.
Ketentuan di atas tidak berlaku jika: - adanya keadaan memaksa - perilaku korban sendiri - Gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan
- Besarnya ganti kerugian adalah ditentukan berdasarkan keputusan pengadilan.
UU N0 23/2007 tentang perkeretaapian : Pasal 87 : (1) Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada penyelenggara sarana perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian.
(3)Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggara prasarana perkereta apian (5)Tanggung jawab dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami
Pasal 88 : Penyelenggara prasarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penyelenggara sarana perkeretaapian dan/atau pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian apabila : Pihak yang berwenang (KNKT)menyatakan bahwa kerugian bukan disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian Terjadi keadaan memaksa
UU No 1/2009 tentang penerbangan Pasal 141 (1): Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
Pasal 143 : Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannnya.
Pasal 144 : Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 145 : Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 146 : Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Pasal 165 : Jumlah ganti kerugian yang diberikan adalah ganti kerugian yang diberikan oleh badan usaha angkutan udara niaga diluar ganti kerugian yang diberikan oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 179 : Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141,143,144,145,146.
UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran : Pasal 40 (1) Perusahaan angkutan diperairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
Pasal 41 (1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal,berupa : a. kematian, atau lukanya penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; d.kerugian pihak ketiga.
Pasal 41 (2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b,c dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
Pasal 41 (3) : Perusahaan angkutan diperairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan .
Ekspeditur : - Seorang perantara yang bersedia untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim. - Orang, yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan dan perairan.
Hukum Pertanggungan atau Asuransi
Istilah Asuransi dan Pertanggungan Kedua istilah itu berasal dari bahasa Belanda yaitu Verzekering dan assurantie. Dalam bahasa Inggris Insurance . Prof Soekardono menerjemahkan verzekering adalah pertanggungan.
Istilah pertanggungan banyak dipakai dalam Ilmu Pengetahuan dan literatur. Istilah asuransi dipakai pada Nama Perjanjian atau Nama Perusahaan.
Insurance (digunakan untuk asuransi jiwa/jumlah Assurance (digunakan untuk asuransi kerugian) Pertanggungan dan asuransi mempunyai arti yang sama.
4 cara menghadapi resiko: Menghindari resiko (risk avoidance) Mengurangi resiko (risk reduction) Membagi resiko (risk sharing) Mengalihkan resiko (risk transfer)
Pengertian Asuransi Menurut Pasal 246 KUHD Suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian kerena kehilangan, kerusakan atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.
Unsur-unsur asuransi menurut Pasal 246 KUHD : 1.Ada dua pihak yang terkait dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung. 2.Adanya peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung. 3.adanya premi yang harus dibayar tertanggung kepada penanggung
4. adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (evenement), peristiwa ini tidak diketahui sebelumnya dan tidak diharapkan terjadinya. 5. Adanya unsur ganti rugi apabila terjadi peristiwa yang tidak pasti.
Unsur ganti kerugian merupakan salah satu unsur yang penting yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD, Unsur ini hanya menunjuk kepada asuransi kerugian (loss insurance) yang obyeknya adalah harta kekayaan.
Asuransi jiwa (life insurance) tidak termasuk dalam rumusan Pasal 246 KUHD, karena jiwa manusia bukanlah harta kekayaan.
Ada 2 hal yang dapat disimpulkan dari Pasal 246KUHD : 1. Definisi Pasal 246 hanya mengenai asuransi kerugian tidak memberikan definisi asuransi jiwa 2. Dari definisi Pasal 246 KUHD dapat dilihat sifat-sifat perjanjian asuransi .
sifat-sifat perjanjian asuransi a.Perjanjian Timbal balik (Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian asuransi saling berhadapan) b.Penggantian kerugian (Jika terjadi kerugian penanggung berkewajiban mengganti kerugian)
c. Perjanjian bersyarat digantungkan pada syarat tertentu yaitu adanya evenement) d. Perjanjian konsensuil ( perjanjian asuransi cukup adanya kata sepakat dan sah mengikat para pihak ) e. Perjanjian asuransi bersifat khusus (kepercayaan)
Beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian : 1. Penanggung dan tertanggung 2.persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung. 3.benda asuransi dan kepentingan tertanggung 4.tujuan yang ingin dicapai
5. risiko dan premi 6. evenemen dan ganti kerugian 7. syarat-syarat yang berlaku 8. bentuk akta polis asuransi
Pasal 1 angka 1 UU No 2 tahun 1992 : Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan derita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Jadi, rumusan Pasal 1 UU No 2/92 tidak hanya melingkupi asuransi kerugian melainkan juga asuransi jiwa. obyek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan melainkan juga jiwa /raga manusia.
Kemudian Pasal 1 angka 2 UU No 2 tahun 1992 menambahkan bahwa: objek asuransi itu bisa berupa benda dan jasa, jiwa raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum serta semua kepentingan lainnnya yang dapat hilang, rusak dan atau berkurang nilainya.
Unsur-unsur asuransi mnrt UU No 2 tahun 1992 Subyek : Penanggung dan Tertanggung Status subyek : penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan.
3. Obyek Asuransi : Benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi/ganti kerugian/santunan 4. Peristiwa Asuransi : Perbuatan hukum berupa persetujuan mengenai obyek asuransi, peristiwa yang tidak pasti/evenemen.
5. Hubungan Asuransi : Keterikatan yang timbul karena persetujuan berupa hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perbandingan antara rumusan Pasal 1 angka 1 UU No2 tahun 1992 dan Pasal 246 KUHD : Definisi UU No 2 tahun 1992 meliputi asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”.
Asuransi jiwa dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”. Bagian ini tidak ada dalam definisi Pasal 246 KUHD
Definisi dalam UU No 2 tahun 1992 secara eksplisit meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga. Hal ini terdapat dalam kalimat “ tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga” Bagian ini tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
3. Definisi dalam UU No 2 tahun 1992 meliputi objek asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
4. Definisi dalam UU No 2 tahun 1992 meliputi evenemen berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
Tujuan Asuransi : 1.Pengalihan resiko. 2. Pembayaran ganti kerugian 3. Pembayaran santunan 4. Kesejahteraan anggota
Manfaat Asuransi 1.Rasa aman dan perlindungan. 2. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan. 3.Alat penyebaran resiko. 4. Membantu meningkatkan kegiatan usaha.
Penggolongan Asuransi Menurut Ilmu pengetahuan 1.Asuransi kerugian Asuransi kerugian adalah asuransi yang hanya mengatur penggantian kerugian yang dapat dinilai dengan uang dan ganti rugi ini harus seimbang dengan kerugian yang dideritanya, dimana kerugian itu adalah akibat dari peristiwa untuk mana pertanggungan diadakan.
Tujuan asuransi kerugian adalah memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung.
2.Asuransi sejumlah uang Hanya mengatur mengenai pertanggungan yang memberikan sejumlah ganti rugi seperti yang sudah ditentukan sebelumnya. Disini tidak perlu adanya suatu hubungan antara kerugian yang diderita dengan besarnya jumlah ganti rugi yang diberikan oleh penanggung.
Tujuan asuransi jumlah adalah untuk mendapatkan pembayaran sejumlah uang tertentu, tidak tergantung pada persoalan apakah peristiwa yang tidak pasti itu menimbulkan kerugian atau tidak.
Penggolongan pertanggungan menurut KUHD (menurut Pasal 247 KUHD) antara lain mengenai Bahaya kebakaran bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah jiwa dari seseorang atau lebih bahaya-bahaya di lautan dan bahaya-bahaya perbudakan bahaya-bahaya pengangkutan didarat dan disungai serta di perairan-perairan pedalaman
Karena Sifat Pasal 247 ini adalah numeratif. Hal ini terlihat dari kata “antara lain”. Jadi masih dimungkinkan timbulnya asuransi baru selain yang ada pada Pasal 247 KUHD dan lebih penting lagi asalkan pertanggungan yang muncul itu memenuhi syarat Pasal 268 KUHD yaitu dapat dinilai dengan uangm diancam suatu bahaya, oleh undang-undang tidak dikecualikan.
Jenis-jenis pertanggungan baru yang muncul berdasarkan kebutuhan masyarakat Dalam bidang pertanggungan kerugian : Asuransi kecelakaan buruh asuransi kendaraan bermotor asuransi pengangkutan uang asuransi mesin asuransi kredit, dll
Dalam bidang pertanggungan jumlah : Asuransi dana bea siswa asuransi dana haji asuransi jiwa mahasiswa asuransi hari tua asuransi kesehatan asuransi pinjaman perumahan Aspens Asabri , dll
Penggolongan Asuransi menurut sifatnya : Asuransi Sukarela (Voluntary insurance) Asuransi Wajib (Compulsary Insurance)
Jika kedua belah pihak yaitu tertanggung dan penanggung menutup pertanggungan atas kehendak yang bebas , biasanya perjanjian pertanggungan ditutup atas keinginan perorangan.
Pertanggungan ini disebut juga commercial insurance karena pertanggungan ini mengandung unsur bisnis (jadi perusahaan asuransi ini melaksanakan usahanya dengan tujuan hanya mencari keuntungan).
Pengaturan asuransi : 1. KUHD a. Buku I bab 9 Pasal 246 s/d 286 mengatur asuransi pada umumnya b. Buku I bab 10, pasal 287 s/d 308 mengatur asuransi kebakaran, hasil penenan, asuransi jiwa. c. Buku II, bab 9 dan 10 pasal 592 s/d 685 mengatur asuransi laut dan perbudakan.
d. Pasal 686 s/d 695 mengatur asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman 2. UU No 2 tahun 1992 tentang Perasuransian. 3. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang/Jasa Raharja.
a. Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (UU No 33/64) b. Pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas jalan (UU No 34/64) 4. Asuransi Sosial antara lain : a. UU No 3 tahun 1992 ttg Jamsostek b. PP No 69 tahun 1991 tentang Askes
Asuransi bersifat konsensual : Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Hak dan kewajiban timbal balik timbul sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.
Apakah dalam perjanjian pertanggungan itu dengan mengikatnya pihak-pihak diperlukan bukti tertulis ?
Pasal 255 KUHD : “ Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis” Pasal ini mengharuskan adanya syarat tertulis.
Apakah polis ini merupakan syarat mutlak? Pasal 257 ayat 1 KUHD “Perjanjian pertanggungan diterbitkan segera ketika setelah ia ditutup, hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum ditandatangani. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari para pihak telah berlaku walaupun polis belum dibuat“.
Apa sebenarnya polis itu? Polis adalah : Alat pembuktian tentang diadakannya perjanjian pertanggungan. Jadi Polis merupakan alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara penanggung dan tertanggung.
Bagaimana jika polis belum ditandatangani, sudah terjadi peristiwa tidak tentu ? Dalam Pasal 257 (1) KUHD dikatakan bahwa hak dan kewajiban para pihak sudah ada pada saat penutupan perjanjian asuransi (ditandatanganinya formulir nota penutupan asuransi), adanya kata sepakat, walaupun polis belum ditandatangani .
Fungsi polis : Sebagai alat bukti untuk kepentingan tertanggung. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi (Pasal 258 (1) KUHD). Jadi polis disini merupakan bukti otentik yang dapat digunakan oleh tertanggung untuk mengajukan klaim apabila pihak penanggung mengabaikan tanggung jawabnya.
Kesimpulan : Polis bukan sebagai syarat mutlak adanya perjanjian pertanggungan Polis hanya sebagai alat bukti tentang adanya perjanjian tersebut.
Alat bukti lain 1866 : Surat sumpah persangkaan pengakuan.
Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus memuat syarat-syarat : Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ke tiga Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan Jumlah yang diasuransikan
Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung Premi asuransi Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak.
Syarat syahnya perjanjian asuransi Pasal 1320 KUHPerdata : Kesepakatan Kecakapan/kewenangan Obyek tertentu Kausa yanghalal * Pembayaran premi * Kewajiban pemberitahuan
Prinsip pertanggungan : Kejujuran sempurna/Utmost Good Feith Kepentingan yang dapat diasuransikan/The Prinsipe of Insurable Interest 3. Prinsip Ganti Rugi/The Principe of Indemnity 4. Prinsip Subrogasi
Kejujuran sempurna/Utmost Good Feith Pasal 251 KUHD : “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau ditutupnya dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.
Pasal 251 KUHD tersebut diatas menekankan kewajiban tertanggung untuk memberikan keterangan atau informasi yang benar kepada pihak penanggung.
Pasal 282 KUHD Bilamana kebatalan perjanjian terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kenakalan si tertanggung, maka penanggung menikmati premi, dengan tidak mengurangi penuntutan hak umum, bilamana ada alasan untuk itu,
Dasar Hukum kepentingan: Pasal 250 KUHD : Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa untuk diadakan pertanggungan oleh orang lain, pada waktu diadakannya pertanggungan tidak mempunyai kepentingan terhadap benda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian.”
Pengertian Kepentingan : Molengraff: Bahwa yang dimaksud dengan kepentingan harta kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan tertanggung yang dapat diasuransikan yang mungkin dapat terserang bahaya.
HMN Purwosutjipto : Hak atau kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan
Syarat Kepentingan yang dapat diasuransikan (268 KUHD) Segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang Segala kepentingan yang dapat diancam oleh suatu bahaya. Segala kepentingan yang tidak dikecualikan oleh Undang-undang.
Prinsip Indemnitas Pengertian : Mengembalikan kedudukan finansiil seorang tertanggung setelah terjadinya kerugian kekedudukan finansiil seperti yang dinikmatinya sebelum terjadinya kerugian.
Asas Nemo Plus : Pengertian asas nemo plus adalah tidak menerima melebihi apa yang menjadi hak dan tidak memberi melebihi apa yang menjadi kewajibannya.
Dasar Hukum Prinsip Indemnitas : Pasal 252 KUHD : Apabila benda sudah diasuransikan dengan nilai penuh, maka asuransi kedua untuk jangka waktu yang sama dan bahaya yang sama tidak dibolehkan dengan ancaman batal.
Pasal 253 KUHD Asuransi yang melebihi nilai atau kepentingan yang sesungguhnya hanya sah sampai jumlah nilai benda sesungguhnya. Jika tidak diasuransikan seluruh nilai benda, maka dalam hal terjadi kerugian penanggung hanya terikat seimbang antara bagian yang diasuransikan dengan bagian yang tidak diasuransikan.
Asas Subrogasi Pasal 284 KUHD : Penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas benda yang diasuransikan menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu.
Para sarjana umumnya berpendapat bahwa asas subrogasi ini hanya berlaku terhadap asuransi kerugian, dan tidak berlaku untuk asuransi jumlah.
Syarat Subrogasi yaitu : 1. Apabila tertanggung mempunyai 2 hak disamping mempunyai hak terhadap tertanggung juga mempunyai hak terhadap pihak ketiga, dan 2. Adanya hak-hak itu karena timbulnya kerugian, sebagai akibat perbuatan pihak ketiga.
Tujuan : Mencegah tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi haknya Mencegah pihak ketiga membebaskan diri dari kewajibannya.
Asuransi Rangkap Pasal 252 : Kecuali dalam hal yang ditentukan oleh UU, tidak boleh diadakan asuransi kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen yang sama atas benda yang sudah diasuransikan dengan nilai penuh dengan ancaman batal.
Pasal 277 KUHD : Apabila beberapa asuransi dengan itikad baik diadakan untuk benda yang sama, sedangkan asuransi pertama diadakan dengan penuh, maka asuransi inilah yang mengikat dan asuransi lainnya dibebaskan. Apabila asuransi pertama tidak diadakan dengan nilai penuh, maka asuransi berikutnya hanya mengikat untuk nilai sisanya menurut urutan waktu asuransi diadakan.
Asuransi solvabilitas Pasal 280 KUHD : Tidak dianggap sebagai perjanjian terlarang apabila benda yang sudah diasuransikan dengan nilai penuh itu diasuransikan lagi baik untuk sebagian maupun untuk seluruhnya dengan ketentuan yang tegas bahwa tertanggung hanya akan menggunakan haknya terhadap penanggung belakangan ini apabila dan sekedar dia tidak dapat mengklaim ganti kerugian kepada penanggung terdahulu...................
......Dalam hal ada perjanjian yang demikian ini, maka asuransi yang dibuat terdahulu harus dinyatakan dengan jelas dalam polis dengan ancaman asuransi belakangan ini batal, demikian pula akan berlaku ketentuan pasal 277 & 278 KUHD
Asuransi Ulang (Reasuransi) Reasuransi adalah perjanjian antara penanggung (insurer) dan Penanggung ulang (reinsurer) berdasarkan perjanjian tersebut penanggung ulang menerima premi dari penanggung yang jumlahnya ditetapkan lebih dahulu, dan penanggung ulang bersedia untuk membayar ganti kerugian kepada penanggung bilamana dia membayar ganti kerugian kepada tertanggung sebagai akibat asuransi yang dibuat antara penanggung dan tertanggung.
Perbedaan Asuransi solvabilitas dengan reasuransi Dalam asuransi solvabilitas, yang mengasuransikan lagi adalah tertanggung, sedangkan dalam reasuransi yang mengasuransikan lagi adalah penanggung. Dalam asuransi solvabilitas, kepentingannya adalah ketidakmampuan penanggung terdahulu, sedangkan dalam reasuransi kepentingannya adalah tanggung jawab penanggung.
Asuransi Jiwa Pasal 1 UU no 2 tahun 1992 : Asuransi jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.
Pertanggungan Jiwa : Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannnya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmat.
Isi Polis Asuransi Jiwa Pasal 304 : Hari diadakan asuransi Nama tertanggung Nama orang yang jiwanya diasuransikan Saat mulai dan berakhirnya evenement Jumlah asuransi Premi asuransi
Asuransi Kecelakaan Penumpang UU No 33 tahun 1964 Setiap penumpang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional termasuk penumpang angkutan kota yang dibebaskan dari kewajiban membayar iuran, diberi jaminan pertanggungan kecelakaan diri selama penumpang itu berada dalam alat angkutan yang disediakan oleh perusahaan untuk jangka waktu antara saat penumpang naik alat angkutan yang bersangkutan ditempat pemberangkatan dan saat turun dari alat angkutan tersebut ditempat tujuan menurut karcis/tiket yang berlaku untuk perjalanan/penerbangan ybs (PP No 17 tahun 1965)
Asuransi kecelakaan lalu lintas jalan (UU No 34 tahun 1964) Pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan diharuskan memberi sumbangan wajib setiap tahun untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas jalan kepada korban/ahli waris yang bersangkutan, jumlah sumbangan wajib tersebut ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah (Pasal 2 UU No 34 tahun 1964)